Dibangun Masa Kolonial Belanda, Menara-menara Air Ini Masih Berdiri Kokoh

Di masa penjajahan Kolonial Belanda, kereta uap digunakan untuk mengangkut penumpang atau pun barang. Maka dari itu, biasanya di beberapa stasiun besar memiliki menara air yang fungsinya sebagai penampung air baik untuk keperluan lokomotif uap maupun stasiun itu sendiri.

Baca juga: Menara Air Kuno di Manggarai Kini Kondisinya Mengkhawatirkan

Menara air tersebut dibangun pada masa pemerintahan Kolonial Belanda dan memiliki bentuk bangunan menjulang tinggi. Saat ini ditemukan masih banyak menara air yang berdiri cukup koko.

Dirangkum KabarPenumpang.com dari Instagram milik Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, menara air ini sayangnya hampir semua tidak lagi difungsikan sebagaimana mestinya. Meski begitu menara air ini tetap dijaga sebagai warisan sejarah Indonesia.


Beberapa waktu lalu, KabarPenumpang.com pernah mengulas tentang menara air Stasiun Manggarai. Nah, ternyata ada beberapa menara air di stasiun lainnya dan umurnya bahkan ada yang mencapai satu abad.

Menara air Stasiun Cirebon
Menara air tersebut dibangun antara tahun 1910 – 1912 bersamaan dengan pembangunan jalur kereta api dari Cikampek menuju ke Cirebon. Menara air tersebut mulai digunakan pada 3 Juni 1912 silam.

Menara air Balai Yasa Yogyakarta
Kalau yang lainnya ada di stasiun, lain dengan yang satu ini. Menara airnya berada di kawasan Balai Yasa Yogyakarta di Kecamaan Gondokusuma. Menara air di balai yasa ini pun sudah mengalami pemugaran sehingga terlihat seperti bangunan baru.

Menara air Stasiun Ketanggunan Brebes
Terletak di Stasiun Ketanggungan, Brebes, menara air ini masuk dalam daerah operasional atau Daop 3 Cirebon. Menara air itu dibangun tahun 1914 – 1915 bersamaan dengan pembangunan jalur kereta api Cirebon menuju ke Kroya. Menara air di Stasiun Ketanggungan sendiri mulai dioperasikan pada 1 Juli 1916.

Menara air Stasiun Sindanglaut
Menara air yang ada di stasiun ini mulai dibangun pada 1914 – 1915 dan waktu penggunaannya sama dengan menara air di Stasiun Ketanggungan yakni 1 Juli 1916. Menara air di Stasiun Sindanglaut memiliki ukuran yang cukup besar, ini karena waktu itu terdapat dua pabrik gula yang besar dekat stasiun tersebut. Tak sama dengan yang lainnya, menara air di Stasiun Sindanglaut masih berfungsi hingga saat ini untuk kebutuhan air bersih di stasiun.

Baca juga: Stasiun Krenceng, Kecil Namun Memiliki Keunikan

Menara air Semarang Pocol
Dibangun sejak tahun 1914, menara air ini berada dalam kawasan Staiun Semarang Poncol.

Menara air Stasiun Purwosari Surakarta
Menara air di Stasiun Purwosari – Layengan diperasikan tahun 1870 atau usianya sudah lebih dari satu setengah abad.

Ini Sepak Terjang Boeing 747 Pertama “RA001” Sampai Berakhir di Museum

Sejak terbang perdana pada 9 Februari 1969, Boeing 747 terus menarik perhatian maskapai global. Usai kemunculan Airbus A380 pun, Queen of the Skies masih tetap menjadi raja di kelas widebody quadjet.

Baca juga: Boeing 747 Ternyata Sempat Dibuat Konsep Trijet! Batal Gegara Hal Ini

Setelah 50 tahun lebih menghiasi angkasa, pengguna Boeing 747 di seluruh dunia lambat laun mulai berkurang. Bukan karena kualitasnya menurun, tetapi, lebih ke tren perubahan penerbangan global, dimana penumpang menginginkan penerbangan point-to-point dan maskapai lebih memilih ke widebody twinjet.

Dilansir museumofflight.org, perkembangan Boeing 747 sampai menjadi pesawat widebody quadjet terpopuler tidak terlepas dari Boeing 747 pertama atau model 747-121.

Pesawat ini selama bertahun-tahun amat diandalkan Boeing untuk berbagai uji coba pengembangan teknologi dan program mesin baru untuk jet komersial lainnya, termasuk mesin Pratt & Whitney PW4000 Boeing 777.

Boeing 747 bisa dibilang jadi salah satu pesawat paling suskes di dunia. Pesawat yang sudah merayakan 50 tahun sejak penerbangan pertama pada Februari 2019 ini, menurut catatan Planespotters.net, sudah terjual sekitar 1.561 unit di seluruh dunia, tertinggi di kelasnya.

Pan Am tercatat sebagai maskapai pertama di dunia yang mengoperasikan Boeing 747 pertama, yaitu tipe B747-100.

