Mengapa Rasa Bir Berbeda Saat di Pesawat? Ini Jawabannya

Bagi yang suka nge-bir di pesawat pasti sering bertanya-tanya kenapa rasanya tak seenak bir di darat. Padahal bir yang diminum jenis dan mereknya sama. Sudah begitu, mereka yang meminumnya juga dalam kondisi sehat-sehat saja dimana fungsi perasa pada lidah tak ada gangguan apapun. Tapi, kenapa rasa bir ketika diminum di darat dan di pesawat saat mengudara berbeda?

Baca juga: Sajian Makanan di Pesawat Wajib Ekstra Bumbu, Inilah Alasannya!

Di beberapa maskapai, bir termasuk dalam salah satu fokus service mereka. Karenanya, itu sangat dimaksimalkan.

Bukan hanya soal menghadirkan bir apa yang enak di ketinggian dan terkenal, maskapai-maskapai tersebut juga mendatangkan sommelier on board, untuk menyajikan dan memilihkan bir apa yang cocok untuk penumpang, sesuai dengan selera dan sajian makanan mereka.

Maskapai di dunia pada umumnya menawarkan bir-bir terkenal seperti Pale Ales, India Pale Ales, Porter, Stouts, Belgian-Style Ale, dan Wheat Beer. Namun, ada satu bir terkenal dan enak namun tidak pernah ada di penerbangan manapun. Itu adalah draft beer. Sebab, tong atau tepat penyimpanan bir tersebut perlu diberi tekanan setelah fermentasi.

Tekanannya kebanyakan menggunakan karbon dioksida atau campuran karbon dioksida dan gas nitrogen. Memberikan tekanan pada bir setelah difermentasi bukanlah hal baru, melainkan cara kuni. Produsen bir di Republik Ceko dan Slovakia sampai saat ini beberapa di antaranya masih mempertahankan cara itu dan terbukti bir lebih enak dan lembut di tenggorokan.

Sayangnya, dalam penerbangan, karbon dioksida bertekanan tidak diperbolehkan. Itu mengapa bir tersebut (draft beer dan bir sejenisnya yang menggunakan tekanan) tidak tersedia di pesawat.

Meski begitu, bir apapun yang disajikan di pesawat rata-rata memang tidak begitu terasa sempurna alias rasanya berubah. Itu karena di ketinggia 35 ribu kaki, tempat biasa pesawat mengudara, kelembaban sangat rendah, berkisar 6 sampai 10 persen. Ini bahkan jauh lebih rendah dari Gurun Mojave, yang terkenal sebagai kuburan pesawat.

Di sana, sore hari saat musim panas, tingkat kelembaban bisa mencapai 10 persen. Di musim dingin, ini melonjak sampai 30 persen.

Meski secara teori rasa bir di pesawat rasanya dipastikan berubah, dan hal itu pun cukup dimaklumi penumpang, namun beberapa maskapai tak ingin pasrah begitu saja. Salah satunya maskapai Scandinavian Airlines atau yang lebih dikenal sebagai SAS.

Maskapai yang berpusat di Swedia itu menggandeng produsen bir terkenal asal Denmark, Mikkeller. Entah apa yang dilakukan produsen tersebut, bir buatannya diakui SAS dan penumpangnya lebih enak dibanding bir lain saat dicicipi di udara. Saat ini setidaknya sudah ada tujuh bir yang dibuat khusus untuk di udara.

Baca juga: Daftar Maskapai yang Melarang Penumpang Minum-minuman Beralkohol dalam Penerbangan

“SAS meningkatkan permainan sekali lagi. Mungkin rekor dunia untuk ketinggian tertinggi dari setiap mencicipi bir yang pernah dilakukan! Kami menyukai perusahaan ini karena melanggar batas sebagai maskapai komersial,” kata Mikkel Borg Bjergsø, owner dan pendiri Mikkeller, seperti dilansir Simple Flying.

Selain SAS, ada juga Cathay Pacific. Maskapai itu bekerjasama dengan produsen bir terkenal di Hong Kong dan membuat bir khusus di penerbangan bernama Betsy, diambil dari nama pesawat pertama Cathay Pacific.

Hari ini, Singapore Airlines dengan Boeing 787 Kembali Layani Penerbangan ke Bali

Singapore Airlines (SIA) memulai kembali penerbangan ke Bali untuk pertama kalinya sejak bulan Maret 2020. Penerbangan ini berangkat dari Bandara Internasional Changi Singapura pada tanggal 16 Februari 2022 pukul 09:29 (waktu Singapura) dan tiba di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali pada hari yang sama pukul 12:06 (waktu setempat).

Baca juga: Bak Bidadari, Ini Rahasia Kecantikan Pramugari Singapore Airlines

SIA merupakan maskapai penerbangan asing berjadwal pertama yang terbang ke Bali setelah pemerintah Indonesia membuka perbatasan Bali untuk turis mancanegara. Setibanya di Bandara I Gusti Ngurah Rai, pesawat dengan nomor penerbangan SQ 938 ini disambut dengan water cannon salute.

