Selain tarif dan kenyamanan di dalam kabin, OTP (On Time Performance) menjadi peringkat teratas dalam indikator kepuasan layanan penerbangan. Dan dalam penyelenggaraan musim Haji 2017, maskapai plat merah Garuda Indonesia telah menorehkan prestasi terbaik untuk indikator OTP setelah merampungkan penerbangan keberangkatan dan pemulangan jamaah Haji 2017 pada 5 Oktober lalu.
Baca juga: 23 Tahun Mengangkasa, Boeing 747-400 Garuda Indonesia Akhiri Masa Tugas
Penyelesaian ini ditandai dengan menerbangkan kloter (kelompok terbang) ke 10 jemaah Haji Lombok dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia GA 8270 dari Madinah. KabarPenumpang.com merangkum bahwa Garuda Indonesia hingga kloter terakhir berhasil memulangkan 107 ribu orang jemaah Haji yang dibagi menjadi 227 kloter sejak awal musim Haji pada 6 September 2017.
Diketahui, dari pihak Humas PT Garuda Indonesia yang ditemui KabarPenumpang.com (17/10/2017), maskapai ini telah menerbangkan 110 ribu penumpang asal Indonesia dari seluruh daerah menuju Madinah untuk ibadah Haji. Ini menjelaskan bahwa saat berangkat keberhasilan mencapai 98 persen dan pulang kembali ke Indonesia mencapai 96 persen dari jumlah jemaah yang berangkat.
Tidak hanya berhasil memberangkatkan dan memulangkan jemaah Haji ke Tanah Air, tetapi Garuda Indonesia juga mengklaim tahun ini Tingkat Ketepatan Waktu Penerbangan (OTP) embarkasi tahun 2017 adalah yang terbaik sepanjang sejarah penerbangan Haji Indonesia. Karena, jika dibandingkan dengan tahun 2016 meningkat 2,34 dan dibandingkan dengan rata-rata capaian OTP layanan haji tahun 2016 sebesar 93 persen.
“Dengan kembalinya seluruh jamaah Haji ke semua debarkasi di Indonesia, maka berakhir pula operasional Haji tahun 2017 ini. Kelancaran operasional penerbangan Haji juga menjadi semakin menggembirakan, karena tingkat ketepatan waktu penerbangan atau OTP juga membaik. Semoga dukungan dan kerja sama yang baik ini kiranya mendatangkan keberkahan dan kemuliaan bagi kita semua,” ucap Direktur Produksi Garuda Indonesia, Puji Nur Handayani melalui keterangan resmi, Kamis (5/10/2017).
Baca juga: Al Mashaaer Al Mugaddassah Metro, MRT Unik di Kota Suci Makkah
Di musim Haji 2017 Garuda Indonesia telah melayani penerbangan Haji dari sembilan embarkasi di seluruh Indonesia yang terdiri dari embarkasi Banjarmasin (5.510 jemaah), embarkasi Balikpapan (5.746 jemaah), embarkasi Banda Aceh (4.463 jemaah), embarkasi Jakarta (22.790 jemaah), embarkasi Lombok (4.546 jemaah), embarkasi Medan (8.375 jemaah), embarkasi Padang (6.337 jemaah), embarkasi Solo (33.892 jemaah) dan embarkasi Makassar (15.867 jemaah).
Walaupun salah satu destinasi wisata terindah di Indonesia ini sulit dijangkau, Raja Ampat tetap memiliki daya tarik tersendiri yang akhirnya membuat wisatawan lokal maupun mancanegara mengunjungi tempat ini. Maka dari itu, untuk menunjang perjalanan ke Raja Ampat yang terletak di Papua, Sriwijaya Air Group rencananya akan membuka rute penerbangan baru yang dapat diakses melalui Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, dan Makasar.
Baca Juga: Di Lokasi Ekstrim, Pulau Saint Helena Kini Punya Bandara Internasional
Sebagaimana yang dihimpun KabarPenumpang.com dari berbagai sumber, selain memudahkan wisatawan, pembukaan rute baru ini juga merupakan bentuk dukungan Sriwijaya Air Group terhadap program pemerintah. “Layanan baru ini akan dimulai pada 21 Oktober. Ini adalah bentuk dukungan kami untuk program pemerintah,” ungkap manajer komunikasi senior perusahaan, Agus Soedjono. “Rute baru ini juga membantu warga setempat untuk melakukan perjalanan ke wilayah lain di Indonesia,” tambahnya.
