Buggh, Boeing 737 Alaska Airlines Tabrak Beruang! Sebelumnya Malah Pernah Tabrak Ikan Saat di Udara

Malang betul nasib beruang yang satu ini. Entah bagaimana kronologinya, belum lama ini sebuah pesawat Boeing 737-700 Alaska Airlines yang berangkat dari Bandara Cordova, Alaska, dilaporkan menabrak seekor beruang saat mendarat di Bandara Yakutat, Alaska, Amerika Serikat (AS). Sang beruang coklat pun ditemukan tewas mengenaskan tak jauh dari runway.

Baca juga: ‘Serangan’ Beruang Bikin Penerbangan di Rusia Terhenti Puluhan Menit!

“The nose gear (landing gear) nyaris mengenai beruang, tetapi kapten merasakan benturan di sisi kiri setelah beruang melintas di bawah pesawat,” jelas Alaska Airlines dalam sebuah pernyataan. Memastikan hal itu, ketika taxiing ke apron, pilot kemudian menoleh ke arah terjadinya benturan dan melihat seekor beruang tergeletak beberapa kaki tak jauh dari runway.

CNN International melaporkan, ini merupakan pertama kalinya pesawat menarak beruang. Akibat kejadian itu, pesawat Alaska Airlines mengalami kerusakan kecil di bagian luar mesin sebelah kiri bagian kanan bawah. Namun, tetap saja, pesawat terpaksa harus masuk hanggar untuk perbaikan. Beruntung, seluruh penumpang yang berjumlah enam orang dilaporkan selamat tanpa cedera apapun.

Sementara itu, menurut humas Departemen Transportasi dan Fasilitas Umum Alaska, Sam Dapcevich, insiden seperti itu memang kerap terjadi. Tak hanya beruang, terkadang pesawat juga mendapat serangan burung atau bird strike dan hewan lainnya.

“Hal seperti ini jarang terjadi. Saya telah berada di Alaska sepanjang hidup saya dan kami telah mengalami serangan pesawat dari burung dan hewan lainnya. Tapi ini adalah contoh beruang pertama yang pernah saya dengar,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa sebagian besar wilayah bandara sebetulnya sudah diberi pagar, sebagai upaya mencegah kawanan hewan liar masuk. Selain itu, petugas juga dilatih oleh Departemen Pertanian untuk menggunakan kembang api dan kendaraan untuk mencegah hewan liar masuk ke area bandara dan mengganggu penerbangan.

Kerusakan di sekitar mesin pesawat Alaska Airlines usai tabrak beruang. Foto: Alaska Airlines

Sebelum kejadian, petugas mengaku telah melihat ada dua beruang, yang diduga beruang betina dan seekor anak beruang. Namun, tepat pada hari kejadian, tak satupun petugas melihat beruang saat sedang dalam proses membersihkan salju di area bandara.

Fotografer sekaligus ahli biologi lokal, Robert Johnson, mengaku terkejut saat mendengar kejadian itu dari tetangganya, yang menjadi salah satu dari enam orang penumpang Alaska Airlines flight 66. Ia pun bergegas ke bandara untuk mengabadikan momen itu.

“Itu adalah kejadian yang tidak biasa, sebenarnya yang pertama di Alaska. Saya telah bekerja dengan beruang selama hampir separuh lebih dari masa hidup saya di sini,” jelasnya.

Baca juga: Beruang Serang Pekerja Konstruksi Kereta Peluru Shinkansen Gegara Kehabisan Biji Pohon Ek

Meskipun insiden pesawat tabrak beruang merupakan yang pertama kalinya di Alaska, namun, hal itu masih tak kalah aneh dengan insiden serupa di tahun 1987. Saat itu, pesawat Boeing 737-200 Alaska Airlines dilaporkan menabrak ikan saat di udara. Kok bisa?

Disebutkan, dalam sebuah penerbangan dari Juneau, Alaska, seekor elang tampak dari kejauhan tengah membawa seekor ikan besar. Entah mengapa, saat berpapasan dengan pesawat, ikan tiba-tiba seperti sengaja dilepas elang dan membentur pesawat, tak jauh di sekitar jendela kokpit (cockpit window). Beruntung, pesawat tak sampai berlubang, kehilangan tekanan, dan mengalami dekompresi eksplosif dibuatnya.

KLM Terancam Bangkrut Gegara Greenpeace Desak Pemerintah Hentikan Bantuan Rp56 Triliun

Maskapai tertua di dunia yang masih beroperasi, KLM, terancam gulung tikar alias bangkrut. Hal itu terjadi lantaran organisasi lingkungan terkemuka di dunia, Greenpeace, menuntut pemerintah Belanda untuk mencabut dukungan finansial sebesar US$ 4 miliar atau sekitar Rp56 triliun (kurs Rp14.111) terhadap maskapai nasionalnya itu.

Baca juga: Gegara Covid-19, Kereta Jadi Pilihan Favorit Berlibur Ketimbang Pesawat! Ini Alasannya

“Desakan untuk menghentikan dukungan finansial secepatnya akan merusak kemampuan perusahaan untuk meminjam uang dan sulit untuk melihat bagaimana hal ini tidak berisiko bangkrut,” kata seorang pengacara yang mewakili pemerintah, Karlijn Teuben, saat melakukan pembelaan atas gugatan Greenpeace di pengadilan Den Haag, seperti dikutip dari Simple Flying.

