Pandemi Covid-19 memang mengubah banyak hal di industri penerbangan, tak terkecuali lounge. Di antara berbagai layanan lebih yang ditawarkan bandara atau maskapai, lounge adalah salah satunya. Lounge bisa dibilang menjadi satu kesatuan utuh -tentu saja dengan didukung berbagai layanan on board- dalam upaya menarik pelanggan agar tetap setia dengan satu maskapai.
Baca juga: Lounge Kembali Buka, Qantas Hilangkan Prasmanan, Pemanggang Roti dan Pembuat Pancake
Dengan dasar itu, tak jarang, maskapai rela melakukan investasi besar-besaran di lounge yang menjadi hub mereka, baik internasional maupun nasional. Singapore Airlines, misalnya, pada tahun lalu, sampai rela merogoh kocek hampir setengah triliun rupiah hanya untuk merombak total Lounge SilverKris dan KrisFlyer Gold yang terletak di Terminal 3 Bandara Internasional Changi.
Maskapai lain tentu tak ingin ketinggalan. Tahun lalu, Qantas juga mulai menghadirkan lounge first class khusus dengan menawarkan desain dengan kualitas udara dan cahaya yang brilian serta terhubung langsung ke alam. Di tahun yang sama, Cathay Pacific juga berinovasi dengan menghadirkan fasilitas yoga dan meditasi di lounge Bandara Hong Kong.
Selain dihadirkan khusus oleh maskapai, pengelola bandara juga tentu berinovasi untuk menghadirkan lounge mewah nan memanjakan penumpang. Republik Dominika, misalnya, punya lounge mewah di Bandara Punta Cana dengan fasilitas tambahan berupa kolam renang yang langsung menghadap ke apron.
Bandara internasional Dubai (DBX) di Uni Emirat Arab juga menawarkan inovasi lebih lewat konsep The Sleep ‘n Fly Lounge. Lounge tersebut menawarkan 27 kabin private untuk para traveler yang ingin tidur sejenak.
Selain menawarkan berbagai view serta fasilitas ciamik, makanan dan minuman tentu juga tak luput dari perhatian pengelola bandara dan maskapai. Sayangnya, pandemi Covid-19 yang masih menghantui penumpang memaksa terjadinya kurang lebih empat perubahan di lounge, dimana dua di antaranya menyangkut makanan.
Dilansir Simple Flying, empat perubahan tersebut meliputi physical distancing, tak ada layanan prasmanan, makanan dan minuman yang disajikan oleh staf, hingga disinfeksi secara berkala.
Baca juga: Dongkrak Pengalaman Penumpang, Singapore Airlines Siap “Rombak” Lounge di Changi
Physical distancing yang diterapkan tentu akan berdampak pada berkurangnya daya tampung lounge sehingga mengurangi pelayanan. Begitu juga dengan hilangnya layanan prasmanan. Dengan memilih langsung makanan dan minuman yang diinginkan, penumpang tentu akan merasa lebih nyaman ketika menyantap. Lain halnya ketika penumpang sudah dibagikan makanan di dalam sebuah box tanpa bisa memilih sajian kesukaan mereka.
Bila pun ada prasmanan, penumpang juga tak akan bisa memilih hidangan dengan bebas. Sebab, sajian tetap akan dilayani oleh staf lounge untuk meminimalisir sentuhan berbagai partisi di lounge, sekalipun lounge sudah didisinfeksi secara berkala oleh petugas. Jika sudah begini, masihkan Anda ingin berlama-lama menikmati suasana lounge?