“Pembukaan penerbangan ke Raja Ampat ini demi memuaskan dahaga masyarakat Indonesia dan internasional untuk mengunjungi tempat wisata eksotik di wilayah kepala burung Pulau Papua tersebut,” ujar Agus. Dengan hadirnya penerbangan tersebut, maka akses dari dan ke Raja Ampat akan lebih mudah. Tidak hanya Raja Ampat, Sriwijaya Air Group juga berencana membuka penerbangan baru ke tempat lain di Papua seperti Fakfak dan Kaimana.
Agus berharap, hadirnya penerbangan menuju Raja Ampat ini dapat meningkatkan pemasukan negara dari sektor pariwisata nasional, baik itu dengan mendatangkan wisatawan domestik maupun internasional ke Papua. “Sektor pariwisata sudah menjadi ujung tombak Pemerintah dalam meningkatkan perekonomian daerah dan nasional,” tukasnya.
Raja Ampat. Sumber: vebma.com
Dilansir dari sumber yang berbeda, Agus mengatakan penerbangan ini akan dilayani dengan integrasi dua maskapai yaitu Sriwijaya Air dan anak perusahaannya, NAM Air. Mengingat medan di sana yang cukup ekstrim, maka semua penerbangannya akan terlebih dahulu transit di Sorong, alu dilanjutkan dengan menggunakan pesawat ATR 72-600 menuju Raja Ampat, Kaimana dan Fak-fak milik Sriwijaya Air yang baru saja didatangkannya pada bulan Juli kemarin.
Baca Juga: Dielukan dan Selalu Dicari, Inilah Serba Serbi Low Cost Carrier
Sriwijaya Air Group sendiri mengaku dengan senang hati akan membuka rute penerbangan lainnya yang dapat membantu mendongkrak sektoro pariwisata di Indonesia. “Sriwijaya Air Group akan senantiasa mendukung program-program Pemerintah dengan membuka penerbangan ke berbagai tempat wisata yang potensial di tanah air.” Tutup Agus.
Bandara Silangit sebentar lagi akan menjadi bandara internasional, tepatnya pada 28 Oktober mendatang, dimana akan dimulai penerbangan perdana untuk rute Silangit – Singapura yang dilayani oleh Garuda Indonesia. Dengan adanya jalur penerbangan internasional, maka akan memudahkan wisatawan mancanegara untuk mengakses obyek wisata Danau Toba yang menjadi salah satu destinasi favorit di Sumatera Utara.
Baca juga: Dengan Infrastruktur Baru, Bandara Silangit Kini Siap Terima Penumpang Internasional
“Kami ingin memperluas konektivitas domestik dan internasional antara Silangit dan kota-kota di sekitarnya,” kata Presiden Direktur Garuda Indonesia Pahala Mansury dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (18/10).
Tak hanya memperkuat konektivitas, rute ini menjanjikan potensi pariwisata dan ekonomi karena melibatkan penerbangan langsung dari Singapura yang menjadi hub tersibuk di Asia Tenggara. Penerbangan yang dilakukan dari Silangit menuju Singapura menghabiskan waktu satu jam setengah dengan frekuensi penerbangan tiga kali dalam seminggu.
Untuk melayani penerbangan dari Silangit ke Singapura dan sebaliknya, Garuda Indonesia akan menggunakan pesawat twinjet Bombardier CRJ1000 buatan Kanada dengan kapasitas 96 kursi.
“Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Perhubungan, yang telah memfasilitasi industri penerbangan nasional melalui perbaikan infrastruktur bandara negara, terutama Bandara Silangit. Kami juga bersyukur Kementerian Pariwisata telah memfasilitasi dan mendukung penuh jaringan penerbangan kami, terutama untuk tujuan wisata potensial, “kata Pahala.
Baca juga: Bandara Silangit Terintegrasi Shuttle Bus Menuju Pulau Samosir
Rute baru ini meruakan bagian dari kerjasama Garuda Indonesia dengan Otoritas Pariwisata Toba, kedepannya diharapkan bisa mendongkrak kunjungan wisatawan mancanegara dari Singapura. Jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia meningkat 0,6 persen menjadi 945.008 dari Januari hingga Agustus 2017 dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.
Pihak Humas Garuda Indonesia mengatakan kepada KabarPenumpang.com bahwa penerbangan Silangit tujuan Singapura akan dimulai dengan penerbangan charter. Sedangkan kedepannya untuk menjadi penerbangan reguler akan melihat pasar penerbangannya dan antusias dari wisatawan yang menuju destinasi di Sumatera Utara.