Gugatan Greenpeace terhadap KLM bermula dari paket stimulus bersyarat yang diberikan pemerintah. Pemerintah menjanjikan paket stimulus ke KLM dengan imbalan agar perusahaan berkomitmen untuk mengurangi setengah dari emisi gas rumah kaca di level 2005 pada 2035 mendatang.

Sampai di sini, tak disebutkan dengan jelas seperti apa emisi gas rumah kaca pada tahun 2005 lalu yang dimaksud.

Yang pasti, Greenpeace bersikukuh bahwa KLM tak akan mampu menjalankan komitmen tersebut. Sebab, penumpang pesawat diperkirakan bakal terus meningkat seiring berjalannya waktu. Pandangan Greenpeace tentu bukan tanpa dasar. Pada tahun 2018, IATA memprediksi bahwa jumlah penumpang yang bepergian melalui udara akan mencapai 8,2 miliar pada tahun 2037.

“Perubahan iklim berbahaya dan sedang terjadi sekarang. Pemerintah telah kehilangan kesempatan untuk menangani polusi yang disebabkan oleh penerbangan saat ini,” kata pengacara Greenpeace, Frank Peters.

Dewasa ini, sekalipun masih di bawah pandemi virus Corona, nyatanya dari data FlightrRadar24, jumlah penerbangan memang kian meningkat setiap bulan. Selain itu, hasil analisis (Airports Council International) Eropa menunjukkan, sepanjang Juli, Agustus, dan September telah terjadi peningkatan lalu lintas udara di Eropa.

Sejauh ini, perjalanan udara disinyalir menyumbang antara 2-3 persen dari emisi karbon dunia, tetapi persentase untuk itu setara dengan 4,5 miliar perjalanan penumpang, pergerakan 64 juta metrik ton kargo dan sepertiga dari perdagangan global dunia. Di samping itu, penerbangan juga menopang 65 juta pekerjaan.

Protes Greeanpeace melalui jalur hukum dan campaign di bandara lewat aksi teatrikal dan pemasangan berbagai spanduk kecaman bukanlah kali pertama terjadi. Mei lalu, massa dari organisasi itu pernah ‘menyerbu’ Bandara Schiphol, Belanda, dan menduduki salah satu runway.

Saat itu, mereka menuntut pemerintah agar mengurangi batas atas CO2, mengurangi frekuensi penerbangan, dan menjadikan kereta api sebagai pengganti penerbangan jarak pendek. Selain itu, para pengunjuk rasa juga meminta agar dukungan pemerintah untuk semua bisnis dibuat dengan syarat tuntutan lingkungan yang ketat sesuai dengan Paris agreement.

Tuntutan Greenpeace agaknya memang sejalan dengan proyeksi besar Uni Eropa. Sejak beberapa waktu lalu, Komisi Eropa memang sudah berniat menjadikan tahun 2021 sebagai “Tahun Kereta Eropa”, yakni wujud dari dukungan untuk Kesepatan Hijau Eropa (European Green Deal).

“Tahun Kereta Eropa” nantinya menjadi landasan utama negara-negara Uni Eropa untuk mengembangkan akses jaringan kereta api di seluruh sudut kawasan serta mempromosikan perjalanan dengan menggunakan moda transportasi itu.

Baca juga: Pesawat Flying-V KLM-TU Delft Sukses Terbang Perdana! Lebih Hemat 20 Persen Dibanding A350

Tujuan besar dari langkah-langkah di atas tentu mengarah pada turunnya emisi gas rumah kaca (netralitas iklim) pada 2050 mendatang. Bila berhasil, Uni Eropa akan menjadi benua “blok netral-iklim” pertama di dunia, mengalahkan paket stimulus Green New Deal yang diusulkan Amerika Serikat. Target terdekat dalam Kesepatan Hijau Eropa terjadi pada 2030 mendatang, dimana emisi gas rumah kaca diproyeksikan turun hingga 55 persen.

Di Eropa Utara, bahkan, masyarakat secara organik, massif menggaungkan “flight shaming” atau menanamkan rasa malu ketika bepergian menggunakan pesawat, yang notabene belum ramah lingkungan karena masih menggunakan bahan bakar fosil.

Ironis, Boeing 737 MAX Sudah Boleh Terbang tapi Maskapai, Pramugari, hingga Penumpang Ragu

Boeing 737 MAX tak lama lagi akan memulai lembaran baru. Kejelasan itu didapat setelah regulator penerbangan sipil Amerika Serikat (FAA), belum lama ini, resmi mencabut larangan terbang untuk 737 MAX. Sayangnya, diizinkan kembali terbangnya MAX tidak disambut baik oleh maskapai penerbangan, pramugari, dan penumpang.

Baca juga: Kapten Sully Kritik Habis Boeing 737 MAX, Crew Alerting System dan Sensor Ketiga AoA Jadi Sorotan

Dilansir The New York Times, baik maskapai, pramugari, maupun penumpang disebut ragu. Penyebabnya, apalagi kalau bukan kecelakaan Boeing 737 MAX Lion Air dan Ethiopian Airlines yang menewaskan total 346 orang.