Maskapai yang dikenal sebagai pelopor kelas ekonomi internasional pertama di dunia ini menerima pesawat tersebut pada Januari 1970 dan disaksikan langsung oleh Ibu Negara Pat Nixon. Clipper Victor, begitulah nama yang diberikan Pan Am untuk pesawat ini.

Selang beberapa waktu, Boeing 747-200 dirilis dan KLM adalah operator pertama yang menerima dan mengoperasikannya. Demikian juga dengan Boeing 747-200F, ini mulai dioperasikan oleh Lufthansa pada tahun 1972.

Boeing 747-100SR (Short Range) tahun berikutnya dirilis dan Japan Airlines adalah maskapai pertama yang mengoperasikannya. Maskapai Jepang lainnya turut mengekor setelah ANA (All Nippon Airways) menerima pengiriman B747-100BSR pertama pada bulan Desember 1978.

Selanjutnya, ada Boeing 747SP pertama yang dioperasikan Pan Am. Sesuai tradisi, pesawat diberi nama khusus dan ketika itu diputuskan sebagai B747SP Clipper Freedom pada 5 Maret 1976.

Tujuh tahun berselang, Swissair menerima pengiriman pertama Boeing 747-300. Beberapa tahun setelahnya, pada 1985-1986, Japan Airlines menjadi maskapai pertama yang menerima pesawat Boeing 747-300SR.

Maskapai tersebut mengoperasikan varian SR untuk layanan domestik dengan traffic tinggi, salah satunya Okinawa–Tokyo. Sebelumnya, maskapai nasional Jepang itu sudah lebih dahulu mengoperasikan varian SR lainnya, Boeing 747-100SR.

Pada Februari 1989, Boeing 747-400 beroperasi untuk pertama kalinya bersama maskapai. Di tahun yang sama, varian kargo Boeing 747-400M Combi. Tahun 1993, Boeing 747-400F dirilis, diikuti B747-400ER dan Boeing 747-400ERF pada Oktober 2002, serta Boeing 747-400BCF pada Desember 2005.

Varian Boeing 747 ditutup dengan lahirnya varian Boeing 747-8 atau B747-8i untuk varian penumpang dan B747-8F. Masing-masing, dua varian itu dioperasikan untuk pertama kalinya oleh Cargolux pada Oktober 2011 dan Lufthansa pada Juni 2012.

Selain digunakan sebagai pesawat komersial, Boeing 747 juga digunakan untuk keperluan lainnya. Dua Boeing 747-100, misalnya, pernah digunakan NASA Space Shuttle Program untuk Shuttle Carrier Aircraft.

Ada juga pesawat Boeing 747 yang digunakan oleh Angkatan Udara AS, dimodifikasi sebagai VC-25A untuk pesawat kepresidenan, Dreamlifter, YAL-1A Airborne Laser Testbed, dan Stratospheric Observatory for Infrared Astronomy (SOFIA).

Baca juga: Ngeri! Boeing 747 Aerolíneas Argentinas Flight 386 Jadi Pusat Penyebaran Kolera

Semua seri Boeing 747 di atas mungkin tidak akan lahir tanpa adanya sumbangsih dari Boeing 747 pertama yang dikenal sebagai RA001.

Setelah uji sertifikasi, RA001 berkali-kali digunakan untuk uji coba pengembangan pesawat. Sepak terjang RA001 akhirnya terhenti setelah disumbangkan ke Museum of Flight di Seattle, AS, pada tahun 1980-an. Namun, pesawat masih terbang pada 6 April 1995 dan mengukir 5.300 jam terbang. Setelah itu, pesawat baru terbang lagi pada tahun 2013 dan 2014.

Tupolev Tu-334, Pesaing Fokker F28 Fellowship yang Tidak Pernah Beroperasi Komersial

8 Februari kemarin menandakan 23 tahun sejak pesawat Tupolev Tu-334 terbang perdana. Pesawat yang digadang-gadang bakal menjadi penerus kejayaan Tupolev Tu-134 sekaligus penantang Fokker F28 Fellowship dan saudara kandungnya Fokker F100 itu, pada akhirnya tidak pernah beroperasi secara komersial setelah Tupolev diakuisisi menjadi United Aircraft Corporation (UAC).

Baca juga: (Eksklusif) Inside Tupolev Tu-144: Pesawat Supersonik Pertama di Dunia Sebelum Concorde

Dilansir Simple Flying, rencana pengembangan pesawat Tupolev Tu-334 sudah digembar-gemborkan sejak awal tahun 1989, atau 10 tahun sebelum penerbangan perdana pesawat.

Awalnya, perusahaan ingin meraup cuan dalam waktu cepat, sehingga diputuskan membuat pesawat bermesin turbofan yang ketika itu mulai digandrungi maskapai. Bila tak ada aral melintang, tahun 1992 menjadi momentum dimana pesawat diperkenalkan ke publik. Sedangkan versi propfan direncanakan mulai diperkenalkan tiga tahun setelahnya.

Propfan dianggap memiliki beberapa keunggulan. Mesin gabungan dari turbofan dan turboprop itu lebih efisien dan bisa mengangkut lebih banyak penumpang. Namun, karena satu dan lain hal, Tupolev hanya mengembangkan pesawat Tu-334 turbofan, menggunakan mesin Progress D-436.

