PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengoperasikan KA Argo Bromo Anggrek relasi Gambir – Surabaya Pasarturi pp dengan menggunakan jenis Kereta Eksekutif New Generation terhitung mulai Jumat, (29/3/2024). Kereta New Generation tersebut merupakan bagian dari pengadaan 612 unit kereta Stainless Steel New Generation periode 2023 s.d 2026 yang didatangkan dari PT INKA.
Baca juga: KA Argo Bromo Anggrek, Sejarah Pertama Varian Keluarga Kereta “Argo”
“Pengoperasian Kereta Eksekutif New Generation ini merupakan bentuk peningkatan pelayanan KAI kepada pelanggan jelang arus mudik Lebaran 2024, khususnya pelanggan KA Argo Bromo Anggrek. Ke depan, Kereta New Generation akan kami operasikan untuk KA-KA lainnya secara bertahap,” kata VP Public Relations KAI Joni Martinus.
Sebelumnya, KAI telah mengoperasikan Kereta Eksekutif New Generation pada KA Argo Dwipangga (Gambir – Solo Balapan pp) sejak 13 Desember 2023, KA Argo Lawu (Gambir – Solo Balapan pp) sejak 18 Desember 2023, dan KA Taksaka (Gambir – Yogyakarta pp) sejak 18 Januari 2024.
Keunggulan Kereta Eksekutif New Generation ini di antaranya pintu masuk kereta dan pintu penghubung antar kereta sudah menggunakan pintu elektrik otomatis. Hal ini akan semakin memudahkan pelanggan dalam membuka ataupun menutup pintu tanpa mengeluarkan banyak energi. Suara aktivitas buka-tutup pintu pun menjadi lebih senyap.
“Di samping itu, Passenger Information Display System (PIDS) yang tersedia di masing-masing kereta dapat menampilkan informasi stasiun terdekat, kecepatan, dan suhu ruangan. PIDS tersebut membantu menciptakan pengalaman perjalanan yang lebih baik dan menyediakan informasi yang penting bagi pelanggan selama perjalanan,” kata Joni.
Jendela Kereta Eksekutif New Generation juga telah di-upgrade menjadi tempered double glass dari sebelumnya tempered glass. Sehingga tingkat keamanan lebih tinggi, membantu mengurangi masuknya panas berlebih dan sinar UV ke dalam ruangan, serta mereduksi kebisingan lebih baik.
Untuk kebutuhan mengisi daya gawai pelanggan, KAI menambah USB charger port pada masing-masing kursi, di samping stop kontak yang telah tersedia di dinding kereta. Adanya tambahan fasilitas pengisian daya tersebut membuat penumpang dapat terus menggunakan perangkat HP, laptop, dan smart watch mereka tanpa khawatir kehabisan daya, sesuai dengan kebutuhan modern.
“Keunggulan lain pada Kereta Eksekutif New Generation yaitu pada toilet dimana tersedia keran di bagian bawah untuk membasuh kaki saat wudu. Khusus di toilet wanita, KAI menambah meja lipat yang berfungsi untuk dudukan mengganti popok bayi,” ungkap Joni.
Kereta Makan di rangkaian New Generation ini juga turut diperbarui menjadi lebih mewah dengan interior dan furnitur premium. Kereta Makan tersebut didominasi sentuhan kayu serta kursi makan yang lebih empuk dan lembut. PIDS yang sama juga tersedia di Kereta Makan.
Dalam pendaratan keras (hard landing), maka lazimnya penumpang akan mendengar bunyi “gedebuk” atau “thump” yang terjadi akibat roda pendaratan yang menyentuh landasan dengan keras. Ini biasanya terjadi ketika pesawat mendarat dengan sedikit terlalu cepat atau terlalu keras. Kejadian ini sering kali merupakan hal yang normal dan tidak selalu menunjukkan adanya masalah.