Berbagai maskapai di dunia mengaku masih wait and see menyikapi pencabutan larangan terbang Boeing 737 MAX. Maskapai United Airlines, berencana baru akan menerbangkan pesawat dengan penjualan tercepat dalam sejarah Boeing itu pada kuartal II 2021, menunggu lebih dari 1.000 jam penerbangan, pelatihan ulang (pilot), dan hasil uji terbang mandiri oleh internal maskapai.

Southwest Airlines, sang operator Boeing 737 MAX terbesar di dunia, menyatakan tidak berencana menggunakan pesawat itu hingga pertengahan 2021. Tak hanya itu, seluruh pimpinan maskapai akan lebih dahulu menjajal keamanan pesawat sampai berkali-kali terlebih dahulu, sebelum mulai mengangkut penumpang. Strategi itu ditempuh sebagai salah satu cara meyakinkan penumpang bahwa pesawat sudah aman.

Alaska Airlines, yang baru akan kedatangan MAX pada awal tahun depan, berencana baru akan menerbangkan MAX di bulan Maret. Bahkan, Delta Airlines, salah satu maskapai terbesar AS, sudah bulat memutuskan tidak lagi terbang dengan Boeing 737 MAX. Maskapai dari Eropa, Brasil, Kanada, dan Cina, juga dipastikan belum akan terbang dalam waktu dekat sampai regulator penerbangan sipil mereka menyatakan aman.

Dengan keadaan di atas, dimana banyak maskapai ragu terbangkan MAX, American Airlines besar kemungkinan menjadi maskapai pertama di dunia yang menerbangkan kembali Boeing 737 MAX pasca pencabutan larangan terbang. Maskapai berencana menerbangankan MAX mulai 29 Desember 2020 hingga 4 Januari 2021, menghubungkan Bandara Internasional Miami dan Bandara La Guardia di New York dengan menggunakan sekitar 36 armada MAX.

Selain maskapai, pramugari pun turut ragu untuk kembali terbang bersama Boeing 737 MAX. Dalam sebuah artikel lansiran Time, Asosiasi Pramugari Profesional (APFA) menyebut beberapa pramugari American Airlines enggan terbang dalam waktu dekat.

Menyikapi hal itu, APFA akan mempelajari laporan Boeing, FAA, serta pendapat dari maskapai, pilot, dan pihak lainnya terlebih dahulu sebelum memutuskan terbang kembali dengan MAX. Senada dengan pramugari, disebutkan, penumpang juga ragu untuk terbang bersama MAX.

Terlepas dari hal itu, kepala FAA, Stephen Dickson, percaya bahwa Boeing sudah mengakomodir seluruh masukan dari regulator. Ia pun dengan sangat percaya diri menyebut, “Saya 100 persen nyaman dengan keluarga saya terbang di atasnya.” Di samping itu, pihaknya juga sudah bekerja dengan teliti untuk memastikan Boeing 737 MAX aman sebelum akhirnya diputuskan mencabut larangan terbang.

Demikian juga dengan The Air Line Pilots Association International atau Asosiasi Pilot Internasional (ALPA). Asosiasi yang mewakili hampir 60 ribu pilot di Amerika Utara itu mengaku yakin dan percaya kepada teknisi yang bekerja. Secara tidak langsung, ALPA siap untuk menerbangkan MAX.

Baca juga: Boeing Rayu Maskapai Agar Beli Ratusan 737 MAX yang Batal Terjual

Meski keamanannya diragukan dan kehilangan kepercayaan dari maskapai, pramugari, dan penumpang, namun, analisis dari para pakar menyebut hal itu tak akan lama. Sejarah pun membuktikannya. Pada 2013 lalu, Boeing 787 Dreamliner sempat dilarang terbang selama empat bulan akibat sejumlah insiden. Tak sedikit penumpang yang menyatakan takut naik pesawat itu. Pun demikian dengan maskapai dan pramugari.

Seiring berjalannya waktu, dengan pembuktian dan berbagai campaign, pada akhirnya Boieng 787 Dreamliner berhasil mendapat kembali kepercayaan mereka, bahkan menjadi salah satu pesawat widebody twin jet favorit di dunia, bersaing dengan Airbus A350.

Gunakan Kecerdasan Buatan, Grab Bisa Lacak Pengguna Asli dan Palsu

Banyak pihak tidak bertanggung jawab yang mengambil keuntungan dengan memanfaatkan celah dan hal ini diakui oleh platform digital Grab yang mendapatkan serangan tersebut. Mereka mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, Grab mendapat beberapa jenis penipuan.

Baca juga: Grab Minta Pengemudi dan Penumpang Isi Form Pernyataan Kesehatan Sebelum Melakukan Perjalanan

Head of Technology, Integrity Group, Transport, and Patents Office Grab, Wui Ngiap Foo menyebutkan, penipuan tersebut dalam berbagai bentuk seperti GPS palsu, mitra pengemudi yang membuat banyak akun hingga pembajakan akun melalui rekayasa sosial yakni pencurian OTP atau One Time pasword.