Sejak pengembangan dimulai, progres pembangunan pesawat itu cukup mulus, sampai momen terburuk tiba. Pada 26 Desember 1991, Uni Soviet runtuh dan Presidennya, Mikhail Gorbachev, mengundurkan diri. Pengembangan prototipe Tu-334 pun mangkrak dibuatnya.

Setelah beberapa tahun, pengembangan Tupolev Tu-334 dilanjutkan hingga pada 8 Februari 1999 pesawat itu berhasil melakukan penerbangan perdana.

Berbeda dengan konsep awal, prototipe Tupolev Tu-334 yang sukses terbang perdana didasari pada pesawat Tu-204 yang diperkecil di bagian badan dan sayapnya. Perbedaannya terletak pada mesin, Tu-334 memiliki mesin di ekor, sedangkan Tu-204 di sayap.

Versi standar dari Tu-334-100 direncanakan mampu mengangkut 102 penumpang dalam satu kelas. Dalam dua kelas, penumpang yang bisa diangkut mencapai 72 orang. Pesawat mampu melaju di kecepatan 820 km per jam dan jangkauan 3.150 km.

Pesawat dengan lebar sayap 29,77 meter, tinggi dari ground sampai ujung ekor mencapai 9,38 meter ini mulai menemui titik suram usai Tupolev kehabisan uang untuk menyelesaikan proses produksi dan turunannya.

Disebutkan, Tupolev Tu-334 gagal mendapat type certificate dari otoritas Rusia lima tahun setelah penerbangan perdana atau pada Desember 2003. Namun, perusahaan belum menyerah, terlebih pesanan dari sejumlah maskapai mulai masuk. Sampai Desember 2006, total sudah ada 24 maskapai yang menandatangani letter of intent dengan total 297 unit.

Baca juga: 61 Tahun Lalu, Tupolev Tu-114 Rossiya Jadi Pesawat Turboprop Tercepat, Terbesar, dan Jangkauan Terjauh di Dunia

Pada tahun 2008, angkanya meningkat menjadi 100 maskapai yang antre mendapatkan Tupolev Tu-334. Perusahaan pun merespon dan berniat memulai produksi massal setahun berikutnya.

Akan tetapi, rencana itu kandas setelah proses rasionalisasi besar-besaran terjadi oleh produsen pesawat Rusia hingga membentuk United Aircraft Corporation (UAC). Setelah bergabung menjadi UAC, Tupolev Tu-334 pun akhirnya diputuskan selesai atau tidak diteruskan.

Bus AKAP Bakal Terapkan Pola Komuter, Naik dan Turunkan Penumpang di Terminal Tengah Kota

Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) nantinya bisa naik dan turunkan penumpang di terminal tengah kota. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Utama PT SAN Putera Sejahtera (PO SAN), yang juga Ketua Bidang Angkutan Orang DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda), Kurnia Lesani Adnan.

Baca juga: Bos PO SAN: Kami Ingin Seperti Pesawat dan Kereta Api, Trayek Bus Nempel di Perusahaan

Saat ini prosesnya sudah dalam tahap pembicaraan dan regulasinya tengah diproses oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

“Kami sudah berdiskusi dengan Pemerintah dengan Kementerian Perhubungan. Jakarta ini kan pekerja informalnya dari Jawa tengah dan Jawa Barat bagian utara. Jawa tengahnya juga lebih ke sini, ke Pemalang, Pekalongan sampai ke Brebes kan pekerja informalnya banyak sekali. Mulai dari pekerja bangunan, macam-macam,” katanya kepada KabarPenumpang.com.

“Kita minta pola komuter. Insha Allah kalau tidak ada halangan kita minta bus AKAP bisa naik dan turunkan penumpang di terminal tengah kota. Ini sedang dibahas, karena regulasinya banyak yang harus ditabrak, sobek, dan dijahit lagi,” lanjutnya.

Dengan pola komuter tersebut, sebagaimana kereta komuter atau KRL Jabodetabek, yang bisa naik dan turunkan penumpang di setiap stasiun, kecuali stasiun-stasiun tertentu, PO bus juga demikain. Bus trayek Jakarta-Blitar-Malang, misalnya, dimungkinkan naik dan turunkan penumpang di Terminal Wonosari dan terminal lainnya yang dilalui, selama itu memungkinkan secara bisnis.

Selama ini, secara aturan, bus AKAP memang hanya melayani naik dan turunkan penumpang di terminal sesuai trayek. Sekalipun melewati terminal, jika bukan trayeknya, bus AKAP tidak diizinkan naik dan turunkan penumpang. Hal ini tak lepas dari adanya enam jenis angkutan umum dalam trayek.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 15 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dalam Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek, disebutkan, enam angkutan umum dalam trayek salah satunya AKAP.

Secara definitif, AKAP sendiri adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota dalam satu daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek.

Sedangkan trayek adalah lintasan kendaraan bermotor umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil penumpang atau mobil bus yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap, dan jenis kendaraan tetap serta berjadwal atau tidak berjadwal.