Dari spesifikasi, pesawat Bombardier CRJ1000 mampu terbang hingga jarak 2.491 km dengan kecepatan maksimum 870 km per jamnya. Baru-baru ini pesawat Bombardier CRJ700 Garuda Indonesia mengalami jet blas atau engine blast dan menyebabkan tangga pesawat Airbus A320 milik Batik Air ID 6356 jatuh menimpa tiga orang di Bandara Ahmad Yani Semarang.
BUMN PT Angkasa Pura I (Persero) diwartakan telah menerima penghargaan prestisius tingkat dunia Airport Service Quality (ASQ) Awards 2017 dari Airport Council International (ACI) untuk dua bandara yang di kelolanya, yakni Bandara Internasional I Gusti Gurah Rai dan Bandara Sultan Hasanuddin Makssar. Pemberian penghargaan ini dilangsungkan dalam ajang 27th Airport Council International Africa/World : Annual General Assemby Conference & Exhibition di Mauritius, Afrika pada 17-18 Oktober 2017 kemarin.
Baca juga: Ada Lima Bandara Pionir di Indonesia, Semuanya Buatan Belanda Lho!
Sebagai informasi, pencapaian prestisius dua bandara yang dikelola PT Angkasa Pura I di tingkat dunia ini sebelumnya telah diumumkan pada Maret 2017 lalu oleh ACI, dimana Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali berhasil meraih gelar “The 3rd World Best Airport 2016” untuk kategori bandara dengan 15-25 juta penumpang per tahun, serta Bandara Sultan Hasanuddin Makassar yang menjadi “The Most Improved Airport in Asia-Pacific 2016”.
Penghargaan tersebut diserahkan oleh Director General ACI Angela Gittens kepada Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero) Danang S. Baskoro yang didampingi oleh General Manager Bandara Sultan Hasanuddin Makassar Cecep Marga Sonjaya dan perwakilan manajemen Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali Bali I Made Sutiwa pada 17 Oktober lalu.
ASQ merupakan satu-satunya program benchmarking global yang mengukur tingkat kepuasan penumpang di bandara yang dilakukan oleh ACI, sebuah organisasi kebandarudaraan terkemuka di dunia yang berbasis di Montreal, Kanada.
“Pengakuan ini merupakan bukti nyata atas kerja keras yang terus kami lakukan dan fokus kami untuk meningkatkan pelayanan kepada para penguna jasa bandara, sekaligus sebagai perwujudan visi perusahaan. Kami selalu berupaya untuk memberikan pelayanan pelanggan yang berkualitas sehingga tercipta pengalaman pelanggan yang baik. Menciptakan budaya pelayanan secara terus menerus sebagai keunggulan kompetitif dapat mengoptimalkan kinerja bagi peningkatan pendapatan non-aeronautika,” ujar Direktur Utama AP I Danang S. Baskoro yang dikutip KabarPenumpang.com dari siaran pers (18/10/2017).
Baca juga: Diminati Investor, Angkasa Pura I Raih Kembali Peringkat Triple A dari Pefindo
Director General ACI Angela Gittens juga mengatakan, “Bandara memainkan peran penting dalam perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat di tingkat negara, regional, dan dunia pada umumnya. Kita harus menyusun strategi untuk pembangunan berkelanjutan bagi masyarakat”.
“Bandara-bandara ini telah mendedikasikan diri untuk memberikan pengalaman pelanggan yang luar biasa. ACI dengan bangga mengakui pencapaian ini dan kami berharap dapat mencaricara yang lebih efektif, efisien, dan menguntungkan untuk melayani perjalanan udara masyarakat,” tambah Angela Gittens.
Citilink, maskapai penerbangan berbiaya rendah, yang juga anak perusahaan dari Garuda Indonesia kini sedang menunggu kedatangan pesawatnya yang ke-50 pada 26 Oktober mendatang. Kedatangan pesawat ke-50 ini juga menjadi penyelesaian target low cost carrier tersebut untuk menghadirkan 50 armada pada akhir tahun ini.
Baca juga: Airbus A320Neo: Tawarkan Kabin Lebih Senyap, Inilah Pesawat Terbaru Citilink
Armada terbaru ini, Citilink masih menggunakan tipe pesawat Airbus A320neo yang memiliki lorong kabin tunggal (narrow body). Vice President Corporate Communication Citilink, Benny S Butarbutar mengatakan, tambahan armada baru ini nantinya akan memperkuat konektivitas Citilink di wilayah Indonesia Timur.