Dikutip dari siaran pers yang diterima KabarPenumpang.com, SIA akan mengoperasikan tujuh penerbangan setiap minggu antara Singapura dan Bali. Dimulainya kembali penerbangan harian ke Bali akan memberikan fleksibilitas dan kenyamanan bagi pelanggan yang ingin melakukan perjalanan menuju dan dari Indonesia.

SIA akan menggunakan armada Boeing B787-10 dengan kapasitas tempat duduk yang dapat menampung 337 penumpang, terdiri dari 36 kursi Business Class dan 301 kursi Economy Class. Pelanggan Business Class dapat beristirahat dengan nyaman, bahkan dalam penerbangan jarak pendek.

Sementara itu, kursi Economy Class yang lebih baik menawarkan lebih banyak ruang dan kenyamanan lebih. Monitor layar sentuh yang lebih besar berukuran 11,1 inci menawarkan lebih banyak kenyamanan bagi pelanggan yang ingin menonton film terbaru di KrisWorld – sistem hiburan dalam penerbangan milik Singapore Airlines, yang telah memenangkan berbagai penghargaan.

Baca juga: Patahkan Rekor Emirates, Singapore Airlines Punya Penerbangan A380 Terpendek dari Singapura ke Kuala Lumpur

SIA terus memantau permintaan dan akan menyesuaikan jaringannya secara berkala untuk menyesuaikan kapasitas dengan permintaan. Tiket penerbangan antara Singapura dan Bali sudah tersedia dan dijual melalui berbagai saluran distribusi SIA.

Tipe Batang Rel yang Berbeda, Bisa Pengaruhi Perjalanan Kereta Api

Kereta api merupakan transportasi berbasis rel. Saat pembangunan saja tak membutuhkan lahan luas dan praktis saat pemasangan. Jalan rel yang terbuat dari besi baja yang ditopang oleh beton – beton yang biasa disebut bantalan serta kancing (baut rel) yang mengikat agar tidak bergeser serta taburan balas sebagai penahan supaya bisa dilalui kereta api dengan kuat.

Baca juga: Ternyata Ada Beragam Jenis Bantalan Rel, Indonesia Pakai Yang Mana?

Di Indonesia rel kereta api memiliki tipe yang berbagai macam. Tergantung dari lokasi atau medan yang dilalui kereta api. Jika daerah yang dilewati memiliki kontur flat/rata, tipe rel kereta api yang digunakan biasanya lebih besar dan cenderung lebih halus dan kereta api bisa berkecepatan lebih tinggi. Sdangkan rel yang dilewati memiliki wilayah yang rawan akan bencana alam, tetap menggunakan rel yang kuat, namun tipe yang sedang. Ini supaya kereta api tidak berjalan dengan kecepatan tinggi. Biasanya rel ini memiliki tikungan tajam karena wilayahnya yang berkelok.

Batang rel terbuat dari besi ataupun baja bertekanan tinggi, dan juga mengandung karbon, mangan, dan silikon. Batang rel khusus dibuat agar dapat menahan beban berat (axle load) dari rangkaian KA yang berjalan di atasnya. Inilah komponen yang pertama kalinya menerima transfer berat (axle load) dari rangkaian KA yang lewat. Tiap potongan (segmen) batang rel memiliki panjang 20-25 m untuk rel modern, sedangkan untuk rel jadul panjangnya hanya 5-15 m tiap segmen. Batang rel dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan berat batangan per meter panjangnya.

Di Indonesia dikenal 4 macam batang rel, yakni R25, R33, R42, dan R54. Misalkan, R25 berarti batang rel ini memiliki berat rata-rata 25 kilogram/meter. Makin besar “R”, makin tebal pula batang rel tersebut. Berikut ini daftar rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar:
A. Rel 25 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 25 (kg).
B. Rel 33 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 33 (kg).
C. Rel 41 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 41 (kg).
D. Rel 42 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 42 (kg).
E. Rel 50 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 50 (kg).
F. Rel 54 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 54 (kg).
G. Rel 60 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 60 (kg).

Baca juga: Rail Anchor, Komponen Penting untuk Cegah Pemuaian Pada Rel Kereta 

Tipe rel paling besar yang digunakan di Indonesia adalah UIC R54) yang digunakan untuk jalur KA yang lalu lintasnya padat, seperti lintas Jabodetabek dan lintas Trans Jawa. Tak ketinggalan lintas angkutan batubara di Sumsel-Lampung yang memiliki axle load paling tinggi di Indonesia. (PRAS – Cinta Kereta Api)

IATA vs ICAO, Apa Bedanya? Berikut Ulasannya

Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) dan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) secara tupoksi jelas berbeda bagi yang mengetahuinya, terutama avgeeks. Tetapi bagi orang awam, ini kerap dianggap dua organisasi internasional sama.