Khusus pada trayek AKAP, itu diatur agar asal dan tujuan setiap trayeknya merupakan ibukota provinsi, kota, wilayah strategis nasional, dan wilayah lainnya yang memiliki potensi besar bangkitkan perjalanan angkutan AKAP. Sampai di sini, jelas, bahwa bus AKAP belum diizinkan naik dan turunkan penumpang di terminal tengah kota dengan pola komuter.

Baca juga: Bus Lintas Medan – Aceh, “Naik Haji Bagi Para Penggemar Bus”

Selain AKAP, lima angkutan umum dalam trayek lainnya adalah Angkutan Lintas Batas Negara, Angkutan Antarkota Dalam Provinsi (AKAD), Angkutan Perkotaan, Angkutan Pedesaan, dan Angkutan Massal.

Dari keenam jenis angkutan umum dalam trayek di PM tersebut, dijelaskan, masing-masing sudah mempunyai porsinya sendiri. Dalam hal naik dan turunkan di terminal perkotaan, ini sudah menjadi porsi dari PO bus AKAD.

Susi Air, Maskapai Eks Menteri Susi yang Meroket Pasca Tsunami Aceh dan ‘Tenggelam’ Gegara Virus Corona

Jagat pemberitaan sedang diramaikan dengan insiden pengusiran pesawat Susi Air dari hanggarnya di Bandara Malinau, Kalimantan Utara pada 2 Februari lalu. Peristiwa itu pun berujung polemik dengan dilayangkannya somasi dari pihak Susi Air kepada Pemkab Malinau, dimana ada tuntutan permohonan maaf dan ganti rugi sebesar Rp8,9 miliar.

Baca juga: Piaggio P180 Avanti – Mampu Tandingi Jet Bisnis Dengan Bentuknya Yang Unik!

Terlepas dari polemik yang masih terus bergulir, menarik untuk melihat sepak terjang Susi Air, dan setiap yang terkait Susi Air tentu akan terindeks pada keyword “Bu Susi,” yakni pemiliknya adalah Susi Pudjiastuti, eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) yang punya citra kerja positif di masa pemerintahan pertama Jokowi.

Berbicara terkait Susi Pudjiastuti memang tidak ada habisnya. Selain sepak terjangnya sebagai menteri yang dikenal garang dengan jargon “Tenggelamkan!” ini, sepak terjang Susi dari pengusaha laut ke udara tentu juga menarik dibahas. Betapa tidak, bermodal hanya dua unit pesawat, maskapai charter dan berjadwal miliknya, Susi Air, berkembang dengan cepat ke seluruh penjuru Indonesia dan meraup sekitar Rp300 miliar sekitar tahun 2012 lalu.

Disarikan dari laman resmi perusahaan dan sumber lainnya, PT. ASI Pudjiastuti Aviation (Susi Air) resmi berdiri sekitar bulan November 2004. Bermodal dua unit pesawat Cessna Caravan ,Susi Air awalnya didirikan untuk mengangkut lobster dan ikan segar tangkapan nelayan di Pangandaran ke Jakarta. Dengan menggunakan pesawat, lobster yang dikirim lebih segar dan tingkat kematiannya pun jadi lebih rendah.

Keberhasilannya mempersingkat waktu pengiriman produk perikanan hingga berkembang menjadi bisnis aviasi tak lepas dari peran sang suami, Christian von Strombeck, yang merupakan seorang pilot asal Jerman.

Pada saat itu, hanya berselang sebulan sejak Susi membeli pesawat untuk mengangkut ikan, gempa dan tsunami menerjang Aceh. Ribuan orang meninggal dunia dan hampir semua akses transportasi yang masuk ke Aceh terputus. Atas inisiatifnya sendiri, Susi meminjamkan pesawatnya untuk mengangkut bantuan selama dua pekan.

Namun, ketika Susi akan menarik kembali pesawatnya banyak organisasi kemanusiaan yang ingin tetap memakai pesawatnya. Mereka bersedia menyewa pesawat Susi untuk mengirim bantuan ke Aceh. Dari sini, Susi kemudian terpikir untuk secara serius terjun ke bisnis penerbangan dengan memfokuskan Susi Air sebagai maskapai charter.

Sejak saat itu, sebagai maskapai charter, Susi Air bisa dibilang memanen untung besar berkat demand tinggi. Terbukti, dua tahun setelahnya, maskapai itu mulai merambah penerbangan atau rute berjadwal yang berbasis di Medan dan terus berkembang di luar medan, mencakup Banda Aceh, Padang, Dabo, Bengkulu, Jakarta, Pangandaran, Palangkaraya, Samarinda, Tarakan, Malinau, Kupang, Masamba, Manokwari, Biak, Nabire, Timika, Jayapura, Wamena, dan Merauke, dengan melayani total 200 penerbangan perintis.