“Pada 26 Oktober diperkirakan pesawat baru Citilink sudah tiba dan segera memperkuat armada Citilink. Khususnya untuk membuka konektivitas di timur Indonesia,” ujar Benny yang dikutip KabarPenumpang.com dari laman kontan.co.id, Rabu (18/10/2017).
Hal ini karena, masih sedikit maskapai yang memiliki rute tujuan Indonesia bagian timur. Tak hanya itu, tingkat penumpang Citilink yang menuju Indonesia bagian timur cukup bagus, sehingga ada kemungkinan penambahan tiga rute di tiga kota pada Indonesia bagian timur.
Adanya tambahan armada ini, membuat pihak Citilink optimis bisa mencapai target mengangkut 12,4 juta penumpang hingga akhir tahun 2017. Diketahui, hingga September 2017 kemarin, Citilink sudah mengangkut penumpang sebanyak 8,9 juta.
“Sampai September kinerja keuangan Citilink dinyatakan baik walau di awal tahun mengalami tekanan sebagai dampak ekonomi global dan bahan bakar, tapi di peak season membaik, sesuai siklus industri penerbangan,” tambahnya.
Baca juga: Dorong Potensi Wisata, Citilink Buka Rute Baru Medan-Yogyakarta
Benny mengatakan, untuk memenuhi target tahun 20i7 ini, momen peak season di akhir tahun bisa menjadi salah satu peluangnya. Ini karena banyak masyarakat Indonesia yang berlibur bahkan pulang ke kampung menikmati liburan panjang. Untuk mengantisipasi, pihak Citilink telah mempersiapkan layanan extra flight.
Terkait masalah pendanaan, PT Citilink Indonesia telah mendapatkan pinjaman dana segar US$15 juta dari PT Garuda Indonesia yang ditandatangani pada 29 September 2017. Jangka waktu pinjaman ini selama 13 bulan dan merupakan transaksi afiliasi mengingat Citilink adalah anak usaha dari Garuda Indonesia.
“Dasar pertimbangan perseroan melaksanakan transaksi tersebut adalah untuk memperkuat struktur permodalan Citilink di tengah persaingan industri penerbangan yang sangat kompetitif, khususnya segmen Low Cost Carrier (LCC),” ujar Helmi Imam Satriyono, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda dalam keterbukaan informasi, Selasa (3/10).
Transaksi afiliasi ini dikecualikan dari kewajiban untuk mengumumkan keterbukaan informasi kepada masyarakat, pasalnya ini merupakan transaksi perseroan dengan perusahaan terkendali yang sahamnya atau modalnya dimiliki secara langsung ataupun tidak langsung paling kurang 99 persen.
Dunia penerbangan Tanah Air kembali menuai prestasi, dimana Garuda Indonesia berhasil menyabet predikat sebagai maskapai penerbangan bintang lima versi The Airline Passenger Experience Association (APEX). Penganugerahan tersebut dilakukan pada saat APEX Award Ceremony Expo 2017 yang diadakan di Long Beach, California beberapa waktu lalu.
Baca Juga: 23 Tahun Mengangkasa, Boeing 747-400 Garuda Indonesia Akhiri Masa Tugas
Asosiasi nirlaba untuk peningkatan pengalaman penumpang penerbangan yang bermarkas di New York tersebut memilih Garuda Indonesia sebagai satu dari 22 maskapai global yang diumumkan sebagai Five Star Recipients of the 2018 Official Airline Ratings, yang merupakan program pemeringkatan penerbangan pertama yang didasarkan pada feedback penumpang yang terverifikasi dan tersertifikasi.
Sebagaimana yang dihimpun KabarPenumpang.com dari berbagai sumber, Direktur Utama Garuda Indonesia, Pahala N Mansury mengatakan bahwa penganugerahan predikat tersebut semakin menegaskan posisi Garuda Indonesia sebagai pemimpin penerbangan global dalam hal pengalaman dan kenyamanan penumpang.
“Keberhasilan Garuda meraih predikat sebagai maskapai bintang lima merupakan wujud dari komitmen serta hasil kerja keras seluruh karyawan dalam memberikan layanan terbaik kepada para pengguna jasa,” tukas orang nomor satu di Garuda tersebut dalam sebuah pernyataan. “Kami juga mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh pengguna jasa sehingga Garuda Indonesia bisa meraih predikat prestisius ini,” imbuhnya.