Baca juga: IATA: Industri Penerbangan Global Mulai Membaik, Varian Omicron Datang dan Merusaknya

Orang awam yang menganggap IATA dan ICAO sama saja tentu tidak salah. Dilihat dari beberapa hal, keduanya memang sama. Mulai dari didirikan di periode waktu yang sama, sama-sama berskala internasional, sama-sama concern terhadap safety and environmental protection, sama-sama memiliki standar internasional, dan sama-sama berurusan dengan penerbangan komersial dan penumpang.

Dilansir Simple Flying, IATA secara teknis bisa dibilang sebagai organisasi non-pemerintah yang berperan sebagai asosiasi perdagangan yang mewakili maskapai penerbangan komersial dunia. Sedangkan ICAO sebagai asosiasi antar pemerintah di bawah PBB yang mendukung diplomasi dan kerjasama antar negara yang berkaitan dengan transportasi udara. Serupa tapi tak sama, bukan?

Dari segi tahun berdiri, memang keduanya berbeda. ICAO didirikan pada 4 April 1947 di Chicago, AS. Sedangkan didirikan pada 19 April 1945 di Havana, Kuba. Namun, sebelum didirikan, terlebih dahulu diadakan Convention on International Civil Aviation dan menghasilkan draf yang biasa disebut Chicago Convention pada tahun 1944.

Terinspirasi dari semangat kerjasama internasional Konvensi Chicago, IATA pun didirikan setahun setelahnya atau dua tahun sebelum ICAO. Namun, ini dilakukan sama-sama dalam periode waktu pasca Perang Dunia II berakhir.

Namun, bila ditarik ke belakang, sebetulnya berdirinya IATA tak lepas dari International Air Traffic Association yang didirikan di Den Haag, Belanda, pada tahun 1919, tahun dimana layanan terjadwal internasional pertama di dunia dimulai.

Fungsi dari ICAO dan IATA berbeda. ICAO berfungsi untuk mempertahankan birokrasi expert dan administratif yang mendukung interaksi diplomatik, dan untuk meneliti kebijakan transportasi udara yang sensitif dan inovasi standarisasi.

Meski begitu, ICAO menegaskan tidak bertindak sebagai regulator penerbangan internasional. Itu berarti, regulator penerbangan sipil merdeka secara aturan dan tidak bisa aturan dari ICAO membatalkan aturan regulator di setiap negara.

Berbeda dengan ICAO, International Air Transport Association (IATA) tegas dan jelas menyebut dirinya sebagai asosiasi perdagangan untuk maskapai penerbangan dunia, mewakili sekitar 290 maskapai penerbangan di seluruh dunia yang menyumbang 83 persen dari total lalu lintas udara.

IATA membantu merumuskan kebijakan industri tentang berbagai masalah sekaligus mengadvokasi kepentingan maskapai penerbangan. IATA menentang aturan dan harga penerbangan mahal serta meminta pertanggungjawaban regulator dan pemerintah memperjuangkan aturan yang bersahabat untuk pelaku usaha dan penumpang.

Agar lebih mudah, perbedaan antara ICAO dan IATA sebagai berikut:

1. IATA menetapkan standar untuk maskapai anggotanya sementara ICAO menetapkan standar untuk negara anggota

2. IATA mengadvokasi anggota industri penerbangannya, sementara ICAO berupaya menetapkan standar dan prosedur untuk penerbangan sipil (terutama yang berkaitan dengan proses penerbangan).

3. Kode bandara dan pesawat. Kode pesawat IATA biasanya terdiri dari dua huruf atau two code sedangkan ICAO tiga huruf. Misalnya, kode ICAO Singapore Airlines adalah SIA. Sedangkan kode IATA adalah SQ.

Baca juga: Prahara Ide Kokpit Dilengkapi Kamera Video, Ditentang Pilot-FAA Tapi Direkomendasikan ICAO

Bandara pun demikian, kodenya juga berbeda. Kode bandara IATA terdiri dari tiga huruf dan ICAO empat huruf. Sebagai contoh, kode ICAO Bandara London Heathrow adalah EGLL. Adapun kode IATA-nya ialah LHR.

Pada umumnya, bandara dan maskapai di dunia menggunakan IATA code karena berhubungan langsung dengan penumpang. Namun, kode ICAO tetapi digunakan maskapai, bukan untuk berhubungan langsung penumpang, seperti kode bandara dan maskapai di tiket penumpang, melainkan untuk komunikasi pilot dengan ATC.

