Frankfurt Autobahn A5, Jalan Tol Pertama dengan Kabel Listrik Aliran Atas
Kabel listrik aliran atas (LAA) lumrah terlihat di jaringan rel kereta Jabodetabek, atau di beberapa negara maju, rangkaian kabel LAA digelar untuk mendukung pengoperasian bus listrik. Namun belum ada terobosan untuk menghadirkan kabel LAA yang membentang di jalan tol (bebas hambatan). Sampai akhirnya datang berita dari Frankfurt, Jerman, dimana untuk pertama kalinya tersedia apa yang disebut electric highway.
Baca juga: Mampu Angkut 250 Penumpang, BYD Automobile Luncurkan Bus Listrik Terpanjang di Dunia
Dikutip dari bloomberg.com (13/5), jalan tol listrik tersebut berada di selatan Frankfurt, atau persisnya di jalur autobahn A5. Jalur tol listrik yang baru dibuka sepekan ini membantangkan kabel LAA sepanjang 10 kilometer. Sebagai penggunanya baru satu truk, tahun depan (2020) rencananya aka nada empat truk listrik yang beroperasi di lintasan tol listrik.
Sistem jalan tol listrik ini dibangun oleh manufaktuk elektronik asal Munich, Siemens AG. Sementara yang memasok truk-nya adalah Volkswagen Scania Truck. Konsep jalan tol listrik ini dipersiapkan untuk operasional truk hybrid, artinya truk yang melakukan pengisian ulang energi di baterai lewat pantograf, mirip dengan model bus listrik dengan pantograf. Selesai proses isi ulang, truk dapat melanjutkan ke jalur (jalan) konvensional.
Proses pengisian (charging) listrik dilakukan sembari truk melaju dengan kecepatan 90 kilometer per jam. Dengan laju kecepatan yang tinggi. Pola pengisian listrik dengan pantograph dinilai lebih cepat ketimbang cara charging di stasiun yang memakan waktu lebih lama. Selain mengandalkan pasokan energi listrik, truk hybrid juga mengadopsi mesin diesel.
Baca juga: BYD K9 – Inilah Bus Listrik untuk Koridor 13 TransJakarta
Di masa depan, jalan tol listrik dapat pula dimanfaatkan untuk mendukungb konsep bus listrik generasi terbaru.Siemens sejak tahun 2010 sudah merintis jalur jalan listrik di luar Berlin. Selain itu, Siemens pada tahun 2016 telah membangun landscape track listrik di Stockholm. Saat ini Pemerintah Negara Bagian California dikabarkan juga tertarik pada penerapan teknologi yang ramah lingkungan ini.
[Video] Diduga Kelebihan Muatan, Enam Penumpang Ural Airlines Jatuh dari Tangga Pesawat
Sebagai salah satu langkah awal sebelum melakoni liburan, mengudara dengan menggunakan pesawat tentu saja menjadi awalan yang cukup menyenangkan, bukan? Namun bagaimana ceritanya jika proses boarding berubah menjadi satu momen mengerikan yang tidak akan pernah Anda lupakan? Ya, mungkin inilah yang menimpa penumpang dari maskapai asal Yekaterinburg, Rusia, Ural Airlines. Pasalnya pada pertengahan Februari kemarin, sejumlah penumpang jatuh dari atas mobile stairway (tangga pesawat portable) ketika tengah boarding.
Baca Juga: Ceroboh, Pramugari Ini Jatuh ke Tarmak dan Alami Patah Tulang
Sebagaimana yang dilansir KabarPenumpang.com dari laman dailymail.co.uk (12/2/2019), kejadian ini sendiri terjadi pada Selasa (12/2/2019) dini hari, ketika sebanyak enam penumpang mengalami cidera setelah jatuh dari pijakan paling atas dari sebuah mobile stairway. Kala itu, Ural Airlines dijadwalkan untuk bertolak dari Barnaul, Siberia menuju Moskow pada pukul 07.30 waktu setempat.