APEX berkolaborasi dengan TripIt® dari Concur®, sebuah aplikasi pengorganisasian perjalanan dengan rating tertinggi di dunia, untuk mengumpulkan feedback penumpang secara anonim berdasarkan pengalaman perjalanan mereka yang telah diverifikasi. Dengan menggunakan skala lima bintang, lebih dari 500.000 penerbangan dinilai oleh pengguna jasa dari seluruh penjuru dunia. Periode polling tersebut berlangsung sejak 24 Oktober 2016 hingga 31 Juli 2017 kemarin.
Dilansir dari sumber lainnya, adapun lima aspek yang menjadi penilaian dalam penganugerahan gelar ini meliputi kenyamanan kursi, layanan kabin, makanan dan minuman, hiburan, dan WiFi. Untuk masalah layanan kabin sendiri, Garuda Indonesia memiliki beberapa nilai tambahan yang mereka adopsi langsung dari kearifan lokal.
Baca Juga: Demand Melonjak, Garuda Indonesia Tambah Jadwal Penerbangan Denpasar-Melbourne
Sebagaimana yang dikatakan langsung oleh Senior Manager Public Relation Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan kepada KabarPenumpang.com (17/10/2017), pelayanan yang diberikan oleh maskapai plat merah ini tidak lepas dari unsur kearifan lokal yang sangat melekat erat dengan budaya bangsa Indonesia sendiri. “Sebut saja seperti senyum para awak kabin yang ikhlas, selalu menunduk ketika berbicara dengan penumpang (karena di adat Indonesia tidak sopan ketika harus berbicara dengan orang duduk tanpa membungkuk),” ujarnya.
Ditambah lagi, di beberapa jurusan, akan diputarkan lagu daerah khas Indonesia yang akan memberikan kesan tersendiri kepada para penumpangnya. “Ya, kami bekerja sama dengan Adi MS untuk mengaransemen beberapa lagu daerah dengan konsep orkestra. Direkamnya juga di Praha,” terang Ikhsan. Maka tidak heran jika impresi yang coba ditawarkan oleh Garuda Indonesia menentukan predikat yang mereka raih kemarin.
“Becak, becak, tolong bawa saya. Saya duduk sendiri, sambil mengangkat kaki…”
Penggalan lirik lagu anak-anak tersebut terdengar tidak asing di telinga kita, menceritakan tentang seorang anak kecil yang hendak bertamasya menggunakan becak berkeliling kota. Sedikit banyaknya, kehadiran transportasi berbasis online mempengaruhi eksistensi dari moda darat tiga roda tersebut. Tapi, tidak sedikit juga masyarakat yang tetap mempercayakan becak sebagai tumpuan transportasi mereka.
Baca Juga: Ford Hadirkan Layanan Bike Sharing, Kok Bisa?
Walaupun di Ibu Kota sudah jarang terlihat, namun becak masih digandrungi oleh masyarakat di daerah lainnya di Indonesia, sebut saja Yogyakarta. Di Kota Pelajar ini, Anda akan menemukan ratusan becak mangkal di sekitaran daerah Malioboro. Mereka siap mengantarkan Anda berkeliling, menyusuri sudut kota Yogyakarta yang masih sangat kental nuansa Keratonnya. Namun, jangan sampai Anda terkecoh ketika sang pengemudi becak mematok harga yang tinggi, atau menawarkan perjalanan ke daerah yang tidak ingin kunjungi. Anda disarankan untuk menawarnya terlebih dahulu di muka.
Selain menempati tempatnya sebagai bagian dari khasanah kota Yogyakarta, becak-becak di kota ini pun mendapat perlakuan khusus dari otoritas setempat. Sebagaimana yang dihimpun KabarPenumpang.com dari berbagai sumber, Peraturan walikota Jogja Nomor 25 tahun 2010 mewajibkan becak dan andong/kereta kuda memiliki Surat Ijin Operasional Kendaraan Tidak Bermotor (SIOKTB) untuk dapat beroperasi. Dengan SIOKTB tersebut becak juga harus dilengkapi dengan Tanda Nomor Kendaraan Tidak Bermotor (TNKTB). Jadi Anda jangan heran ketika melihat becak-becak di sini menggunakan plat kuning.
Taksi Velo. Sumber: lprs1.fr
Nampaknya tren becak juga merambah kota fesyen, Paris. Di sini, terdapat juga becak yang siap mengantarkan Anda berkeliling kota, khususnya di seputaran ikon kota tersebut, Menara Eiffel. Taksi Velo, nama moda darat non emisi ini, memiliki sedikit perbedaan dengan becak domestik. Perbedaan tersebut terletak di bagian kemudinya – Pengemudi taksi velo berada di depan, sedangkan becak domestik pengemudinya berada di belakang.