“Cara yang digunakan untuk rekayasa sosial pun semakin pintar yang mana tujuannya demi mendapat OTP serta mengakses akun si pengguna. Grab tidak pernah meminta OTP atau data pribadi dengan iming-iming hadiah ataupun memberi bantuan,” kata Wui yang dikutip KabarPenumpang.com dari berbagai laman sumber.

Inilah yang kemudian membuat Grab berupaya meningkatkan awareness dan edukasi pengguna sehingga bisa melindungi akun mereka. Wui mengatakan, Grab juga melakukan kerja sama dengan penegak hukum di berbagai negara tempatnya beroperasi termasuk Indonesia dan Singapura.

Hal tersebut dilakukan Grab karena menilai tindakan fraud atau penipuan bukan hanya tanggung jawab satu orang. Grab juga melakukan investasi dibidang kecerdasan buatan dan machine learning.

“Karena AI satu-satunya cara untuk keep up dengan jumlah serangan dan praktik fraud. Kami berupaya untuk selalu selangkah di depan fraudster. AI jadi alat mayor kami untuk menangani insiden keamanan di online atau offline,” katanya.

Wui mengatakan, penipuan itupun bersifat kompleks, mulai dari orang yang bersembunyi di balik akun pengguna, membuat akun palsu dengan nama salah satu pengguna, sampai ada juga yang berpura-pura tidak bersalah.

“Yang kami coba lakukan adalah melindungi pengguna. Kami mencoba memahami behaviour journey pelanggan. Contohnya jika seseorang merupakan pengguna normal, Grab bisa melihat riwayat browsing-nya di aplikasi. Misalnya ingin memesan kendaraan, pengguna sungguhan akan memeriksa tarif atau harga,” katanya.

Selain itu jika ingin memesan makanan, pengguna normal akan bolak balik mengecek mana makanan yang diinginkan. Semua itu pun terekam di histori yang hanya bisa diakses oleh Grab.

Dia menjelaskan bahwa metode ini sebagai AI powered behavior modelling. Sehingga dari perilaku penjelajahan inilah, Grab dapat memetakan dan menentukan bagaimana pengguna asli berperilaku dan bagaimana pengguna palsu masuk ke akun, kemudian akan langsung mengambil uang yang disimpan di wallet.

“Dari situ akan ada grafik perilaku dan bisa memunculkan penilaian, berbasis itulah, kami bisa mengambil langkah, misalnya membatasi arus kas dan lain-lain,” katanya.

Baca juga: Wajib Selfie, Jadi Syarat Naik Grab di Malaysia

Ke depan, Grab juga akan meluncurkan autentikasi QR Code untuk memastikan keamanan digital pada transaksi di desktop. Di mana, pengguna perlu memindai QR code tersebut sebagai tambahan lapisan keamanan. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan keamanan transaksi yang dilakukan memang benar dibuat oleh penggunanya.

151 Tahun Sudah Terusan Suez Menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah

Terusan yang satu ini sering dianggap sebagai batas antara Afrika dan Asia. Ini juga menghubungkan Laut Mediterania ke Laut Merah. Penasaran? Ya inilah Terusan Suez yang mana letaknya di sebelah barat Semenanjung Sinai. Suez merupakan terusan kapal sepanjang 163 km yang terletak di Mesir.

Baca juga: Pulau Christmas, Garda Terdepan Australia di Utara, Surganya Jutaan Kepiting Merah

Terusan Suez diresmikan tahun 1869 dan dibangun atas prakarsa insinyur Prancis yang bernama Ferdinand Vicomte de Lesseps. KabarPenumpang.com merangkum dari berbagai laman sumber, kehadiran Terusan Suez memungkinkan transportasi air dari Eropa ke Asia tanpa harus mengelilingi Afrika.

Sebelum adanya kanal ini, banyak cara yang sudah dilakukan yakni dengan mengosongkan kapal dan membawa barang lewat darat antara Laut Tengah dan Laut Merah. Terusan tersebut terdiri atas dua bagian yakni utara dan selatan Danau Great Bitter yang menghubungkan Laut Tengah ke Teluk Suez.

Pada Perang Dunia I, Terusan Suez berada di bawah kekuasaan Inggris yang kemudian diserang oleh pasukan Jerman dan Turki Ottoman. Karena letaknya sangat strategis yang mana menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Tengah, menjadikannya objek rebutan antara pasukan sekutu dan poros.

Untuk diketahui, tahun 1854 dan 1856, Ferdinand memperoleh konsesi dari Sa’id Pasha , Khedive Mesir dan Sudan untuk mendirikan perusahaan untuk membangun kanal yang terbuka untuk kapal dari semua negara. Perusahaan ini mengoperasikan kanal selama 99 tahun sejak pembukaannya.

Sebagaimana diatur dalam konsesi, Ferdinand mengadakan Komisi Internasional untuk penindikan tanah genting Suez (Commission Internationale pour le percement de l’isthme des Suez) yang terdiri dari 13 ahli dari tujuh negara, di antaranya John Robinson McClean, untuk memeriksa rencana yang dikembangkan oleh Linant de Bellefonds untuk memberi nasihat tentang kelayakan dan rute terbaik untuk kanal.