Basis operasional dan penerbangan sebanyak itu didukung setidaknya oleh total lebih dari 140 pilot, 75 insinyur dan mekanik pesawat dan 650 staf darat, dan pendukung lainnya, dengan mengoperasikan 49 armada pesawat, terdiri dari 32 Cessna Grand Caravan C208B, 9 Pilatus PC-6 Turbo Porter, 3 Piaggio P180 Avanti II, 1 Air Tractor AT802 “Fuel Hauler”, 1 Piper Archer PA-28, dan 1 LET 410 untuk pesawat sayap tetap. Susi Air juga melengkapi armadanya dengan helikopter sejak akhir 2009 dengan 1 Agusta Westland Grand A109S dan 1 Agusta Westland Koala A119.

Akan tetapi, eksistensi Susi Air di jagat penerbangan perintis charter dan berjadwal mulai terancam usai virus Corona masuk ke Indonesia. Dalam sebuah wawancara eksklusif di Indonesia Lawyers Club (ILC) Tv One besutan Karni Ilyas, sekitar akhir April lalu, Susi Pudjiastuti mengaku usaha penerbangannya (Susi Air) mengalami situasi yang sulit akibat wabah virus corona atau Covid-19. Ia memperkirakan, Susi Air mungkin masih bisa bertahan dua sampai enam bulan ke depan lagi.

Baca juga: Mengenal Jasa Penerbangan Charter di Indonesia

“Dua sampai enam bulan, tergantung kita lihat situasi belakangan. Tapi, dengan catatan enggak bayar kewajiban, bisa bertahan sampai sana,” ujarnya.

“Karyawan sebagian ada yang kita rumahkan, kita kurangi salary. Tutup beberapa cabang. Ada (PHK), harus, mau tidak mau,” tambahnya.






















Bos PO SAN: Kami Ingin Seperti Pesawat dan Kereta Api, Trayek Bus Nempel di Perusahaan

Direktur Utama PT SAN Putera Sejahtera (PO SAN), Kurnia Lesani Adnan, mengungkapkan, saat ini pihaknya tengah berdikusi dengan pemerintah terkait trayek. Nantinya, trayek bus yang selama ini menempel di bus atau Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).

Baca juga: Kementerian Perhubungan Usulkan Buka Trayek Bus ke Puncak

“Trayek tidak nempel di kendaraan tetapi nempel di perusahaan. Artinya, sekarang ini kan bus nomor B 1234 cuma boleh melayani A ke B trayeknya. Bus B 5678 cuma boleh C ke D. Kalau 1234 ini jalan C ke D pelanggaran trayek. Nah ini, dari kemarin uda dua kali rapat, insha Allah akan ada tinda lanjut lagi, kita minta itu seperti pesawat. Seperti kereta,” katanya, kepada KabarPenumpang.com, saat ditemui di kantornya, Senin (7/2).

“Saya tanya waktu itu sama pak Dirjen (Hubdat), pak, kereta api trayeknya nempel di loko atau gerbong saya bilang? Pak Dirjen tidak bisa jawab. Karena (kalau) saya tanya pesawat, perhubungan udara kan bukan urusan beliau. Saya tanya kereta. Alhamdulillah saya berterima kasih mereka support supaya kalian (perusahaan otobus) bisa melakukan yang terbaik on regulation,” lanjutnya.

Direktur Utama yang juga Ketua Umum IPOMI (Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia) sekaligus Ketua Bidang Angkutan Orang DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) itu, melanjutkan, selain meminta ke pemerintah (terkait trayek), PO bus juga diminta untuk tertib mengikuti peraturan, salah satunya naik dan turunkan penumpang di terminal.

Baca juga: Sejarah ALS, Perusahaan Otobus dengan Trayek Terjauh Lintas Jawa-Sumatera

“Kita pun ikut ditertibkan. Kita pelan-pelan kita pindahkan penumpang ke terminal yang memang bisa kita akses. Kita di PO SAN, penumpang bisa beli tiket, ngambil barang di kantor. Tapi untuk naik turun kita di terminal Pulo Gebang,” jelasnya.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 15 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dalam Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek, disebutkan, trayek adalah lintasan Kendaraan Bermotor Umum untuk pelayanan jasa Angkutan orang dengan mobil penumpang atau mobil bus yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap, dan jenis kendaraan tetap serta berjadwal atau tidak berjadwal.

Dari situ, tegas dan jelas, bahwa perusahaan otobus tidak boleh mengoperasikan bus yang sudah terdaftar di trayek A ke trayek B. Faktanya, pelanggaran banyak terjadi di lapangan. Karenanya, di beberapa daerah, Dinas Perhubungan setempat terkadang melakukan inspeksi.

Baca juga: PO ANS – Pernah Layani Trayek AKAP Terjauh, Banda Aceh – Denpasar

Pada tahun 2017, misalnya, Dinas Perhubungan Kota Malang mendapati ada enam armada yang menyalahi izin trayek.

Enam bus itu melakukan pelanggaran peraturan trayek dengan perpanjangan rute, dari seharusnya trayek Malang-Surabaya menjadi Malang-Surabaya-Blitar, dan mengoperasikan bus pariwisata untuk mengangkut penumpang umum.