Baca juga: Meski Berusaha Daratkan Pesawat Sehalus Mungkin, Tapi ini Alasan Pilot Terpaksa Daratkan Pesawat Secara ‘Hard’
Namun, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan bunyi “gedebuk” tersebut menjadi lebih terdengar atau lebih keras dari biasanya, termasuk, dan hal ini terjadi karena hal berikut ini:
Pendaratan keras
Jika pesawat mendarat dengan terlalu cepat atau terlalu keras, roda pendaratan dapat menyentuh landasan dengan lebih keras dari biasanya, menghasilkan bunyi yang lebih keras.
Kondisi landasan
Landasan yang tidak rata atau tidak halus juga dapat menyebabkan bunyi “gedebuk” yang lebih terdengar saat pesawat mendarat.
Beberapa roda
Pesawat yang memiliki lebih dari dua roda pendaratan, seperti pesawat komersial, dapat menghasilkan bunyi “gedebuk” yang lebih keras karena semua roda pendaratan harus menyentuh landasan secara bersamaan.
Intensitas “dentuman” tersebut dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti ukuran dan berat pesawat, kecepatan penurunan, kekencangan pendaratan, dan kondisi landasan pacu. Dalam beberapa kasus, pilot mungkin dengan sengaja melakukan pendaratan yang lebih kencang, yang dikenal sebagai “firm touchdown”, untuk memastikan kontak positif dengan landasan pacu dan mengurangi risiko memantul atau melayang selama pendaratan.
Meskipun bunyi “gedebuk” ini umum terjadi dan seringkali tidak menimbulkan masalah, pendaratan yang terlalu keras secara konsisten dapat menyebabkan keausan yang lebih cepat pada roda pendaratan dan sistem pendaratan pesawat. Oleh karena itu, pilot biasanya berusaha untuk mendaratkan pesawat sehalus mungkin untuk mengurangi dampak pendaratan terhadap pesawat.
Seolah mengikuti jejak komuter MRT Jakarta, KAI sebagai operator LRT Jabodebek memberikan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk memperoleh hak penamaan atau Naming Rights 18 stasiun LRT Jabodebek yang strategis di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi.
Baca juga: MRT Jakarta Buka Naming Right Tahap 2, Semua Perusahaan Indonesia Bisa Ambil Bagian
Manager Public Relations Divisi LRT Jabodebek Mahendro Trang Bawono menegaskan bahwa program Naming Rights ini menawarkan peluang kolaborasi yang substansial bagi perusahaan dalam meningkatkan brand awareness mereka.
“Sebagai penyedia layanan transportasi massa, KAI memiliki jangkauan luas dengan memiliki 18 stasiun seperti Stasiun Dukuh Atas, Stasiun Jati Mulya dan Stasiun Harjamukti yang merupakan stasiun awal dan akhir, Stasiun Halim dan Stasiun Cikoko sebagai Stasiun yang terintegrasi dengan Kereta Cepat Whoosh dan KAI Commuter, serta Stasiun Cawang yang merupakan stasiun central akan sangat menguntungkan bagi perusahaan yang ingin meningkatkan eksposure merek mereka,” ujar Mahendro.
Melalui program Naming Rights ini, mitra perusahaan yang bekerja sama akan mendapatkan berbagai keuntungan, termasuk tampilan nama brand mereka akan diimplementasikan di berbagai media seperti aplikasi Access by KAI, website KAI dan penempatan pada signage, wayfinding, peta jalur, announcement, dan publikasi lainnya terkaitstasiun-stasiun LRT Jabodebek yang dikelola oleh KAI.
Sejak mulai beroperasi pada 28 Agustus, LRT Jabodebek telah berhasil mengangkut lebih dari 7 juta penumpang, menjadikannya sebagai pilihan yang menarik bagi mitra bisnis yang potensial untuk menjalin kerja sama yang produktif dan berkelanjutan.
“Kami sangat terbuka terhadap program Naming Rights ini, karena merupakan pemanfaatan aset untuk menciptakan pendapatan diluar angkutan penumpang dan meningkatkan pelayanan kami secara keseluruhan,” tambah Mahendro.