Setelah survei dan analisis di Mesir dan diskusi di Paris tentang berbagai aspek kanal, di mana banyak ide Negrelli berlaku, komisi menghasilkan laporan dengan suara bulat pada bulan Desember 1856 yang berisi deskripsi rinci tentang kanal lengkap dengan rencana dan profil. Perusahaan Terusan Suez (Compagnie universelle du canal maritime de Suez) didirikan pada tanggal 15 Desember 1858.

Pekerjaan dimulai di pantai Port Said di masa depan pada 25 April 1859. Penggalian memakan waktu sekitar sepuluh tahun, dengan kerja paksa ( corvée ) digunakan sampai tahun 1864 untuk menggali kanal. Beberapa sumber memperkirakan bahwa lebih dari 30.000 orang bekerja di kanal pada periode tertentu, lebih dari 1,5 juta orang dari berbagai negara dipekerjakan, dan ribuan pekerja meninggal, banyak dari mereka karena kolera dan epidemi serupa.

Pemerintah Inggris telah menentang proyek tersebut dari awal hingga penyelesaiannya. Sebagai salah satu langkah diplomatik melawan kanal, ia tidak menyetujui penggunaan “kerja paksa” dari pekerja paksa. Inggris Raya adalah kekuatan angkatan laut global utama dan secara resmi mengutuk kerja paksa. Kerja paksa pada proyek dihentikan, dan raja muda mengutuk corvée, menghentikan proyek.

Baca juga: Unik! Di Polandia Ada Kapal Laut ‘Berjalan’ Di Atas Daratan

Kanal dibuka di bawah kendali Prancis pada November 1869. Upacara pembukaan dimulai di Port Said pada malam hari tanggal 15 November, dengan iluminasi, kembang api, dan jamuan makan di kapal pesiar Khedive Isma’il Pasha dari Mesir dan Sudan. Pada pagi hari tanggal 17 November 1869, barisan kapal memasuki kanal, dipimpin oleh L’Aigle . Kapal Anchor Line , SS Dido , menjadi yang pertama melewati Terusan dari Selatan ke Utara.

Dishub DKI Jakarta: Sistem Bikeshare Akan Lebih Banyak Disiapkan di Masa Pendemi

Masa pandemi membuat semua gaya hidup berubah dari keharusan menggunakan masker, jaga jarak dengan orang lain, mencuci tangan hingga penggunaan transportasi massal. Di mana pada pandemi saat ini banyak orang yang masih takut untuk menggunakan transportasi umum.

Baca juga: Volvo Akan Luncurkan Electric Articulated Bus di Busworld Brussels Oktober 2019

Hal ini kemudian membuat Kementerian perhubungan dan berbagai moda transportasi di Jakarta mulai membuat prospek dan inovasi agar masyarakat bisa kembali menggunakan transportasi umum dengan aman dan nyaman seperti sebelumya. Kepala Bidang Angkutan Jalan Dishub DKI Jakarta Susilo Dewanto mengatakan, saat ini penggunaan sepeda sebagai alternatif moda transportasi dapat meringankan beban transportasi umum.

Pihaknya bahkan sudah mengimplementasikan jalur sepeda sementara pada koridor angkutan umum. Selain itu juga menyiapkan sistem bikeshare sebagai penunjang transportasi tidak bermotor di Jalan Sudirman dan MH Thamrin.

Susilo menyebutkan, saat ini sudah ada 76 lokasi parkir sepeda dengan ketersediaan 800 unit sepeda dengan jam operasional dari jam 06.00 pagi hingga 18.00. Selain itu, pihaknya membuat rencana jalur sepeda permanen di Jalan Sudirman dan Thamrin.

Susilo juga mengatakan, untuk penggunaan transportasi umum seperti bus TransJakarta, LRT Jakarta dan MRT Jakarta, kapasitas penumpang yang diangkut sekitar 70 persen dari ketersediaan. Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, Kemenhub dari sisi implementasi teknologi sedang menyiapkan Grand Design untuk Indonesia dalam transportasi umum.

“Akan ada sepuluh ITS Grand Design untuk tahun 2020 hingga 2030 yakni Electronic Financial System, Advance Travel Demand System, Advance Rural Transportation System, Advance Parking Managment System, Commercial Vehicle System, Emergency Managment System, Advance Vehicle Control and Safety System, Advance Traveller Information System, Advance Public Transportation System dan Advance Traffic Managment System,“ ujar Budi Setiyadi dan webinar bus world, Kamis (18/11/2020).

Baca juga: Volvo Akan Luncurkan Electric Articulated Bus di Busworld Brussels Oktober 2019

Dia menambahkan, beberapa diantaranya pun saat ini sudah mulai dijalankan dan sudah berlaku di ibukota Jakarta.

Presiden ACI Eropa: Tak Ada Korelasi Antara Tingkat Infeksi Covid-19 dengan Traffic Penumpang

Virus corona dinilai sebagai biang keladi anjloknya traffic penumpang. Banyak pihak mungkin sepakat dengan itu. Tercatat, sebelum Covid-19 mewabah, 40,3 juta penerbangan dijadwalkan lepas landas di seluruh dunia pada tahun 2020, meskipun pada akhirnya harus turun menjadi sekitar 23,1 juta dan diperkirakan akan tetap rendah di 2021.