Kendaraan ini banyak diminati oleh wisatawan yang datang, selain memiliki desain yang unik, taksi velo ini juga disebut-sebut nyaman untuk ditumpangi. Maka tidak heran jika wisatawan yang datang ke Paris, tidak melewatkan kesempatan untuk naik moda unik yang satu ini. Anda harus menyiapkan dana sebesar 20 Euro atau setara dengan Rp240.000 untuk sekali perjalanan. Jika harga tersebut dirasa mahal, Anda juga bisa memilih menyewa taksi velo ini dengan budget 300 Euro atau setara dengan Rp3,7 juta per hari.
Ternyata tidak hanya Paris, di Belanda pun tren becak mulai menanjak manakala seorang pemuda membeli dan membawa pulang becak khas Yogyakarta. Alih-alih menjadikannya pajangan, pemuda yang diketahui bernama Daan Goppel ini menjadikan becak yang ia beli sebagai salah satu sarana transportasi yang akan mengangkut penumpang menyusuri lokasi bersejarah disana, termasuk bangunan bersejarah Belanda –Indonesia.
Baca Juga: Uber Menghilang di Kota Malang
Daan juga tidak hanya diam selama melakukan tur, tapi ia juga sembari menceritakan tentang sejarah dari tempat yang ia lewati. Kecintaannya yang besar terhadap becak diakui Daan mulai tumbuh ketika ia belajar Bahasa Indonesia di Universitas Indonesia pada tahun 2013 silam. “Ini adalah pengalaman yang luar biasa mengendarai becak dengan penumpang. Anda tak mendengar suara mesin dengan kecepatan yang bisa untuk menikmati pemandangan. Ini adalah sarana transportasi yang ideal. “ungkapnya dikutip dari laman tribunnews.com (23/8/2017).
Sumber: kanal247.com
Tentu, ini merupakan sebuah ironi ketika sarana transportasi tradisional seperti becak mulai digemari oleh masyarakat dari Benua Biru, sedangkan keberadannya di Indonesia seolah dipandang sebelah mata dan pamornya mulai kalah dengan moda transportasi berbasis online. Sudah barang pasti ini bertolak belakang dengan program pemerintah yang selama ini dijalankan, yaitu usaha untuk mengurangi tingkat polusi di Ibu Kota. Bagaimana bisa orang asing lebih cinta dengan kearifan lokal ketimbang warga pribuminya sendiri?
Maraknya penerbangan drone membuat dunia aviasi sedikit kewalahan karena semakin bertambahnya moda udara yang harus dipantau agar tidak mengakibatkan kecelakaan di lalu lintas udara. Tercatat, Unmanned Aircraft Systems (UAS) atau yang lebih dikenal dengan sistem pesawat tanpa awak sudah menyebabkan gangguan di bandara di seluruh dunia, bahkan KabarPenumpang.com melansir dari cnet.com (19/7/2017), beberapa diantara kasus UAS tersebut menimbulkan korban luka, tentu hal tersebut perlu mendapat perhatian khusus manakala sejumlah perusahaan tengah mempersiapkan sejumlah moda transportasi masa depan.
Baca Juga: Survei: Keraguan Masyarakat Bakal Jadi Penghambat Kehadiran Drone Penumpang
Sebuah perusahaan perangkat lunak yang bermarkas di Santa Monica, AirMap merupakan sebuah platform yang akan bertugas untuk mengatur lalu lintas drone. AirMap menggabungkan data dari berbagai sumber yang mencakup lalu lintas udara, cuaca, hingga batasan peraturan. Informasi yang disebarkan oleh pesawat tanpa awak seperti DJI dan Yuneec akan membantu mencegah pilot penerbangan konvensional terbang ke koordinat yang seharusnya tidak mereka lalui.
Gangguan dari drone biasanya ditemui saat pesawat konvensional terbang di ketinggian rendah, karena lalu lintas drone tidak akan ditemui di atas ketinggian 30.000 kaki. CEO dari AirMap, Ben Marcus mengatakan sistem pemantauan ini merupakan sebuah indeks dari apa yang terjadi secara real time. “Disajikan dalam tampilan 3 dimensi,” tuturnya. “Bisa dikatakan, ini semacam peta untuk kendaraan otonom. Di sini, orang-orang yang berwenang dituntut untuk bisa menggunakannya, karena drone-drone tersebut merupakan hasil buah tangan manusia,” tambah Ben.