Curhat Pramugari Ditugaskan ke Bandara Kecil Dini Hari: Susah Istirahat

Pramugari sering dianggap memiliki kelas sosial tinggi di masyarakat dengan gaji besar dan kehidupan glamournya jalan-jalan keliling dunia. Namun, itu tak selalu demikian. Saat ditugaskan ke bandara-bandara kecil, kondisinya bisa jauh berbeda. Bahkan, untuk sekedar pergi ke hotel dan istirahat saja sulitnya minta ampun. Terlebih bila kebetulan mendarat dini hari.

Baca juga: Positif Negatif Menjadi Pramugari, Gaji Rendah hingga Jadi ‘Pemain’ Cadangan

Sebagian orang yang sudah maupun ingin menjadi pramugari mungkin didasari oleh alasan keliling dalam dan luar negeri gratis. Tentu mengikuti rute-rute dari maskapai itu sendiri. Jalan-jalan gratis di dalam dan luar negeri memang dimungkinkan untuk pramugari dengan kebijakan layover.

Tak hanya itu, di beberapa maskapai, pramugari dimungkinkan untuk jalan-jalan ke luar negeri secara gratis beserta keluarga atau orang terkasih. Sekalipun tak sampai gratis, banyak maskapai paling tidak menerapkan harga khusus untuk pramugari dan keluarga bilamana ingin bepergian ke luar negeri.

Bila boleh memilih, rata-rata pramugari ingin sekali ditugaskan ke luar negeri. Alasannya klasik, selama layover di negara asing di Eropa, Amerika, Asia, Australia, bahkan Timur Tengah, mereka bebas traveling merasakan suasana kota, cuaca, musim, sosial budaya yang berbeda dengan negara asal.

Dari segi take home pay atau gaji yang didapat juga lebih besar. Kita tahu, pramugari memiliki tiga sistem gaji; away from base, duty time, dan actual flight time. Dalam kasus penerbangan jarak jauh ke luar negeri, biasanya mereka memilih sistem gaji away from base, beserta sederet tunjangan lainnya.

Sepanjang perjalanan dari bandara asal ke bandara tujuan di luar negeri, tugas pramugari juga tergolong mudah dan cenderung lebih banyak istirahat dan secara keseluruhan menjalani penerbangan yang lebih nyaman dibanding penerbangan jarak pendek yang dipastikan lebih melelahkan dibanding penerbangan jarak jauh dekat di rute-rute domestik.

Baca juga: Ini Perbedaan Penerbangan Jarak Jauh dan Jarak Pendek dari Kacamata Pramugari

Di rute-rute domestik jarak pendek, sepanjang penerbangan mereka bekerja dan setelah mendarat pun mereka langsung beres-beres serta sederet pekerjaan lainnya. Itu harus dilakukan dengan cepat karena penerbangan lain menunggu.

@serenityhaley1

at luckily i have a nice crew and snacks

♬ original sound – Serenity

Pada rute-rute domestik jarak pendek, khususnya pada penerbangan dini hari ke bandara-bandara kecil, kondisinya juga membuat pramugari tidak nyaman. Terkait hal ini, pramugari salah satu maskapai mempunyai pengalaman tersendiri yang dibagikannya ke TikTok dan viral.

Dilansir In The Know Yahoo, Serenity, pramugari dengan akun TikTok @serenityhaley1 mengungkapkan, ia pernah mendapat pengalaman buruk saat ditugaskan dalam penerbangan ke Bandara Dang, atau biasa juga disebut Bandara Tarigaun, di Tulsipur, Distrik Dang, Nepal, dan tiba di lokasi pukul 2 dini hari.

Ketika itu, ia mengaku kesulitan untuk sekedar istirahat di hotel. Bagaimana tidak, dini hari jemputan dari hotel tidak beroperasi. Ingin naik taksi, di bandara tersebut tidak tersedia dan taksi online seperti Uber selalu sibuk atau bahkan tidak ada sama sekali.

“Ini jam 2 pagi, dan kami masih di bandara dan antar-jemput hotel tidak ada,” katanya di TikTok.

Jangan berharap ada hotel kapsul di bandara kecil tempat Serenity ditugaskan. Kalau taksi saja tidak ada apalagi hotel.

Di rute-rute internasional atau rute-rute regional jarak jauh, pramugari bisa saja istirahat di kamar, hotel, atau ruang tersembunyi di pesawat yang memang digunakan untuk pramugari atau pilot beristirahat.

Baca juga: Pantas Banyak ‘Skandal,’ Ternyata Pramugari Punya ‘Ruang’ Tersembunyi Bak Hotel di Pesawat

Akan tetapi, di rute-rute pendek dan bandara kecil, maskapai pastinya mengerahkan pesawat narrowbody atau bahkan pesawat perintis dan tidak ada ruang istriahat kru. Demikian juga dengan pengalaman Serenity ketika itu yang mendarat dengan diantar pesawat kecil.

Beruntung, setelah menunggu beberapa lama, ia dan rekan pramugari lainnya dijemput taksi online untuk diantar ke hotel.