Baca juga: Berkah Vaksin, IATA Sebut Butuh 8 Ribu Pesawat Jumbo untuk Antarkan Vaksin ke Seluruh Dunia

Akan tetapi, belum lama ini Presiden ACI (Airports Council International) Eropa, Jost Lammers, justru berpendapat sebaliknya. Menurutnya, tidak ada korelasi antara sebaran virus Corona dengan traffic penumpang pesawat.

Dilansir airport-world.com, pendapat tersebut ia sampaikan saat menghadiri Kongres Tahunan ACI Eropa yang dihelat secara virtual, belum lama ini. Pada kesempatan itu, ia awalnya menyoroti solusi terbaik untuk industri penerbangan. Menurutnya, solusi itu ada pada tes Covid-19 (PCR test), bukan karantina. Sebab, karantina sebagai solusi paling aman untuk mencegah penyebaran virus Corona dinilai tak efektif.

“Kami membutuhkan solusi jangka pendek dan jangka panjang agar tetap bisa memaksimalkan momentum perayaan musim dingin atau bahkan musim panas mendatang,” jelasnya.

“Solusinya ada pada perubahan dari kebijakan karantina untuk para traveler menjadi kebijakan tes (PCR test) untuk mereka. Hal ini dilakukan demi kondisi yang lebih baik dan mengurangi risiko penularan serta menyelamatkan bisnis,” tambahnya.

“Karantina hanya akan efektif ketika disiplin. Kita semua tahu ini (kebijakan karatina) sangat berat dan umumnya (traveler) tidak bisa menjalaninya dengan disiplin. Karantina juga tidak mencegah orang yang terinfeksi untuk bepergian. Asumsi bahwa karantina adalah pendekatan tanpa risiko harus dipertimbangkan kembali,” ujarnya.

Melengkapi pandangan di atas, ia juga berujar, bahwa tidak ada korelasi antara sebaran virus Corona dengan traffic penumpang pesawat. Pendapat tersebut terlontar darinya sebagai respon atas analisis terbaru ACI Eropa terkait peningkatan lalu lintas udara sepanjang Juli, Agustus dan September lalu; termasuk traffic penumpang.

Analisis tersebut juga makin menegaskan pendapat dari Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC). Disebutkan, ECDC juga pernah mengutarakan bahwa pembatasan perjalanan tidak efektif saat transmisi virus Corona sudah merambah komunitas-komunitas kecil, seperti yang saat ini terjadi di seluruh Eropa.

Sebaliknya, negara-negara Eropa sudah seharusnya kompak melakukan kontak tracing untuk memutus mata rantai penularan dan hal itu harus terkoordinir dengan baik di bawah kebijakan bersama Uni Eropa.

Baca juga: Bandara di Seluruh Dunia Menuju Bebas Emisi CO2! Berikut Empat Tahapannya

Koordinasi yang baik antar negara-negara Eropa juga didorong oelh ACI untuk sama-sama menyelamatkan sekaligus membantu pemulihan dalam kerangka Recovery Framework for Aviation. Proposal tersebut mendorong Uni Eropa dan pemerintah negara-negara Eropa untuk meningkatkan dukungan keuangan bagi layanan udara di bandara-bandara.

Selain itu, proposal itu juga mencakup perekrutan kembali mantan staf darat yang sempat terkena PHK, memberi kompensasi ke bandara-bandara, dan skema Connectivity Support untuk membantu pemulihan layanan udara secara adil dan berimbang.

AirAsia X Vs Scoot Vs Jetstar, Siapa yang Terbaik?

Maskapai low-cost medium-haul atau jarak menengah dan jauh berbiaya rendah selalu menarik hati para pelancong dunia. Alasannya, apalagi kalau bukan harga murah. Di Asia, dalam hal ini Asia Tenggara, gelar maskapai terbaik di kategori itu setidaknya diperebutkan oleh tiga maskapai, AirAsia X, Scoot, dan Jetstar.

Baca juga: Saudia vs Etihad, Siapa Juara di Kelas Ekonomi?

Tidak mudah memang untuk mencari siapa yang terbaik di antara ketiga itu. Sebab, satu sama lain pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang pada akhirnya menggiring keberpihakan penumpang dari sudut pandang bervariaKosi. Guna mendapatkan hasil itu, mungkin ada baiknya dimulai dari jangkauan atau rute masing-masing maskapai.

Rute maskapai
Dilansir Simple Flying, selain terbang di sekitaran Singapura, Scoot juga terbang ke India, Cina, Jepang, Taiwan, Arab Saudi, dan Australia. Anak perusahaan Singapore Airlines itu dinilai memiliki jaringan kuat ke Cina dan India, dengan terbang ke lebih dari 20 kota di Cina dan sekitar 10 kota di India. Hal Itu menjadikan Scoot pilihan cukup baik untuk terbang antara Singapura dan India atau Cina.

AirAsiaX pun demikian, selain terbang di sekitaran Malaysia, maskapai yang didirikan oleh Tony Fernandes ini juga terbang jauh ke Timur dan Barat, seperti ke Abu Dhabi dan Selandia Baru. Jetstar pun demikian. Anak perusahaan dari Qantas ini juga menghubungkan Australia ke beberapa kota di Asia, seperti Jepang di Utara dan Bali di selatan. Penerbangan Australia-Bali sejauh ini selalu menjadi primadona.