Baca Juga: Wow! Uber Canangkan Program Taksi Drone
Sebelum lepas landas, operator pesawat tak berawak diminta untuk mengirimkan rencana penerbangan yang dianalisis untuk memberi tahu mereka tentang kondisi cuaca atau apakah mereka melanggar peraturan di wilayah udara. Kemudian petugas bandara, khususnya di ATC (Air Traffic Control) selaku pengelola lalu lintas wilayah udara juga dapat mengakses data dari AirMap dan berkomunikasi langsung dengan operator drone yang telah mengirimkan informasi mengenai rencana penerbangan dan nomor telepon mereka. Ada 130 bandara di AS, termasuk LAX (Los Angeles) dan Houston George Bush Intercontinental yang saat ini menggunakanAirMap sebagai salah satu platform mereka. Platform seperti AirMap dinilai sangat ideal untuk memantau penerbangan pesawat tak berawak.
Sementara itu, teknologi di dunia aviasi memiliki radar drone yang bisa saja dipasang di pesawat tanpa awak tersebut, namun tetap saja teknologi tersebut memiliki kelemahan. Bukan dari segi kemampuannya, melainkan dari harganya. “Ini pada dasarnya adalah radar kelas militer yang harganya sangat tinggi,” tutur Kevin Hightower, kepala produk di AirMap.
Teknologi penerbangan terus bergerak pesat, merujuk kepada kata efisiensi dan efektivitas, beragam inovasi tak pernah sepi diperkenalkan. Salah satu yang terbilang baru adalah konsep pasokan energi revolusioner untuk mendukung operasional di kabin pesawat penumpang. Seperti yang belum lama ini dirilis Diehl Aerosystems dari Jerman, yang memperkenalkan teknologi Distributed Autonomous Cabin Power (DACAPO), solusi yang menjanjikan energi yang tak terbatas dalam kabin pesawat.
Baca juga: Maskapai Pacu Kemampuan WiFi dalam Penerbangan
DACAPO dikembangkan dengan menggandeng lembaga penelitian Fraunhofer ICT IMM dan German Aerospace Center (DLR) yang turut mengembangkan Modular Autonomus Galley with Integrated Power Cell (MAGIC), yaitu troli makanan pada kabin yang juga bisa menjadi pembangkit listrik untuk dapur dengan menggunakan campuran air propilen glicol sebagai bahan bakarnya.
Maret 2016 menjadi pembuktian pertama konsep pembangkit tenaga listrik dari propilen glicol berhasil dilakukan di laboratorium. “Pencapaian ini merupakan pembuktian bahwa kita berada pada jalur inovasi yang tepat,” ujar Benno Petersen, Kepala Inovasi dan R&T Diehl Aerospace yang dilansir KabarPenumpang.com dari apex.aero (12/10/2017).
Sederhananya troli diisi dengan daya bahan bakar dan bertindak menjadi pembangkit listrik di dapur. Bahan bakar campuran propilen glicol ini sangat aman dan sangat mudah ditemukan karena sebelumnya digunakan sebagai pendingin di pesawat terbang.
Penerapan BYOD (Bring on Your Device) pada kabin penumpang dipercaya akan semakin meningkat tajam, dimana penumpang dapat secara masif menggunakan gadget (smartphone/tablet/laptop) di dalam kabin berkat adanya fasilitas WiFi onboard. Dalam skema WiFi onboard bakal lebih banyak konsumsi energi pada kabin, mengingat gadget yang terkoneksi WiFi perlu mendapat pasokan listrik untuk charging baterai. Berangkat dari kebutuhan energi pada kabin yang terus meningkat, troli MAGIC hadir sebagai solusi.
Baca juga: Tahun 2020, Dipercaya 14.419 Pesawat Komersial Gunakan Akses WiFi di Kabin
Diehl Aerosystems sendiri merupakan peserta reguler Chrystal Cabin Award (CCA) tahun 2017 ini dan memenangkan kategori Cabin System. Pengajuan CCA harus melengkapi inovasi paling signifikan dalam interior pesawat terbang, teknologi onboard, kenyamanan penumpang, efisiensi, keselamatan dan desain yang masih berfungsi. CCA berikutnya pada tahun 2018 akan mencakup tujuh kategori dan termasuk hiburan serta konektivitas inflight yang menjadi pendatang baru. Nantinya pemenang CCA akan diumumkan pada Aircraft Interiors Expo pada 10-12 April mendatang di Hamburg, Jerman.