Program Naming Rights ini juga merupakan bagian dari upaya optimalisasi pendapatan melalui komersialisasi aset perusahaan yang telah dijalankan oleh KAI sebagai induk perusahaan dengan contoh Stasiun BNI City dan Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng. Diharapkan program ini dapat menjadi langkah positif bagi pertumbuhan dan pengembangan layanan transportasi di wilayah Jabodetabek.
Bagi penumpang pesawat, pendaratan pesawat yang mulus dan halus (soft landing) adalah sesuatu yang sangat diharapkan, maklum proses pendaratan kadang membuat was-was, terutama bagi yang phobia terbang. Pada dasarnya pilot memang berusaha mendaratkan pesawat semulus mungkin, namun terkadang mereka harus memprioritaskan faktor lain yang mempengaruhi keselamatan dan efisiensi pendaratan.
Baca juga: Apakah Pendaratan Autopilot Lebih Sulit atau Lebih Mulus Dibanding Pendaratan Secara Manual?
Pendaratan pesawat merupakan proses kompleks dan dinamis yang melibatkan banyak variabel, seperti cuaca, panjang landasan pacu, kecepatan pendekatan, konfigurasi flap, dan berat pesawat. Beberapa faktor yang mempengaruhi pendaratan pesawat mulus atau tidak, dipengaruhi oleh hal sebagai berikut;
Kondisi berangin
Saat angin bertiup kencang atau crosswind, pilot harus terus-menerus menyesuaikan sikap dan kecepatannya untuk menjaga keselarasan dan stabilitas pesawat. Hal ini mungkin mengakibatkan pendaratan lebih kencang, karena pilot harus mengoreksi efek angin hingga saat-saat terakhir.
Landasan pacu basah atau dingin
Saat landasan licin, pilot harus memastikan bahwa roda memiliki kontak yang baik dengan tanah untuk menghindari penyaradan atau hydroplaning. Pilot juga harus mengerem secepat mungkin untuk mengurangi jarak berhenti. Hal ini mungkin memerlukan pendaratan yang tidak terlalu lembut, karena pilot harus mengatasi berkurangnya gesekan dan traksi.
Landasan pacu pendek
Jika landasan pacu pendek, pilot harus menggunakan pengaturan flap yang lebih tinggi dan kecepatan pendekatan yang lebih rendah untuk mengurangi jarak pendaratan. Pilot juga harus mendarat di bagian pertama landasan agar mempunyai cukup ruang untuk berhenti. Hal ini mungkin membatasi jumlah suar yang dapat dilakukan pilot sebelum mendarat, sehingga menghasilkan pendaratan yang lebih sulit.
Pesawat ringan
Pesawat yang ringan akan lebih responsif terhadap input kontrol dan lebih sensitif terhadap aliran udara. Hal ini dapat menyebabkan pengendalian berlebihan atau kesalahan penilaian suar, karena pesawat bereaksi lebih cepat dan berbeda dari biasanya. Roda pendaratan juga lebih sedikit terkompresi saat pesawat ringan, sehingga pendaratan menjadi kurang empuk.
Meskipun demikian, pilot selalu berusaha untuk mendaratkan pesawat dengan sehalus mungkin untuk mengurangi tekanan pada roda pendaratan dan memperpanjang umur pakai komponen pesawat. Proses pelatihan pilot juga mencakup teknik-teknik pendaratan yang halus untuk mengoptimalkan keamanan dan kenyamanan penerbangan.
Baru-baru ini Bandara Wiriadinata yang merupakan Pangkalan Udara (Lanud) TNI AU menjadi sorotan karena Garuda Indonesia membuka rute penerbangan domestiknya ke Tasikmalaya. Salah satu bandara di Jawa Barat ini memiliki landasan pacu sepanjang 2799 meter dan lebar 45 meter dengan permukaan aspal dan ketinggian 350 meter di atas permukaan laut.