Jetstar (istimewa)

Pesawat yang digunakanBerbeda dengan rute yang cukup beragam dan cenderung saling menghindari satu sama lain, soal pesawat, rasanya ketiga maskapai tak punya banyak pilihan. AirAsia X mengoperasikan pesawat A330-300 dengan total 377 kursi penumpang dalam dua kelas. Detailnya, terdapat 12 flat seat di kelas bisnis dengan konfigurasi 2-2-2 dan sisanya, 365 kursi dalam konfigurasi 3-3-3 di kelas ekonomi, dibagi menjadi tiga ruang kabin yang berbeda.

Jetstar mengoperasikan Boeing 787 Dreamliner. Di rute favorit, Bali, maskapai itu menawarkan 335 kursi penumpang, dengan 21 kelas bisnis dalam konfigurasi 2-3-2, berbeda dengan kelas ekonomi, 3-3-3 yang juga disekat dalam tiga bagian. Scoot lebih variatif, maskapai itu menggunakan dua pesawat berbeda, tipe 787-8 dengan 335 penumpang dalam tiga kelas dan 787-9 375 penumpang dalam tiga kelas. Scoot menggunakan konfigurasi 2-3-2 di kelas bisnis, dan 3-3-3 di kelas ekonomi. Kadang kala, Scoot juga menerbangkan Boeing 777.

AirAsia X. Foto: The Star

Dimensi kursi dan leg room
AirAsia X A330-300, jarak antar kursi adalah 60 cm untuk kelas bisnis, dan lebar tempat duduk adalah 20 cm. Di kabin utama kelas ekonomi, jarak antar kursi adalah 32 cm, dan lebar kursi 16,5 cm. Boeing 787-8 Jetstar, jarak antar kursi mencapai 30 cm di kelas ekonomi dan lebar tempat duduk sebesar 17 cm. Di kabin kelas bisnis, jarak antar kursi yakni 38 cm dan lebar tempat duduk sebesar 19 cm. Dari data-data di atas, Scoot berada di antara keduanya, baik leg room maupun lebar kursi.

The in-flight experience
Ketiganya hampir menawarkan pengalaman yang sama, mulai dari makanan, minuman, selimut dan bantal, dan headphone. Pelayanannya juga terkesan agak terburu-buru. Bagi Scoot, sekalipun berstatus anak perusahaan Singapore Airlines yang terkenal karena servicenya, ternyata tak bisa terlalu diharapkan.

Baca juga: 4 Poin Head to Head Boeing vs Airbus, Mana Lebih Unggul?

Siapa paling murah?
Sebetulnya pertanyaan itu bisa dibilang bias. Sebab, ketiga maskapai di atas menjual tiket murah, tergantung dari mana penumpang berangkat. Bila dari Malaysia, AirAsia X tentu paling murah. Berangkat dari Singapura, Scoot lebih murah. Berangkat dari kota-kota di Australia, Jetstar lebih murah dibanding keduanya.

Siapa yang terbaik?
Dari pemaparan di atas, bila Anda berencana terbang di kelas bisnis, AirAsia X memiliki tawaran yang lebih menjanjikan. Sedangkan untuk kelas ekonomi, Scoot rasanya lebih baik dibanding kedua maskapai tersebut.

Penumpang Lion Air JT-797 Melahirkan di Kabin, Penerbangan Sempat Dialihkan ke Bandara Terdekat

Meski tak bisa dibilang sering, namun kasus persalinan (melahirkan) di kabin pesawat sudah beberapa kali terjadi di Indonesia. Setelah kasus pada 26 Oktober 2018, dimana lahir seorang bayi laki-laki di kabin pesawat Boeing 737-800NG Lion Air JT-996 rute Makassar-Kendari, kini masih dari maskapai yang sama terjadi pada penerbangan Lion Air JT-797 rute Sentai – Makassar.

Baca juga: Penumpang Lion Air JT-996 Rute Makassar-Kendari Melahirkan di Kabin Pesawat

Dari siaran pers, pihak Lion Air Group menyebutkan telah melakukan penanganan persalinan atas penumpang bernama Anastasia Geavani (memiliki tiket perjalanan Merauke – Jayapura – Makassar – Jakarta) yang melahirkan di dalam pesawat udara pada Selasa (17/11/2020).

Lion Air JT-797 lepas landas dari Bandara Sentani, Jayapura dengan jadwal keberangkatan pukul 13.35 WIT. Dan kira-kira
50 menit setelah mengudara, pendamping dari penumpang dimaksud meminta bantuan kepada awak kabin bahwa penumpang mengeluh sakit perut dan meminta air putih hangat.

Pimpinan awak kabin (senior flight attendant/ SFA) Novitalia bersama kru kabin lainnya menghampiri langsung guna mengetahui kondisi aktual penumpang. Setelah mendapatkan informasi detail, SFA segera melakukan pengumuman (announcement) apakah dalam penerbangan terdapat profesi dokter. Satu penumpang atas nama Marthina Setiawati Randabunga mengaku sebagai dokter dengan menunjukkan identitas resmi serta dokumen pendukung lainnya.