Airbus: Pasar Asia Pasifik Membutuhkan 17.620 Pesawat dalam 20 Tahun Mendatang

Mengawali hari pertama Singapore AirShow 2020, Airbus merilis prediksi kebutuhan pesawat di Asia Pasifik dalam 20 tahun, yakni 17.620 pesawat penumpang dan kargo baru yang dipicu oleh pertumbuhan lalu lintas penumpang sebanyak 5.3% per tahunnya dan dipercepat oleh pensiunnya pesawat lama yang sudah tidak efisien bahan bakar. Sebanyak 30% dari pesawat baru ini akan menggantikan model lama yang kurang efisien bahan bakar.

Baca juga: Airbus Pamer Kekuatan di Singapore AirShow 2022

Wilayah yang merupakan tempat tinggal dari 55% populasi dunia yaitu Cina, India, dan negara ekonomi berkembang (emerging economies) seperti Indonesia dan Vietnam akan menjadi penggerak utama pertumbuhan di Asia-Pasifik. PDB akan bertumbuh 3.6% per tahunnya dibandingkan dengan rata-rata global di angka 2.5% serta akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2040. Masyarakat kelas menengah yang paling mungkin untuk bepergian akan meningkat jumlahnya dari 1.1 miliar ke 3.2 miliar. Sementara itu, kecenderungan orang untuk bepergian diprediksi akan meningkat hingga tiga kali lipat pada tahun 2040.

Dari permintaan 17.620 pesawat baru, 13.660 akan berada di kategori pesawat kecil seperti keluarga pesawat A220 dan A320. Pada kategori jarak jauh dan menengah, kawasan Asia-Pasifik akan terus mendorong peningkatan permintaan hingga 42% dari permintaan global, yang dapat dirincikan menjadi 2.470 pesawat sedang dan 1.490 pesawat besar.

Lalu lintas kargo di Asia-Pasifik juga akan meningkat 3.6% per tahunnya, di atas angka global yaitu 3.1% dan akan menyebabkan peningkatan angkutan kargo udara hingga dua kali lipat di kawasan ini pada tahun 2040. Secara global, kargo ekspres yang didorong oleh e-commerce akan meningkat dengan laju yang cepat pada 4.7% per tahunnya. Secara keseluruhan, mencerminkan pertumbuhan yang kuat selama 20 tahun kedepan, akan terdapat kebutuhan atas 2.440 pesawat kargo, dan 880 di antaranya adalah pesawat baru.

“Saat ini kami melihat lalu lintas udara secara global mulai pulih. Dengan diringankannya pembatasan perjalanan, kawasan Asia-Pasifik akan kembali menjadi salah satu penggerak perjalanan udara. Kami yakin bahwa volume lalu lintas udara di kawasan ini akan menguat, dengan harapan dapat mencapai level tahun 2019 di antara tahun 2023 dan 2025 nanti,” kata Christian Scherer, Chief Commercial Officer dan Presiden dari Airbus International. “Produk kami memiliki posisi yang baik di pasar Asia-Pasifik berkat fokus pada efisiensi dan penerbangan berkelanjutan.”

Secara global, akan ada kebutuhan untuk 39.000 pesawat penumpang dan kargo baru selama 20 tahun ke depan, di mana 15.250 di antaranya datang sebagai pengganti pesawat lama. Maka dari itu, diperkirakan bahwa pesawat generasi terbaru akan mendominasi armada pesawat komersial yang beroperasi pada tahun 2040, meningkat 13% dari jumlah hari ini. Hal ini juga akan meningkatkan efisiensi karbon dari armada pesawat komersial di dunia secara keseluruhan.

Baca juga: Airbus Buka 6.000 Lowongan Kerja di Seluruh Dunia untuk Fresh Graduate, Ini Daftar Posisinya

Industri penerbangan global telah menjadi semakin efisien, terlihat dari berkurangnya emisi karbon per pendapatan kilometer penumpang sebanyak 53% sejak tahun 1990. Produk Airbus sendiri telah berkontribusi sebanyak 20% dari peningkatan efisiensi karbon dibandingkan pesawat generasi sebelumnya. Dengan inovasi, pengembangan produk, dan perbaikan operasional yang berjalan serta banyaknya opsi di pasaran, Airbus memiliki ambisi nyata untuk mencapai target sektor transportasi udara nol-emisi karbon pada tahun 2050.

Tahun 2023 Kereta Api Tak Lagi Bersilang Lintas Kiaracondong – Cicalengka

Wilayah Daop 2 Bandung tertutama di area perkotaan memang sedang banyaknya pembangunan jalur kereta api. Mulai dari pembangunan kereta cepat hingga pembangunan jalur ganda. Pembangunan jalur ganda di wilayah Bandung masih menjadi fokus utama PT KAI (Persero). Jalur ganda yang sudah digunakan adalah lintas Bandung – Padalarang. Karena banyaknya penumpang yang menggunakan KA mayoritas dari Jakarta ke Bandung maupun sebaliknya. Namun untuk wilayah Bandung Timur lintas Kiaracondong – Cicalengka lalu lintas kereta apinya belum sebanyak rute ke Jakarta. Biasanya ramai KA lebih dominan pada sore dan malam hari.