Baca juga: Buka Penerbangan dari Bandara Halim Perdanakusuma, Garuda Indonesia Resmi Layani Rute Jakarta-Tasikmalaya
Dirangkum KabarPenumpang.com dari wikipedia, Bandara Wiriadinata sendiri tak hanya untuk penerbangan sipil tetapi juga untuk pendidikan penerbangan yakni Dirgantara Pilot School Tasikmalaya (DPTS). Awalnya sebelum menjadi Lanud Wiriadinata, bandara ini bernama Cibeureum Tasikmalaya.
Bandara ini sendiri adalah peninggalan masa penjajahan Belanda yang dulunya digunakan untuk tempat landing dan take off pesawat-pesawat militer Belanda. Masa penjajahan Jepang pun digunakan untuk hal yang sama dan pada saat kemerdekaan Bandara Cibeureum berhasil dikuasai pemuda dan masyarakat Tasikmalaya.
Tanggal 27 Oktober 1945, pesawat Curen peninggalan Jepang yang memiliki identitas gambar benderanya diperbaiki dan diterbangkan oleh Adisutjipto mengelilingi lapangan terbang Maguwo Yogyakarta. Kemudian, dengan dibantu delapan orang teknisi dan Pangkalan Udara Andir kembali memperbaiki pesawat Nishikoren dengan tanda segi empat merah putih dan diterbangkan oleh Adisoetjipto tanggal 7 November 1945 dengan mengelilingi Tasikmalaya selama 30 menit.
Pembukaan Pangkalan Udara Cibeureum Tasikmalaya dilaksanakan pada tanggal 13 April 1946 dengan diadakan pameran dan pekan penerbangan untuk memasyarakatkan minat dirgantara serta penerbangan formasi dengan route Yogyakarta-Tasikmalaya-Wirasaba-Solo-Madiun-Malang pada tanggal 15 April 1946.
Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Hanafie Asnan meresmikan penggantian nama Lanud Cibeureum Tasikmalaya menjadi Lanud Wiriadinata pada hari Kamis tanggal 20 September 2001 dengan Surat Keputusan Nomor Skep/100/IX/2001 tanggal 12 September 2001 tentang Penggantian nama Lanud Cibeureum Tasikmalaya menjadi Lanud Wiriadinata. Nama lanud ini diambil dari salah seorang pahlawan TNI-AU, Laksamana Muda Udara (Anumerta) Raden Atje Wiriadinata.
Baca juga: Citilink Gunakan ATR 72-600 untuk Rute Bandung dan Lampung
Garuda Indonesia sendiri melayani penerbangannya dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Menuju ke Tasikmalaya ini dengan mengoperasikan ATR 72-600 yang mampu mengangkut 70 penumpang. Ternyata tak hanya Garuda Indonesia, tetapi Wings Air, anak Perusahaan Lion Air Group juga sudah lebih dulu merintis penerbangannya ke Bandara Wiriadinata itu sejak 2016 lalu.
Jaringan kereta api di Indonesia dikenal hanya melayani dua pulau, yakni Sumatera dan Jawa. Tapi kebanyakan orang tak mengetahui bahwa di bagian lain dari Jawa Timur, yakni di Pulau Madura ternyata juga terdapat jaringan kereta api. Tak berbeda dengan asal usul jaringan kereta di Jawa dan Sumatera, adanya jaringan rel di lumbung garam ini juga merupakan sisa-sisa kolonial Belanda.
Baca Juga: Gandeng Belanda Lestarikan Kereta Jadul, PT KAI Optimis Museum Ambarawa Jadi Yang Terbesar di Asia
Sama seperti daerah lain, Madura pun tak luput dari kekejaman masa penjajahan Belanda yang terkenal dengan sistem tanam paksanya tersebut. Tapi di balik itu semua, ada satu kemudahan di segi transportasi yang dirasakan oleh rakyat Madura, yaitu hadirnya kereta api yang kala itu menjadi tulang punggung transportasi di sana. Mengingat moda transportasi kala itu belumlah sebanyak sekarang, maka tidak heran jika si ular besi ini menjadi primadona bagi setiap orang.