Koordinasi dan kerjasama yang baik antara awak kabin dan dokter, proses persalinan (melahirkan) penumpang termasuk penanganannya tersebut berjalan normal, dilakukan di kursi bagian belakang. Ibu dan anak dalam keadaan sehat serta selamat.

Dalam situasi seperti itu guna memberikan pelayanan terbaik, pilot Capt. Eirstanto Prabowo bersama kopilot Tanto Adi Prasetyo setelah koordinasi dengan dokter dan awak kabin memutuskan untuk melakukan pengalihan pendaratan (divert) ke bandar udara terdekat, yakni Bandara Pattimura, Ambon, Maluku. Pilot menginformasikan kepada petugas lalu lintas udara dan petugas darat, dalam penerbangan terdapat penumpang yang membutuhkan penanganan kesehatan lebih lanjut.

Baca juga: Saipan Jadi Kota Wisata Melahirkan, Pelancong Wanita Wajib Tes Kehamilan Sebelum Naik Pesawat!

Pesawat mendarat pada 15.49 WIT. Setelah pesawat udara parkir pada tempatnya dan pada posisi sempurna, petugas layanan darat (ground handling) Lion Air bersama tim medis segera menangani penumpang dimaksud, untuk dibawa ke rumah sakit terdekat. Lion Air JT-797 kembali mengudara pada pukul 16.30 WIT dan tiba di Bandara Hasanuddin Makassar pada 17.15 WITA.

Pesawat El Al Delay Dua Hari Gegara Kucing Hilang di Pesawat

Pesawat Boeing 787 Dreamliner El Al belum lama ini dikabarkan geger akibat adanya temuan ceplakan kaki kucing di pesawat ketika mendarat di Bandara Hong Kong. Otoritas bandara tersebut pun mengambil langkah tegas dengan melarang maskapai nasional Israel itu lepas landas sampai kucing tak bertuan itu ditemukan. Alhasil, pesawat pun delay dua hari dibuatnya.

Baca juga: Bikin Ketar-Ketir Penumpang, Inilah 6 Insiden Binatang Masuk ke Pesawat Tanpa Sengaja

Dilansir Simple Flying, insiden pesawat El Al delay dua hari di Bandara Hong Kong gegara seekor kucing tak bertuan, bermula saat petugas melakukan pengecekan rutin. Laporan kantor berita Israel Ynet, saat pengecekan sampai di ruang kargo, petugas menemukan jejak aneh yang diyakini berasal dari seekor kucing.

Diduga, kucing tersebut menyelinap masuk saat pesawat dalam proses bongkar muat barang di Bandara Ben Gurion, Tel Aviv, Israel. Sejurus kemudian petugas bahu-membahu menemukan keberadaan kucing tersebut. Berbagai cara pun dilakukan, seperti menakut-nakuti kucing dengan membunyikan suara menakutkan, mengerahkan banyak staf, hingga meletakkan jebakan. Namun, tak kunjung membuahkan hasil.

Dari data penerbangan, Boeing 787 Dreamliner 4X-EDL yang tiba di Hong Kong pada 10 November pukul 11:20 itu akhirnya kembali terbang dua hari kemudian pada 12 November pukul 18:10 waktu setempat. Pesawat pun tiba di Tel Aviv pada pukul 23:09 waktu setempat. Anehnya, tidak ada info apapun apakah pesawat kembali terbang setelah kucing ditemukan atau belum. Pihak El Al pun belum mau buka suara terkait hal ini.

Yang pasti, terbang dengan seekor kucing yang terlepas tanpa diketahui keberadaannya, sangat berbahaya. Sebab, kucing atau hewan apapun, terlebih ukurannya kecil, berpotensi masuk ke ruang sensitif pesawat atau restricted area dan menyebabkan pesawat mengalami kendala teknis.

Insiden pesawat El Al delay gegara kucing bukanlah kali pertama. Sebelumnya, pada 2017 lalu, penerbangan El Al Airlines dari Bandara Ben-Gurion Israel menuju Bandara Internasional John F Kennedy Amerika Serikat delay selama empat jam akibat kucing hilang di pesawat.

Baca juga: Bawa Tiga Kucing Dalam Kandang dari Delhi, Sampai di Mumbai Hanya Tersisa Dua

Kronologinya, seekor kucing peliharaan salah satu penumpang kedapatan kabur dari kandangnya di kargo sesaat sebelum pesawat lepas landas. Hal itu bikin heboh seisi pesawat. Oleh sebab itu, petugas pun langsung dikerahkan. Tak hanya itu, untuk memudahkan proses pencarian, seluruh penumpang pesawat yang sudah duduk juga diminta turun lagi.

Dalam aturan dunia penerbangan Israel, binatang peliharaan yang memiliki berat maksimal hingga tujuh kg memang diperbolehkan masuk kabin selama ada di dalam kandang. Sama dengan insiden di Hong Kong, kucing tersebut dilaporkan tidak berhasil ditemukan petugas. Meski demikian, entah bagaimana ceritanya, setelah empat jam, pesawat akhirnya diizinkan terbang.