Baca juga: Intip Kondisi Terkini Pembangunan Jalur Ganda Stasiun Bogor Paledang

Saat ini kereta api yang melintas di Bandung Timur masih single track dan tentu saja jika kereta api akan berpapasan, salah satunya harus mengalah. Ini biasanya disebut dengan persilangan KA. Persilangan ini dilakukan di stasiun – stasiun yang memiliki lebih dari 1 jalur. Petak antara Kiaracondong – Cicalengka masih satu jalur dan juga masih menggunakan sistem persinyalan mekanik, seperti pada Stasiun Cimekar, Rancaekek, Haurpugur dan Cicalengka.

Pembangunan jalur ganda saat ini sedang tahap pengerjaan mulai dari Stasiun Gedebage – Haurpugur. Untuk petak Kiaracondong – Gedebage masih belum terlihat pembangunan jalur ganda, karena masih terkendala bangunan permanen yang ada di bantaran rel dekat dengan Stasiun Kiaracondong. Begitu pula petak Haurpugur – Cicalengka juga masih terkendala dengan jalan desa dan bangunan rumah dipinggir rel dekat dengan Stasiun Cicalengka.

Selain lalu lintas kereta apinya yang semakin ramai di wilayah pembangunan jalur ganda ini, alasan lainnya adalah meniadakan persilangan kereta api antar stasiun. Dengan kata lain, saat kereta api akan berpapasan tidak lagi adanya persilangan KA. Khususnya untuk kereta lokal rute Padalarang – Bandung – Kiaracondong – Cicalengka.

Baca juga: Lokomotif Mulai Uji Coba Mengular di Jalur Reaktivasi Cibatu-Garut 

Pembangunan jalur ganda ini juga untuk menambah kapasitas lintas artinya kereta api yang melintas bisa lebih banyak. Kemudian, mempercepat waktu tempuh dari jalur Bandung – Cicalengka yang selama ini menghabiskan waktu 43 menit. Diharapkan dengan pembangunan jalur ganda ini, bisa ditempuh dalam waktu 30 menit. Dan pembangunan proyek jalur ganda kereta api rute Kiaracondong – Cicalengka ini ditargetkan rampung pada tahun 2023 mendatang. (PRAS – Cinta Kereta Api)

Malaysia Airlines ‘Borong’ 25 Boeing 737 MAX, Ini Alasannya

Malaysia Airlines bakal mengoperasikan Boeing 737 MAX. Kepastian itu didapat setelah maskapai nasional Malaysia itu menyepakati kontrak kerjasama penyewaan jangka panjang 25 pesawat itu dengan Air Lease Corporation (ALC). Pesawat dijadwalkan dikirim secara bertahap mulai tahun 2023 sampai awal 2026.

Baca juga: Susul AS dan Cina, Malaysia Izinkan Boeing 737 MAX Kembali Terbang

Chief Executive Officer Malaysia Aviation Group, yang merupakan induk dari Malaysia Airlines, Izham Ismail, mengutarakan, efisiensi menjadi salah satu alasan maskapai mengoperasikan Boeing 737 MAX. Dengan mengoperasikan pesawat yang lebih efisien, maskapai jadi lebih leluasa mengoperasikan rute-rute domestik dan menengah, menghubungkan Malaysia dengan dunia internasional.

“Kami senang memiliki di ALC, mitra yang berkomitmen untuk menjadi bagian dari upaya masa depan kami sebagaimana diuraikan dalam Rencana Bisnis Jangka Panjang 2.0 kami (‘LTBP2.0’). 737-8 adalah kunci LTBP2.0 dengan penawaran produk unggulan dan kinerja armada yang lebih baik yang mencakup antara lain, peningkatan efisiensi bahan bakar hingga 15 persen,” katanya.

“Hal ini sejalan dengan perjalanan keberlanjutan kami, sekaligus memungkinkan MAB dengan fleksibilitas dan kelincahan yang lebih besar untuk mengimplementasikan strategi jaringan kami di masa depan,” lanjutnya seperti dikutip dari Simple Flying.

Sebetulnya, Malaysia Airlines sudah sejak tahun 2016 lalu memesan Boeing 737 MAX 8. Namun, seiring berjalan waktu, maskapai mulai kesulitan keuangan dan itu diperparah dengan adanya pandemi Covid-19, membuatnya menunda rencana pembelian pesawat tersebut.

