Boeing 777-300ER Garuda Indonesia Retro livery Brand Logo 1969-1985 bangkit kembali dari peraduannya selama dua tahun lebih. Bila sebelumnya di-PHP-in istana terkait rencana kunjungan Presiden Jokowi ke Las Vegas, Amerika Serikat (AS) Maret 2020 silam dalam gelaran ASEAN-US Summit, beberapa waktu lalu, pesawat tersebut akhirnya benar-benar bisa kembali ke langit.
Baca juga: Dibalik Kedatangan 6 Juta Bulk Vaksin Sinovac, PK-GIK ‘Bangkit’ Pasca Gagal Terbangkan Jokowi
Hanya saja, euforia kembalinya pesawat lansiran tahun Januari 2016 membuat avgeek pada umumnya terlena dan tak menyadari adanya perbedaan retro livery brand logo 1969-1985 yang digunakan Boeing 777-300ER Garuda Indonesia PK-GIK dengan pesawat Garuda Indonesia di tahun dimana livery tersebut digunakan di seluruh armada. Dimana letak perbedaannya? Mari kita lihat.
Dari data airplane-pictures.net, sebelum dijadwalkan mengantar presiden, Boeing 777-300ER atau Triple Seven Garuda Indonesia Retro livery Brand Logo 1969-1985 diketahui sudah kurang lebih setahun menganggur.
Pesawat itu diketahui terakhir kali terbang dan tertangkap kamera pada 21 Agustus 2019 di Bandara Schiphol, Belanda.
Meskipun tak ada keterangan resmi dalam rangka apa pesawat tersebut berada di sana, namun, itu sebetulnya tidak begitu aneh mengingat Garuda Indonesia memang mempunyai penerbangan ke sana. Selain itu, bandara tersebut juga menjadi hub Eropa Garuda, melengkapi Jepang melalui Bandara Tokyo Haneda yang menjadi hub Asia maskapai.
Sebelum dicat livery retro, pesawat tersebut diketahui sempat menggunakan livery brand logo Garuda Indonesia saat ini. Pesawat tertangkap kamera terakhir kali menggunakan livery itu pada 16 Juli 2018 silam juga di Bandara Schiphol, Belanda.
Setahun berikutnya atau pada 5 April 2019, PK-GIK kembali tertangkap kamera di bandara yang sama menggunakan Retro livery Brand Logo 1969-1985 untuk pertama kalinya.
Sejak awal menggunakan Retro livery Brand Logo 1969-1985, PK-GIK bisa dibilang tidak sepenuhnya me-retro livery tersebut.
Sebab, livery asli brand logo 1969-1985 dilengkapi warna silver setelah warna merah, oranye, dan putih di badan pesawat. Bahkan, warna silver pada pesawat meliputi bagian labung, sayap, mesin, dan horizontal stabilizer pesawat. Contohnya pada pesawat DC-10-30 ini.
Meski belum ada keterangan resmi dari pihak Garuda Indonesia terkait hal ini, namun, rasanya hal itu erat kaitannya dengan problem teknis atau berbau ilmiah.
Dilansir rd.com, seorang professor Aeronautics and Astronauctics di MIT (Massachusetts Institute of Technology), John Hansman mengatakan bahwa penggunaan warna terang di badan pesawat diperuntukkan supaya bisa memantulkan sinar matahari.
“Selain itu, penggunaan warna terang juga bisa meminimalisir pemanasan dan kerusakan pada mesin akibat radiasi matahari,” imbuh John. Bahkan, beberapa jalan di Amerika juga mengecat putih jalannya dengan alasan yang sama.
Penggunaan warna putih di pesawat sedikit banyaknya akan meminimalisir biaya pendinginan di dalam kabin, dan juga melindungi beberapa bagian pesawat yang rentan mengalami kerusakan akibat panas. Tidak hanya selama mengudara, warna putih ini juga akan memantulkan sinar matahari selama mereka parkir di landasan.
Baca juga: Mengapa Maskapai Gunakan Livery Khusus? Inilah Jawabannya
Tidak hanya itu, dihimpun dari sumber lain, penggunaan warna putih juga akan memudahkan petugas untuk melakukan pengecekan sebelum dan sesudah pesawat mengudara.
Biasanya para petugas akan memeriksa apakah bagian badan pesawat ada yang retak, penyok, atau kerusakan lain yang memungkinkan pesawat mengalami kendala saat mengudara. Dapat dibayangkan jika pesawat menggunakan warna gelap seperti hitam atau biru tua termasuk juga silver yang tergolong warna gelap, tentu akan sulit menemukan kerusakan tersebut.