Sumber: istimewa
Tidak hanya dipergunakan untuk mengangkut komoditas saja, warga Madura juga menjadikan kereta api sebagai sarana mobilisasi yang canggih waktu itu. “Dulu di Madura ada kereta, ramai penumpangnya, dan untuk angkut komoditas. Kereta di Madura tak tergantikan, karena belum ada transportasi lain sebanyak saat ini. Hasil dari kebun-kebun di Madura dibawa pakai kereta di bawa ke Surabaya,” tutur Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, dikutip KabarPenumpang.com dari laman detik.com.
Masih dikutip dari laman yang sama, Djoko menambahkan bahwa jaringan kereta di Madura yakni lintasan Kamal-Pamekasan sejauh 113 km dan Bangkalan-Telang sejauh 13 km. Jalur tersebut dioperasikan oleh perusahaan kereta Hindia Belanda, Madoera Stoomtram Maatschappij yang membangun relnya sejak pertengahan abad ke-19.
Foto: Mohamad Aliwafa
Namun seiring berjalannya waktu, masa-masa kejayaan kereta api di Madura mulai mengalami kelunturan hingga akhirnya ditutup pada 1987 karena kurangnya peminat. Hadirnya Mobil Pengangkut Umum (MPU) dan bus disebut-sebut sebagai faktor vokal yang menyebabkan perkeretaapian di Madura ‘mati suri’ hingga waktu yang belum ditetapkan.
Sempat muncul wacana tentang pengaktifan kembali kereta api di Madura, tepatnya pada tahun 2009 kemarin. “Gagasan mengaktifkan kembali jalur kereta api ini timbul setelah jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) dioperasikan,” imbuh Bagian Properti, Aset Tanah, dan Bangunan, PT KAI Wilayah Madura kala itu, Mohammad Ali, dikutip dari sumber terpisah.
Baca Juga: Ternyata, Trem Listrik di Jakarta Lebih Dulu Ketimbang di Belanda
Namun rencana penghidupan kembali jalur yang sempat mati suri ini diyakini bakal menemukan berbagai kendala. Diantaranya adalah sinkronisasi yang harus dilakukan PT KAI dengan MPU dan bus, membenahi jalur yang sudah tertimbun modernisasi, hingga masalah lain yang berkenaan dengan pendanaan. Tidak bisa dipungkiri, menghidupkan kembali jalur kereta yang sudah mati bukanlah perkara mudah dan membutuhkan investasi yang sangat besar.
Banyak sebutan tentang Venesia, mulai dari kota air raksasa, kota apung, hingga kota kanal yang namanya telah melegenda di dunia. Selain keindahan arsitektur kota dan jalur airnya, yang menjadi ikon Venesia adalah alat transportasi Gondola. Bisa dibilang ke Venesia belum sah bila belum menaiki Gondola. Tetapi banyak di antara wisatawan yang belum mengetahui serba serbi Gondola. Bahkan sebagian warga Jakarta lebih mengenal Gondola sebagai wahana permainan di Dunia Fantasi, Ancol.
Baca juga: Paris Rencanakan Bangun Gondola Untuk Angkut Penumpang
Bila merujuk ke sejarahnya, Gondola merupakan adalah perahu dayung tradisional asal Venesia, Italia. Selama berabad-abad lalu hingga kini, Gondola menjadi sarana transportasi publik utama di kota air ini. Gondola dirancang dengan panjang 10,87 meter dengan lebar 1,42 meter dan mampu menampung beban hingga 1.200 kg atau sekitar 6-7 penumpang dengan kecepatan hampir 3 knots. Gondola ini digerakkan oleh seorang pendayung yang disebut Gondolier.
