Setelah enam tahun, Biro d’Enquêtes et d’Analyses Perancis (Biro Penyelidikan dan Analisis, disingkat BEA) akhirnya mengungkap penyebab pesawat Boeing 777 Air France tersesat dan nyaris menabrak gunung berapi di Kamerun, Afrika.
Baca juga: Apa Yang Terjadi Jika Pesawat Anda Tersambar Petir?
Insiden Triple Seven Air France nyasar dan nyaris celaka tersebut terjadi pada 2 Mei 2015 silam.
Ketika itu, pesawat tengah menjajaki rute segitiga dari Bandara Charles de Gaulle Paris Perancis ke Bandara Internasional Malabo Saint Isabel (SSG) Guinea Khatulistiwa di Pulau Bioko, berlanjut ke Bandara Internasional MD-Douala (DLA) di negara tetangga (Guinea Khatulistiwa) Kamerun.
Catatan FlightGlobal, pesawat Boeing 777-200ER yang teregistrasi sebagai F-GSPG itu dihujani badai petir (cuaca buruk) sepanjang 40 menit penerbangan. Tentu, dalam kondisi seperti ini, pilot mencari jalur lain dari yang sudah ditetapkan.
Dalam kondisi normal, rute Malabo-Douala biasanya terbang ke timur menuju daratan Afrika sebelum berbalik arah untuk mendekati kota terbesar di Kamerun, membentuk jalur, kurang lebih, seperti simbol palu arit.
Sampai di sini, sejatinya pesawat sudah didesain untuk menghadapi banyak kondisi ekstrem, salah satunya cuaca buruk (kabut, badai, hujan, petir, dan lain sebagainya). Terbukti, riset menunjukkan hanya 10 persen kecelakaan pesawat disebabkan faktor cuaca. Itupun tidak tunggal, biasanya dibarengi dengan faktor lain seperti human error, kegagalan teknik, dan pilot error.
Meski begitu, cuaca buruk, utamanya awan cumulonimbus, lebih sering dihindari pilot ketimbang menghadapinya. Itulah yang coba dilakukan pilot Boeing 777 Air France Mei 2015 lalu.
Sayangnya, walau sudah dilengkapi kompas, gyroscopic, naviagasi satelit, dan up-link data cuaca, pesawat tersesat jauh ke timur laut Kamerun dari jalur yang sudah ditetapkan.
Setelahnya, kru kokpit pun dibuat bingung antara gema radar dan gema cuaca pada layar pesawat. Hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan pilot salah membaca lokasi.
Percaya bahwa mereka aman dari sebuah gunung setinggi 4.000 mdpl yang terletak di barat daya Kamerun, pilot lantas berbelok ke kanan dan bersiap landing di Doula.
Padahal, yang terjadi justru sebaliknya, pesawat mendekat ke barat laut gunung dan membuatnya sangat dekat.
Baca juga: Pernah Dengar Cara Kerja Radar Cuaca di Pesawat? Simak Di Sini Jika Belum
Saking dekatnya, pilot mengatakan bahwa mereka dapat membedakan pohon yang ada di sekitar gunung. Beruntung, alarm ‘Pull Up!!’ Enhanced Ground Proximity Warning System (EPGWS) berbunyi dan langsung direspon pilot, membawa pesawat ke atas dan menjauh dari gunung.
Pesawat akhirnya bisa mengantar 23 penumpang dan 14 kru mendarat dengan selamat di bandara tujuan. Meski begitu, BEA mengkategorikan penerbangan ini sebagai CFIT: Controlled flight into or toward terrain dan mencari cara agar penerbangan serupa tak terulang.