Bikin Penasaran, Inilah Maksud dari Huruf CC, BB dan D Pada Lokomotif

Pernah lihat setiap lokomotif punya kode huruf dan angka? Apa ya maksud dari huruf di depan angka yang tertera pada setiap lokomotif? Ternyata huruf-huruf ini menandakan konfigurasi bogie atau set roda serta jumlah roda atau gandar yang terhubung dengan penggerak baik itu motor traksi atau gandar.

Baca juga: Lokomotif CC206 KA Jayabaya Keluarkan Asap Putih Lalu Terbakar

Sebagaimana yang dirangkum KabarPenumpang.com dari berbagai laman sumber, saat ini lokomotif yang tersisa adalah seri CC, BB dan D. Lokomotif seri CC ternyata memiliki dua bogie dan tedapat tiga roda atau gandar yang terhubung dengan penggerak di tiap-tiap bogienya.

Sedangkan seri BB, artinya lokomotif itu memiliki dua bogie dan terdapat dua roda atau gandar yang terhubung dengan penggerak di tiap-tiap bogienya. Namun bogie CC yang motor traksinya hanya dua di tiap bogie juga diklasifikasikan sebagai seri BB. Sedangkan untuk seri D, lokomotif hanya memiliki satu bogie.

Bahkan itu bukan bogie, karena langsung menempel pada underframe lokomotif dan juga ada empat roda yang terhubung dengan penggerak. Biasanya huruf untuk seri lokomotif ini diikuti dengan tiga angka. Di mana angka pertama menunjukkan jenis lokomotif itu sendiri.

Sedangkan angka 2 berarti diesel elektrik dan 3 memiliki arti diesel hidrolik. Dua angka selanjutnya menunjukkan nomor urutan tipe atau seri lokomotif. Untuk 00 seri pertama, 01 seri kedua, 02 seri ketiga, dan seterusnya.

Ketiga angka itu juga diikuti dengan dua angka yang menunjukkan tahun dinas pertama kali lokomotif. Seperti 77 berarti lokomotif mulai dinas tahun 1977, 13 berarti 2013, dan sebagainya. Sedangkan dua angka terakhir adalah nomor urut.

Namun, terkadang setelah nomor urut, ada pula muncul huruf F yang menandakan lokomotif tersebut telah direpower atau gant. bullgear agar lebih bertenaga. Direbuil atau dirombak ulang yang mana biasanya setelah terkena kecelakaan dan menyebabkan kondisi lokomotif rusak.

Baca juga: D52, Lokomotif Uap Modern Pasca Kemerdekaan Indonesia

Yang terakhir adalah diretroit atau upgrade jumlah motor traksi. Selain itu akan ada kode dipo lokomotif yang terdiri dari dua hingga tiga huruf seperti JNG (Jatinegara), CN (Cirebon), SMC (Semarang Poncol), SDT (Sidotopo), YK (Yogyakarta), PWT (Purwokerto), BD (Bandung), JR (Jember), MN (Madiun) dan lainnya.






















Punya Masa Operasional 30 Tahun, Inilah CR400AF, Kereta Cepat Jakarta – Bandung

Jalur kereta cepat dari Jakarta menuju Bandung, saat ini masih dalam proses pengerjaan. Meski begitu, PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) pada Oktober 2021 kemarin sudah memperlihatkan rangkaian pertama electric multiple unit (EMU/KRL) seri CR400AF pertamanya dan masih ada di pabrik CRRC Qingdao Sifang, Shandong, Cina.

Baca juga: Kereta Peluru CR400AF-G Mampu Beroperasi di Suhu Ekstrim -40 Derajat Celcius

Dirangkum KabarPenumpang.com dari berbagai laman sumber, CR400AF ini memiliki lebar 3,36 meter dan tinggi 4,05 meter. Kepala kereta ini memiliki panjang 27,2 meter dan intermediate kereta 25 meter. Jadi bisa dikatakan, CR400AF memiliki dimensi lebih besar dari tipe sebelumnya. Bahkan tinggi dan lebarnya lebih dari sebuah bus ukuran standar.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by KCIC (@keretacepat_id)

CR400AF memiliki masa penggunaan lebih lama yakni sekitar 30 tahun sejak produksi dan biaya perawatannya lebih rendah. Uniknya kereta berkecepatan tinggi terbaru ini didesain untuk beroperasi di empat iklim. Salah satunya adalah iklim tropis dengan kondisi suhu dan kelembaban tinggi seperti di Indonesia.

Setiap rangkaian kereta tersebut dilengkapi dua Lightning Arrester untuk meningkatkan keamanan terhadap sambaran petir terutama di sisi peralatan bertegangan tinggi. Bahkan, mampu menghadapi kondisi geografis di lintasan antara Jakarta dan Bandung yang cenderung menanjak. Setiap rangkaian CR400AF dilengkapi dengan daya mencapai 9750 kW dan mampu memberikan akselerasi yang lebih baik saat melewati trase pada elevasi 30 per mil.