Pada abad ke-18, diperkirakan populasi Gondola di Venesia jumlahnya mencapai ribuan, sayangnya saat ini hanya tersisa ratusan dan kebanyakan digunakan untuk tujuan wisata. Di masal lalu, Gondola hanya melayani kaum ningrat maritim hingga tahun 1094, Doge (Duke) Vito Falier menerbitkan piagam untuk memperbolehkan penduduk membuat Gondola sehingga sejak saat itu Gondola menjadi transportasi di Venesia.
Meski debut Gondola telah berusia ratusan tahun, dari mulai pertana kali Gondola diluncurkan hingga masa modern ini, warna hitam untuk Gondola tak pernah berubah, bentuknya pun tak berubah walaupun jaman sudah berganti. Untuk menaiki Gondola, wisatawan akan dikenakan biaya 80 euro untuk perjalanan selama 40 menit mengitari sungai di Venesia. Meski tarifnya tak bisa dibilang murah, karena Gondola adalah ikon kota, wisatawan pun banyak yang rela merogoh kocek dalam-dalam untuk berkeliling kota.
Gondola dibuat secara tradisional dan dirancang dapat bertahan hingga 20 tahun. Setiap Gondola yang beroperasi wajib memiliki ijin dan Gondolier atau pendayung Gondola juga mendapat lisensi dari Asosiasi Gondoloa Venesia, bahkan selain lisensi, untuk menjadi seorang Gondilier juga ada sekolahnya.
Seiring efisiensi dan efektivitas perjalanan, Gondola saat ini digerakkan dengan mesin atau biasa di sebut taksi air untuk mempercepat lajunya. Di Venesia kehadiran gondola dikelola oleh 40 keluarga yang menjalankan 10 perusahaan Gondola. Selain warna dan bentuk Gondola yang unik, para Gondolier ini juga memiliki seragam khas yakni kaos bergaris putih merah atau putih biru tua dan ditambah dengan topi anyaman bambu berlapis pita.
Untuk menaiki Gondola, wisatawan bisa memulainya dari pinggir Grande Canal, Venesia, Italia dengan perjalanan dibawah Ponte Rialto atau jembatan Rialto. Pada malam tiba, Gondola-Gondola ini terparkir dengan mengikatkan tali ke sebuah tancapan kayu dan ditutupi kain berwarna biru. Ada satu hal yang tak bisa dilepaskan dari Gondolo yang juga menjadi tradisi di Venesia, dimana setiap pasangan yang menaiki gondola harus berciuman di bawah setiap jembatan yang di lalui Gondola sebagai lambang cinta abadi.
Dali, kapal kargo raksasa berbendera Singapura milik Grace Ocean Pte Ltd, pada Selasa malam, 26 Maret 2024, menambrak tiang pondasi jembatan Jembatan Francis Scott Key di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat. Buntut dari tabrakan pada malam hari tersebut, jembatan sempanjang hampir 3.000 meter itu runtuh dan 20 orang sampai saat ini masih dinyatakan hilang.
Baca juga: Jembatan Kereta ‘Spiral’ Brusio – Terbuat dari Batu Berusia Lebih dari Satu Abad
Meski sebab musabab tabrakan dan runtuhnya jembatan masih dalam investigasi, menarik perhatian untuk mengetahui profil dari jembatan Jembatan Francis Scott Key.
Jembatan Francis Scott Key adalah jembatan gerbang angkat ganda (double-leaf bascule bridge). Jembatan ini memiliki dua bagian angkat (leafs) yang dapat diangkat untuk memberikan ruang bagi kapal-kapal yang melewati Baltimore Harbor di bawahnya.
Desain tersebut memungkinkan jembatan untuk tetap terhubung dan dapat dilewati oleh kendaraan darat saat leafs dalam posisi tertutup, dan membuka leafs ketika kapal besar harus melewati bawahnya.
Jembatan ini memiliki panjang sekitar 1,200 kaki (365 meter) dan lebar sekitar 70 kaki (21 meter), dan merupakan bagian dari Interstate 695 yang dikenal sebagai Baltimore Beltway. Jembatan ini memiliki struktur baja yang kuat untuk mendukung leafs yang dapat diangkat dan untuk menahan beban lalu lintas kendaraan. Desainnya memungkinkan jembatan untuk berfungsi efisien dalam mengakomodasi lalu lintas darat dan air di wilayah Baltimore.
