Sejak dibuka pada 24 Mei 2018, hingga kini hanya dua maskapai yang beroperasi dari Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, yaitu Lion Air dan AirAsia. Namun jumlah penerbangan sejak Juli 2019 telah mengalami beberapa kali pembatalan penerbangan, hal tersebut disinyalir karena berkurangnya demand penumpang yang berangkat dari Kertajati, sehingga beberapa penerbangan melakukan pembatalan setelah beberapa kali beroperasi.
Baca juga: Tiga Rute Citilink Tutup Sementara, Ada Apalagi dengan Bandara Kertajati?
Dengan kian sepinya Bandara Kertajati, ditambah keputusan Kementerian Perhubungan untuk mengalihkan semua penerbangan (kecuali Wings Air) dari Bandara Husein Sastranegara di Bandung, mendorong Muhammad Elky Fahriza, seorang Mahasiswa Sampoerna University Jakarta untuk mengutarakan opininya dalam sebuah artikel yang berjudul “Bandara Internasional Kertajati, Untuk Siapa?” yang dituturkan pada paragraf di bawah ini.
Pemindahan sebagian penerbangan komersial dari bandara Hussein Sastranegara Bandung ke bandara Internasional Kertajati Majalengka terus menuai kontroversi. Kontroversi mencuatlantaran sulitnya akses kendaraan dari Bandung menuju Majalengka akibat belum selesainya jalan tol Cisumdawu. Untuk saat ini penduduk Bandung harus memutar jauh ke Cikampek apabila menggunakan tol. Namun sebelum itu pembangunan bandara ini sudah menuai polemik di masyarakat. Lokasi yang cukup jauh dari ibukota provinsi dan juga akses yang sulit bahkan sampai bandara tersebut beroperasi.
Selain itu, kapasitas bandara Hussein Sastranegara sebenarnya masih cukup memadai, namun entah kenapa pemindahan penerbangan komersial dari dan ke luar jawa dipindah begitu saja ke bandara Kertajati yang berkapasitas 30 juta penumpang per tahun. Satu diantara alasan pemindahan tersebut karena bandara Hussein Sastranegara berada di dekat pemukiman penduduk. Padahal secara teknis hal tersebut masih dapat dimaklumi dan tentu tidak
membahayakan penerbangan.
Kembali ke pembangunan awal bandara Kertajati, idealnya hanya dibangun dalam ukuran bandara menengah saja atau berkapasitas 5-10 juta penumpang per tahun. Peruntukannya hanya untuk penduduk Majalengka, Cirebon, Indramayu, dan sekitarnya agar dapat memecah kepadatan bandara Hussein Sastranegara. Ketika pangsa pasarnya tumbuh, maka bandara tersebut dapat diperbesar dengan syarat menyiapkan lahan yang cukup untuk pengembangan. Begitulah kira-kira seharusnya prinsip dasar pembangunan suatu bandara di setiap daerah diterapkan.
Membangun bandara dengan kapasitas 30 juta penumpang per tahun juga berpotensi mematikan moda transportasi lainnya seperti bus dan kereta api. Apalagi di daerah sekitar bandara Kertajati masyarakat terbiasa menggunakan transportasi darat bila bepergian antar provinsi di pulau Jawa. Jelas perlu pertimbangan yang matang dalam menentukan pangsa pasar di daerah tersebut. Kajian yang menentukan bahwa bandara Kertajati harus dibuat sebesar dan semegah mungkin tentu berbanding terbalik dengan fakta yang ada di lapangan.
Sebagai contoh, jika ada sekitar 4 juta pengguna bandara Hussein dalam setahun, maka jika setengahnya yang harus menderita bolak-balik ke bandara Kertajati, maka akan menghabiskan 200.000 untuk ongkos dari Bandung, setara dengan 400 milyar. Belum lagi waktu, bahan bakar, dan tenaga yang terbuang sia-sia. Memang diawal pengoperasiannya ramai dan sukses, namun hanya masalah waktu saja bandara Kertajati akan kembali sepi.
Apalagi era digitalisasi seperti sekarang ini, tidak sulit untuk membandingkan biaya yang harus dikeluarkan jika ingin bepergian. Penumpang dari Bandung bahkan lebih memilih untuk terbang dari bandara Soekarno-Hatta dengan alasan akses yang beragam, konektivitas penerbangan, dan pilihan jadwal yang beragam. Itulah yang terjadi sekarang, jumlah penumpang di bandara Kertajati menurun dan bahkan beberapa maskapai menutup beberapa rute yang hanya beroperasi hitungan bulan. Alasan penutupan adalah karena low season padahal penerbangan di bandara Hussein baik-baik saja.
Baca juga: Trayek Tak Tutup, Pengusaha Transportasi di Bandara Kertajati Hanya Merugi
Lantas bagaimana sekarang?langkah pertama dan yang paling utama ialah mengembalikan penerbangan ke bandara Hussein seperti sedia kala. Biarkan maskapai membuka rute dari bandara Kertajati tanpa paksaan dan tekanan. Selesaikan dulu akses tol langsung ke bandara dan fokus kepada penumpang di daerah sekitar bandara Kertajati. Dengan demikian pangsa pasar yang ada terhadap Bandara Kertajati akan tumbuh seiring waktu. (Muhammad Elky Fahriza)