Bukan hanya itu, ketika ada kondisi darurat kereta berkecepatan tinggi ini juga bisa digunakan sebagai penarik kereta lainnya meskipun dalam kondisi gradien atau elevasi 12 per mil. CR400AF dilengkapi dengan dua emergency brake dengan yang pertama disebut Emergency Brake EB yang bekerja berdasarkan perintah driver controller, fasilitas emergency brake penumpang dan kontrol kewaspadaan masinis.

Emergency brake kedua disebut Emergency Brake UB yang akan aktif berdasarkan fungsi Automatic Train Protection (ATP), pendeteksi jarak antar kereta dan pada saat power kereta dalam kondisi off atau tidak bekerja. Kehadiran dua sistem emergency CR400AF menawarkan tingkat keamanan yang lebih untuk melindungi kereta pada saat terjadi kesalahan sistem maupun human eror.

Memiliki delapan mobil dalam satu rangkaian dengan komposisi empat mobil bermotor dan empat mobil tanpa motor. Komposisi tersebut memungkinkan kereta melaju dengan kecepatan desain 420 km per jam dan kecepatan operasional 350 km per jam. Meski melaju dengan kecepatan tinggi, kabin CR400AF mampu meredam getaran dan suara di dalam dengan lebih optimal.

Baca juga: Bakal Jadi Feeder Kereta Cepat Jakarta Bandung, KRDE Akhirnya Uji Coba Lintas

Kereta cepat ini akan melaju di jalur sepanjang 142,3 km dan menempuh waktu 36 menit dari Jakarta ke Bandung tanpa berhenti. Sedangkan bila berhenti di setiap stasiun akan menempuh waktu 46 menit. CR400AF merupakan bagian dari keluarga Fuxing Hao dan pesanan KCIC akan memiliki spesifikasi dan nama kelas yang berbeda dengan CR400AF di Tiongkok daratan. CR400AF milik KCIC terdiri dari tiga kelas dengan kapasitas total 601 kursi, yaitu VIP class dengan kapasitas 18 kursi, first class dengan kapasitas 28 kursi dan second class dengan kapasitas 555 kursi.






















Pensiunan Pesawat Boeing 747 British Airways Disulap Jadi Tempat Dugem

Ide menyulap atau memodifikasi pesawat purna tugas bisa beragam. Ada yang dijadikan hotel, tempat tinggal, sampai restoran. Tetapi, lain halnya di Inggris. Di Negeri Ratu Elizabeth, pesawat purna tugas, dalam hal ini pesawat Boeing 747 disulap jadi tempat dugem atau tempat dansa.

Baca juga: Rongsokan Pesawat Disulap Jadi Mobil RV Seharga Rp400 Jutaan, Modifikasi Butuh 36 Tahun

Bisnis pesawat purna tugas lama-kelamaan semakin diminati. Sebab, 6.000 pesawat dalam 20 tahun mendatang akan mencapai akhir jam terbangnya. Lantas pesawat tua dibuang ke mana? Sebagian mungkin bakal dibuang ke kuburan pesawat di Gurun Mojave dan kuburan pesawat lainnya, sebagian lagi dimodifikasi, didaur ulang, dan dibuat jadi barang berharga.

Melihat hal itu, riset di Eropa coba mencari teknik pembuangan yang paling ekonomis dan ramah lingkungan. Hal itu dikarenakan pesawat dibuat dari 60 persen alumunium, 15 persen baja, 10 persen logam berharga mahal seperti titanium. Jadi, terlalu sayang untuk dibuang begitu saja, selain untuk menyelamatkan lingkungan.

Valliere Aviation, salah satu raksasa daur ulang pesawat tua di Eropa, mengerti betul betapa menggiurkannya pesawat tua.

Biasanya pesawat tua dihancurkan, dibersihkan dari komponen radioaktif sesuai panduan hijau Eropa, diklasifikasikan, dan diteliti bagian mana saja yang masih bisa dipertahankan, seperti suku cadang berharga, roda pendaratan, mesin, dan peralatan avionik.

Semua itu untuk dijual kembali di pasar suku cadang internasional. Namun, itu bukan bisnis satu-satunya. Di Eropa, tepatnya di Jerman, pesawat purna tugas dibongkar dan dijadikan souvenir atau gantungan kunci oleh Aviationtag. Namun, di Inggris, pesawat purna tugas disulap menjadi tempat pesta.

Dilansir flyingmag.com, sebelum dibeli seharga US$1,30 oleh Suzannah Harvey, CEO Bandara Cotswold, Inggris, pesawat Boeing 747 British Airways yang sudah purna tugas pada tahun 2019 hanya menjadi barang rongsok. Itu mengapa pesawat dibeli dengan harga sangat murah. Karena memang kondisinya sudah sangat memprihatinkan.

Usai dibeli pada Oktober tahun 2020, transformasi besar-besaran pun dilakukan. Selama 14 bulan, pesawat dirombak sedimikian rupa. Kompartemen bagasi dan kursi dicopot. Sebagai gantinya, bar, meja koktail, lantai dansa, dan bola atau lampu disko pun dipasang.

Selain itu, renovasi atau modifikasi pesawat juga meliputi pondasi beton untuk dudukan pesawat dan instalasi listrik. Seluruhnya menghabiskan dana sebesar US$671.000 atau Rp9 miliar (kurs 14.385). Cukup besar dari harga belinya.