Mungkin generasi ‘jaman now’ tak terlalu mengingat bahwa Garuda Indonesia juga menjadi salah satu operator pesawat jumbo jet Boeing 747-400, pesawat untuk rute jarak jauh dengan empat mesin ini nyatanya sudah mendukung penerbangan Garuda Indonesia sejak tahun 1994. Dijuluki sebagai Queen of the Skies, Boeing 747-400 Garuda Indonesia terakhir melayani penerbangan pada 6 Oktober 2017 kemarin saat melayani kepulangan jamaah Haji dari Madinah menuju Makassar.
Baca juga: Fokker F-28, Pernah Menjadi Tulang Punggung Armada Garuda Indonesia
Tak terasa pesawat ini sudah melintasi langit dunia selama kurun waktu 23 tahun dengan 89.000 jam terbang dan 15512 flight cycle. Penerbangan terakhir PK-GSH ini menandai masa pensiun seluruh Boeing 747-400 milik Garuda Indonesia. Selama pengabdian 23 tahun bersama Garuda Indonesia, ada tiga pesawat Boeing 747-400 yang dioperasikan dengan nomor registrasi PK-GSI, PK-GSG dan PK-GSH. Dan saat ini 747-400 ini berada di hanggar 4 GMF AeroAsia.
Boeing 747-400 merupakan pesawat dengan ukuran terbesar dari sejumlah armada yang dioperasikan Garuda Indonesia. Pesawat ini menampung penumpang dengan kapasitas 428 orang yang terdiri dari 42 kursi kelas eksekutif dan 386 sisanya dikelas ekonomi dengan AVOD (Audio and Video on Demand) yang hanya tersedia di kelas eksekutif.
Pesawat ini membuktikan kehandalannya dengan menggabungkan keunggulan Aerodinamis dari masing-masing model Boeing 747. Winglet memberikan efek sayap yang melebar namun tanpa melebihi slot bandara standar. Boeing 747-400 juga dikenal dengan daya tahannya terbang long range nonstop dengan kecepatan lebih tinggi serta mampu mengangkut lebih banyak payload baik penumpang maupun kargo.
Senior Manager Public Relations Garuda, Ikhsan Rosan mengatakan, selain sebagai armada penerbangan Haji dan Umroh, pesawat ini juga bisa menjadi penerbangan charter. Tak hanya itu, Ikhsan menambahkan Boeing 747-400 bisa digunakan sebagai pesawat sapu jagat dalam misi penerbangan khusus.
Baca juga: DC-10 30, Kenangan Pesawat Trijet Jarak Jauh di Era Keemasan Garuda Indonesia
“Sebagai pesawat sapu jagat di domestik biasanya membantu mengangkut penumpang yang tidak bisa terangkut maskapai akibat bencana alam atau yang lainnya,” ujar Ikhsan yang ditemui KabarPenumpang.com di kantornya (17/10/2017).
Pesawat Boeing 747-400 Garuda Indonesia pernah melayani rute penerbangan internasional dan domestik seperti Amsterdam, London, Frankfurt, Munchen, Zurich, Paris, Madrid, Vienna, Tokyo Narita, Nagoya, Osaka, Seoul, Beijing, Shanghai, Hongkong, Taipei, Singapura, Bangkok, Kuala Lumpur Jeddah, Riyadh, Dammam, Madinah, Abu Dhabi, Kairo, Melbourne, Sydney, Brisbane, Perth, Ujung Pandang. Surabaya, Medan, Padang, Palembang, Balikpapan, Banda Aceh, dan Jakarta.
Pada tahun 2000, pesawat Boeing 747-400 Garuda Indonesia pernah membawa Presiden Gus Dur dalam kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat. Pesawat ini juga pernah terbang nonstop kurang lebih 13 jam dari Munich ke Halim Perdanakusuma untuk melayani penerbangan khusus menjemput jenazah Almarhumah Ainun Habibie, istri mantan Presiden RI BJ Habibie.
Pensiunnya pesawat ini bukan karena kendala teknis dan usia, namun lebih kepada biaya operasional yang tidak sesuai dengan tingkat okupansi penumpangnya. Dengan purna tugasnya pesawat ini, belum jelas akan diapakan jumbo jet tersebut, ada yang menyebut Boeing 747-400 legendaris itu akan dijual oleh Garuda Indonesia.