Jembatan Francis Scott Key memiliki ketinggian yang bervariasi tergantung pada posisi leafs (bagian angkat jembatan) yang dapat diangkat untuk memberikan ruang bagi kapal yang melewati di bawahnya. Saat leafs dalam posisi tertutup, ketinggian bebas di bawah jembatan adalah sekitar 56 kaki (sekitar 17 meter). Namun, ketika leafs diangkat, ketinggian bebasnya meningkat untuk memberi ruang bagi kapal-kapal yang melewati di bawahnya, tergantung pada tinggi kapal tersebut.
Jembatan Francis Scott Key dinamai sesuai dengan penulis lagu kebangsaan Amerika Serikat “The Star-Spangled Banner”, Francis Scott Key, yang juga berasal dari Baltimore. Jembatan ini menjadi bagian penting dari infrastruktur transportasi di wilayah Baltimore.
Televisi di bus antarkota antarprovinsi (AKAP) jarak jauh atau bus malam saat ini mungkin bukan lagi fasilitas yang menarik bagi sebagian penumpang. Karena mereka lebih memilih sibuk dengan ponselnya masing-masing untuk membunuh kebosanan sepanjang perjalanan.
Baca juga: Fasilitas Telepon di Bus AKAP, dari Bintang Kedjora Hingga Harapan Jaya
Kondisi yang jauh berbeda dibandingkan dengan dua atau tiga dekade lalu. Saat penumpang masih menjadikan televisi di bus malam sebagai sarana untuk membunuh kebosanan selama perjalanan.
Tak sedikit penumpang yang mempertimbangkan keberadaan televisi atau bahkan apa yang diputarkan oleh fasilitas itu. Mereka kala itu cenderung memilih bus malam yang memutarkan film-film terbaru atau malah film “panas”.
Pada masa itu, televisi di bus malam, khususnya kelas eksekutif atau super eksekutif biasanya menayangkan film-film Holywood atau film-film box office terbaru. Biasanya film-film dari grup lawak Warkop DKI juga ikut diputar sebagai selingan.
Film-film tersebut diputarkan melalui perangkat Video Home System (VHS) atau Betamax. Pada awal 2000-an perangkat tersebut kemudian digantikan oleh View CD (VCD) dan Digital Video Disc (DVD) yang jauh lebih ringkas.
Beberapa PO pada awal dihadirkannya fasilitas itu bahkan mempromosikannya menggunakan tulisan besar di kaca. Seperti contoh adalah Perusahaan Otobus (PO) ANS yang menuliskan “Video TV Berwarna JVC” di kaca depan unitnya untuk menarik perhatian calon penumpang pada dekade 1980-an.
Ada cerita menggelitik soal televisi yang terpasang di bus malam. Saat sebagian penumpang, terutama wanita sudah tertidur pulas, sebagian awak bus kerap menyetel film-film “panas” atau film semi porno.
Entah apa tujuannya, kemungkinan besar adalah untuk menghibur diri di tengah perjalanan. Tetapi hal ini tentu saja tak bisa dibenarkan, apalagi untuk pengemudi karena bisa memecah konsentrasi mereka.
Yusuf, wiraswasta asal Malang pada medio 1990-an kerap wara-wiri Jakarta-Malang pulang pergi (PP) menggunakan bus malam. Kala itu dia masih duduk di bangku kuliah dan bus pilihannya adalah bus yang awaknya senang menyetel film “panas”.
“Biasanya ada yang suka setel film semi begitu. Saya hafalin mereka sama bisnya, kalau mereka jalan saya ikut mereka. Di pas-in sama jadwal mereka. Nonton film gitu,” katanya sambil terkekeh.