Akan tetapi, investasi sebesar itu bukan tak mungkin akan kembali dalam waktu cepat. Pasalnya, tak lama setelah dibuka, pesawat Queen of the Skies yang disulap menjadi tempat dugem, tempat dansa, atau tempat pesta itu pun langsung full booked sampai awal Maret mendatang dengan tarif terendah sebesar US$1.300 per jam.

Tarif lebih mahal dimungkinkan jika pelanggan menggunakannya untuk pesta pernikahan. Untuk sewa tempat pernikahan selama 24 jam, tarifnya sebesar US$16.000.

Baca juga: (Video) Boeing 747 British Airways Tiba-tiba Terbakar Saat di Bandara

“Ini merupakan proses yang panjang untuk benar-benar membuatnya aman untuk dilihat publik, karena pesawat ini dirancang untuk berada di udara,” kata Harvey kepada CNN International.

“Satu masalah yang masih belum bisa kami pecahkan adalah membuat sistem toilet bekerja,” lanjutnya. “Kami berharap bahwa kami akan mengatasi masalah itu dalam enam bulan ke depan atau lebih. Tetapi saat ini, kami memiliki unit toilet yang sangat mewah yang ditempatkan di luar,” tutupnya.

Rayakan Olimpiade Musim Dingin, Xiamen Airlines Cetak Rekor Penerbangan Netral Karbon

Walau diwarnai sejumlah kecaman dari dunia internasional, Olimpiade Musim Dingin tetap bergulir mulai 4 Februari lalu sampai 20 Februari 2022 mendatang. Merayakan hal itu, Xiamen Airlines pun mengoperasikan penerbangan netral karbon pertama di Cina tepat di hari event olahraga musim dingin terbesar itu dibuka.

Baca juga: Minyak Jelantah Bekas Goreng Kentang Sekarang Jadi Bahan Bakar Pesawat

Dari data Flightradar24, penerbangan netral karbon pertama di Cina berlangsung dari dari Kota Xiamen ke Beijing selama 2 jam 13 menit, dengan nomor penerbangan MF8101. Jarak kedua kota tersebut adalah 1.667 kilometer (1.036 mil). Itu dioperasikan oleh pesawat Boeing 787-8 dengan nomor registrasi B-2761.

Meski sempat mengalami delay atau keterlambatan pemberangkatan, tepatnya pada puku 11.10, penerbangan netral karbon pertama di Cina oleh Xiamen Airlines berhasil mendarat 10 menit lebih cepat dari jadwal pada pukul 13.23.

Dilansir Simple Flying, penerbangan yang sepenuhnya netral karbon pertama di Cina ini berhasil terlaksana berkat kerjasama dengan Industrial Bank yang berbasis di Fuzhou. Tujuan dari program ini tidak sekedar menguragi emisi karbon dunia, tetapi juga untuk meningkatkan pendapatan maskapai melalui penjualan tiket khusus.

Perlu diketahui, penerbangan netral karbon ini bukan berarti seluruh bahan bakarnya menggunakan bahan bakar ramah lingkungan seperti hidrogen.

Disebutkan, pesawat tetap menggunakan bahan bakar Avtur. Namun, dalam penerbangan tersebut, pesawat semaksimal mungkin untuk membawa bobot seringan-ringannya agar lebih irit atau mengurangi jejak karbon. Selain itu, juga dilakukan optimalisasi jalur penerbangan dan mengurangi plastik dalam penerbangan.

Tak lupa, disebut sebagai penerbangan netral karbon, sebab penumpang membayar harga lebih sebesar US$1,60 dari harga tiket yang seharusnya. Kelebihan bayar itu akan digunakan maskapai untuk berkontribusi mengimbangi emisi karbon yang dihasilakan pada penerbangan tersebut.

Caranya, maskapai akan mendanai dan melindungi wilayah penyerap karbon dunia berupa hutan mangrove, rawa-rawa, dan padang lamun di Cina menggunakan pendapatan lebih dari tiket khusus yang dijual ke penumpang. Skema ini dikenal sebagai ‘China Certified Emissions Reduction’.

Tentu saja Xiamen Airlines bukanlah yang pertama di dunia. Maskapai lain sebelumnya sudah lebih dahulu melakukan hal tersebut. Sebut saja British Airways, Lufthansa, Singapore Airlines, SAS Scandinavian Airlines, dan Etihad Airways.

Baca juga: Penumpang Buka Pintu Darurat Karena Pengap, Xiamen Airlines Delay Satu Jam!

SAS Scandinavian Airlines misalnya, sejak September 2019, penumpang maskapai tersebut diizinkan membayar lebih untuk mendorong maskapai menggunakan bahan bakar ramah lingkungan sebelum penerbangan dimulai.

Perlu dicatat, ini tidak dipaksakan melainkan secara sukarela dan berkat psikologi masyarakat Skandinavia yang selalu merasa bersalah atas kerusakan alam, maskapai SAS terus kebanjiran pendatapan tambahan dari penumpang untuk kontribusi netral karbon.