Selain itu, alasan utama mengapa Malaysia Airlines menunda pengiriman atau pembelian Boeing 737 MAX karena pesawat itu dilarang terbang di seluruh dunia, termasuk Malaysia, usai dua kecelakaan yang melibatkan Boeing 737 MAX 8 Ethiopian Airlines pada 10 Maret 2019 dan Boeing 737 MAX Lion Air pada 29 Oktober 2018.

Barulah pada September tahun lalu, Otoritas Penerbangan Sipil Malaysia (CAAM) akhirnya mencabut larangan terbang Boeing 737 MAX. Atas keputusan ini, Malaysia bergabung dengan negara lain yang sudah lebih dahulu mengizinkan 737 MAX kembali terbang, seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, India, dan Cina.

Ketika itu, CAAM mengaku sudah sejak lama memantau kembalinya 737 MAX ke udara serta berbagai perbaikan yang dilakukan Boeing dan Administrasi Penerbangan Federal AS (FAA). Atas dasar itu, mereka akhirnya mengizinkan Boeing 737 MAX, baik maskapai dalam negeri maupun asing, kembali terbang.

Diizinkannya Boeing 737 MAX terbang kembali di Malaysia disebut menjadi berkah tersendiri bagi maskapai nasional Negeri Jiran, Malaysia Airlines.

Saat maskapai dan lessor di seluruh dunia umumnya membatalkan atau setidaknya mengurangi pesanan pesawat Boeing 737 MAX, Malaysia Airlines justru tetap pada pendiriannya, memesan 25 jet tersebut. Pada akhirnya, ini terbukti setelah maskapai resmi menggandeng leasing ALC untuk pendaan 25 pesawat Boeing 737 MAX.

Keputusan Malaysia Airlines mengoperasikan Boeing 737 MAX dinilai sebagai langkah berani. Sebab, dua kecelakaan MAX yang merenggut 346 jiwa masih menimbulkan trauma mendalam bagi penumpang.

Meski begitu, maskapai lain yang sudah lebih dahulu mengoperasikan MAX tetap diterima oleh penumpang.

Baca juga: Ironis, Boeing 737 MAX Sudah Boleh Terbang tapi Maskapai, Pramugari, hingga Penumpang Ragu

Sejak diizinkan terbang (mendapat sertifikasi) kembali oleh Regulator Penerbangan Sipil Amerika Serikat (FAA) pada 18 November 2020 lalu, berbagai maskapai dunia ramai-ramai mulai mengatur jadwal penerbangan perdana Boeing 737 MAX.

Pada awal Februari, 737 MAX bahkan sudah berhasil mencatat 2.700 penerbangan penumpang dan 5.500 jam terbang bersama berbagai maskapai di setidaknya lima negara, meliputi Amerika Serikat (AS), Kanada, Brazil, Panama, Meksiko.

35 Persen Saham Dikuasai Perusahaan Cina, Jadi Alasan TransNusa Gunakan Pesawat Cina ARJ21?

Maskapai TransNusa dipastikan segera mengoperasikan pesawat turboprop buatan Cina, ARJ21 setelah lolos sertifikasi Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Kementerian Perhubungan. Begitu laporan Smart Aviation Asia-Pacific.

Baca juga: Warning Buat AS-Eropa, Pabrikan Cina COMAC ARJ21 Lulus Uji Terbang di Bandara Tertinggi di Dunia

Bila tak ada aral melintas, TransNusa segera mengoperasikan pesawat regional buatan Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC), BUMN aviasi Cina, pada Agustus mendatang, setelah proses training pilot dan teknisi selesai.

Jika kelak beroperasi, TransNusa adalah maskapai pertama di Indonesia yang mengoperasikan pesawat tersebut, menggantikan armada ATR 42 dan 72. Tak hanya itu, TransNusa juga disebut aviacionline.com menjadi maskapai asing pertama yang mengoperasikan ARJ21.

Keputusan TransNusa menggunakan ARJ21 yang di tataran internasional belum ada yang menggunakannya, disebut-sebut tak lepas dari keterlibatan perusahaan aviasi Cina, China Aircraft Leasing Group (CALC), yang menguasai 35,68 persen saham TransNusa.

CALC sendiri merupakan sebuah perusahaan yang menawarkan berbagai macam layanan terkait pesawat, mulai dari leasing, perawatan pesawat, daur ulang pesawat tua hingga penyediaan onderdil pesawat.

COMAC ARJ21 diketahui memang sudah mendapat banyak pesanan. Tetapi, terbatas di dalam negeri Cina. Sebab, pesawat ini baru lolos sertifikasi regulator penerbangan sipil Cina.

Pada Agustus tahun 2020 lalu, COMAC ARJ21 dikabarkan berhasil melewati uji terbang di bandara sipil tertinggi di dunia, Daocheng Yading Airport, yang berada di ketinggian 4.411 meter di atas permukaan laut.

Uji terbang mencakup tes lepas landas dan pendaratan seharian penuh selama kurang lebih dua pekan. Pasca menjalani berhasil menjalani proses pengujian dengan baik, pesawat dikirim balik ke Shanghai untuk dilakukan pengecekan.