Alasannya sederhana saja, mencari hiburan yang berbeda. Sebab, pada masa itu pemutar video adalah benda mewah. Kemudian untuk menikmati konten “esek-esek”, pilihannya hanya buku cerita “panas” atau stensilan, salah satunya adalah karangan Enny Arrow.
“Namanya juga penasaran, katanya di bis disetel begitu ya kita jadi pengen kan? Mau liat begitu dimana? Enggak ada yang punya pemutarnya karena mahal. Kita puasin aja setiap pergi sendirian dari Malang atau Jakarta. Bosen stensilan melulu,” ujarnya.
Walaupun demikian, Yusuf kerap tidak beruntung meskipun sudah berangkat dengan bus langganannya. Sebab, awak bus juga masih tahu diri dan melihat bagaimana kondisi penumpangnya.
Baca juga: Juanda, Pasar Baru, dan Karet, Nostalgia Bus AKAP Saat Diperbolehkan Masuk Tengah Kota
“Kalau musim libur sekolah banyak anak-anak atau banyak perempuan, apalagi ibu-ibu biasanya kru juga sungkan nyetel begituan. Ya sudah lah kita yang menunggu jadinya tidur saja,” ungkapnya. (Bisma Satri)
Digandeng oleh Virgin Hyperloop One dan Roads and Transport Authority of Dubai, anak perusahaan dari BMW Group, Designwork dipercaya untuk merancang desain prototipe dari moda berbasis tenaga levitasi magnetik, Dubai Hyperloop. Dengan dipamerkannya desain ini pada pagelaran UAE Innovation Month yang diadakan di City Walk Dubai beberapa waktu yang lalu, seolah menandakan semakin dekatnya peluncuran dari moda futuristik yang beroperasi di dalam tabung ini.
Baca Juga: Semakin Dekat Realisasi, Virgin Hyperloop One Mulai Pamerkan Pod Futuristiknya
Dengan berbekal pengalaman desain yang luas di berbagai proyek transportasi publik dan pribadi, Designwork selaku mitra dari Virgin Hyperloop One memiliki visi untuk memberikan pengalaman baru kepada para penumpangnya kelak. “Dengan bermitra dengan Virgin Hyperloop One, kami ingin menciptakan ekspresi visual baru untuk moda transportasi umum yang baru pula,” tutur Design Director dari Designworks LA Studio, Johannes Lampela.
Seperti yang kita ketahui bersama, Hyperloop merupakan moda yang beroperasi di dalam tabung tertutup. Tantangan tersendiri bagi Designwork dimana mereka dituntut untuk menciptakan interior senyaman mungkin walaupun tanpa kehadiran jendela di dalamnya. Tidak hanya nyaman, Designwork pun diminta untuk menciptakan desain interior yang menarik dan memenuhi kriteria yang sebelumnya telah ditentukan oleh pihak Virgin Hyperloop One.
Tidak terkecuali kursi dan pendingin ruangan, penumpang diharapkan dapat menikmati hiburan yang dipersonalisasi melalui tampilan yang terintegrasi. Pencahayaan lantai pun dibuat estetis guna menggandakan fungsi wayfinding semisal terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Untuk lebih memperkaya pengalaman penumpang, Designwork selaku desainer mengambil inspirasi dari pola Arab yang tradisional, dimana mereka lebih berhati-hati dalam menciptakan referensi budaya dan juga dapat menerapkan interpretasi yang lebih futuristik dan progresif. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, jaringan Virgin Hyperloop One ini akan mulai beroperasi di Dubai pada tahun 2021 mendatang.
Baca Juga: HTT Siap Operasikan Hyperloop Pada 2020, Akankah Dubai Operasikan Dua Teknologi Maglev?
Sekedar mengingatkan, pod penumpang yang tengah dirancang oleh Designwork ini nantinya akan melaju hingga kecepatan 1.080 km per jam, dimana dengan kecepatan tersebut mampu menghubungkan Dubai dan Abu Dhabi dalam waktu 12 menit saja.