Setelah uji terbang ini, praktis, pesawat yang digadang-gadang dapat merusak pasar Boeing, Airbus, ATR, Embraer, atau bahkan Bombardier ini akan bisa melahap penerbangan komersial di rute-rute ekstrem seperti Bandara Daocheng Yading.

Tentu saja hal ini menjadi sebuah keuntungan sekaligus daya tarik terbesar maskapai untuk mengoperasikan pesawat dikarenakan Cina banyak memiliki wilayah-wilayah dengan ketinggian ekstrem.

Baca juga: Tiga Maskapai Terbesar Cina Terima Pesawat ARJ21 Besutan Pesaing Terberat Boeing dan Airbus

Juni 2020, sedikitnya tiga maskapai penerbangan terbesar di Cina, Air China, China Eastern, dan China Southern telah menerima pesawat ARJ21-700. Sebulan sebelumnya atau di bulan Mei, COMAC juga telah mengirimkan 25 jet regional ARJ21-700 ke tiga maskapai Cina lainnya, yaitu dari Chengdu Airlines, Tianjiao Airlines, dan Jiangxi Airlines.

ARJ21-700 memiliki spesifikasi yang terbilang tak terlalu mentereng. Pesawat ini bisa melesat maksimum dikecepatan 870 km per jam, jangkauan 2,200 km dan 3,700 km untuk versi ER atau extended range, mampung mengangkut 90 orang utk satu kelas atau 72 orang dalam dua kelas, dan ketinggian jelajah mencapai 11,900 meter.

“Tante Ju”, Ikon Legendaris Lufthansa, Siapa Dia?

Maskapai kebanggaan warga Jerman, Lufthansa telah menghentikan pengoperasian dari pesawat Junkers Ju-52 atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Tante Ju”. Adapun alasan yang melatarbelakangi flag carrier Negeri Bavaria ini adalah soal pendanaan. Dengan begitu, warga Jerman tidak akan lagi melihat “Tante Ju” mengudara di atas Pelabuhan Hamburg.

Baca Juga: Salip IAG dan Air France-KLM, Lufthansa Kini Jadi Maskapai Terbesar di Eropa

Seperti yang dirangkum KabarPenumpang.com dari sejumlah laman sumber, biaya operasi yang tidak sedikit dari Junkers Ju-52 inilah yang pada akhirnya menghentikan laju si pesawat veteran ini. “Pengoperasian Junkers Ju-52 disubsidi dengan jumlah tinggi dari tahun ke tahun, dan operasi ekonomi tidak dapat dicapai dalam jangka panjang,” tutur pihak Lufthansa sembari mengklarifikasi penghentian operasi dari “Tante Ju” tersebut.

Dikutip dari laman aerotime.aero, adapun pendanaan untuk menerbangkan Tante Ju ini berkisar di angka €1juta atau yang setara dengan Rp16,04 miliar per tahunnya. Sementara itu, masa depan dari Tante Ju sendiri dapat dialih-fungsikan jadi armada pertunjukan udara, namun pihak Lufthansa sendiri masih belum mau membongkar hal tersebut.

“Hingga saat ini, keputusan masih belum dibuat,” tutur pihak Lufthansa.

Sejak keputusan ini diterbitkan oleh Lufthansa, penumpang biasa tidak bisa lagi mengudara bersama “Tante Ju” – pun dengan penumpang yang sudah memegang tiket, “Dananya akan di reimbursed,”

Menilik ke “Tante Ju”, pesawat yang pertama kali mengudara pada 13 Oktober 1930 (Untuk JU-52/1m) ini sendiri awalnya dirancang dengan menggunakan mesin tunggal, namun dirancang ulang dan menggunakan trimotor. Pesawat produksian Junkers Flugzeug- und Motorenwerke AG ini memiliki multi peran dalam sektor kedirgantaraan, mulai dari angkutan penerbangan sipil, penerbangan militer, hingga perannya di bawah kendali Lufthansa adalah sebagai pesawat tamasya.

Baca Juga: Jerman Datangkan Saksi Bisu Pembajakan Lufthansa 1977, Indonesia Juga Punya Sejarah Yang Mirip

Semasa Perang Dunia II, banyak armada Ju-52 yang digunakan oleh Luftwaffe, pasukan militer gabungan Wehrmacht Jerman sebagai pengangkut tentara dan ambulans udara. Satu unit Ju-52 mampu menampung hingga 18 tentara bersenjatakan lengkap. Tidak hanya itu, mereka juga mampu menampung 12 usungan ketika berperan sebagai ambulans udara.

‘Karir’ Ju-52 semakin gemilang ketika armada ini dinobatkan sebagai moda transportasi personal dari dua orang yang sangat terkenal pada masanya – Adolf Hitler dan Chiang Kai-shek.