Kejadian mengerikan ini sendiri terekam kamera CCTV dan di dalam rekaman tersebut, tampak jelas bahwa ketika enam penumpang nahas ini tengah berada di pijakan paling atas dari mobile stairway – menunggu giliran untuk masuk ke dalam kabin, terlihat mobile stairway nampaknya tidak kuat menahan beban yang terlalu berat sehingga jatuh ke bawah, sekira 12 kaki tingginya.
Menurut penuturan pihak bandara, tiga dari enam korban yang jatuh langsung dilarikan menuju rumah sakit terdekat guna mendapatkan tindakan medis lanjutan.
“Semuanya jatuh secara bersamaan, kala itu saya seperti tengah melihat permainan di komputer,” ujar salah satu penumpang yang berdiri tidak terlalu jauh dari lokasi kejadian.
Menurut penuturannya, ia melihat ada seorang penumpang laki-laki yang mengalami patah tulang kaki, sedangkan ia juga melihat satu lainnya mengalami cidera – namun ia tidak bisa memastikan apakah cideranya parah atau tidak.
Baca Juga: Berakibat Buruk Saat Penerbangan,14 Poin Ini Kerap Dianggap Sepele
“Ada juga seorang wanita muda yang tidak terluka sama sekali, ia hanya mengalami shock yang cukup mendalam,” tandasnya yang enggan membuka identitasnya.
Akibat kejadian ini, penerbangan menuju Moskow tersebut terpaksa mengalami keterlambatan sekita beberapa jam. Menanggapi kejadian, pihak Ural Airlines enggan bertanggung jawab karena menurutnya yang salah adalah pihak bandara yang seharusnya melakukan pengecekan menyeluruh terhadap perlengkapan yang akan digunakan untuk menunjang mobilitas penumpang – termasuk mobile stairway.
Jaringan Kereta Cina Angkut 10 Miliar Penumpang di Kuartal Pertama 2019
Sebuah rekor dunia baru saja tercatat dari Negeri Tirai Bambu pada akhir minggu lalu, dimana layanan kereta api berkecepatan tinggi di Cina tercatat telah mengangkut lebih dari 10 miliar penumpang pada akhir kuartal pertama 2019. Ya, pernyataan ini diumumkan langsung oleh pihak perusahaan yang bermarkas di Beijing, China Railway pada Sabtu (11/5/2019) kemarin.
Baca Juga: China Railway Investasikan Dana Fantastis untuk Jalur Kereta Sepanjang 6.800 Km!
Sebagaimana yang dilansir KabarPenumpang.com dari laman globaltimes.cn (12/5/2019), pada akhir bulan Maret 2019 kemarin, pihak China Railway mencatat ada 3,34 triliun penumpang-kilometer total volume yang dirilisnya melalui aplikasi WeChat. Seperti yang sudah diketahui bersama, Cina memiliki hampir 30.000 kilometer jalur kereta api berkecepatan tinggi pada tahun 2018 – dua kali lebih panjang ketimbang penggabungan jarigan kereta api di seluruh penjuru dunia.
Catatan tersebut tentu saja membuktikan bahwa jaringan kereta berkecepatan tinggi di Cina sudah semakin populer bagi para pelancong, maupun warga Cina sendiri. Dalam sebuah catatan lain, otoritas perkeretaapian Cina mencatat ada lebih dari dua miliar perjalanan kereta api berkecepatan tinggi pada tahun 2018 – terjadi peningkatan hampir 17 persen dari tahun sebelumnya.
“Tidak hanya dilihat dari jumlah (volume) penumpangnya saja, melainkan juga volume barang, kepadatan lalu lintas, hingga indikator ekonomis di sektor transportasi lainnya secara konsisten dan kompak menempati peringkat pertama di dunia,” ujar pihak China Railway.
Cina diketahui sebagai pemegang rekor jaringan kereta api dengan jarak tempuh pengoperasian terpanjang di dunia sejak tahun 2008 silam – dimana pengoperasian Beijing-Tianjin Intercity Railway lah yang menjadikan titik balik Cina dalam menyandang status prestisius tersebut.
Khusus untuk Kereta peluru Fuxing, yang sudah mulai beroperasi sejak tahun 2017 silam, telah mengangkut hampir 200 juta penumpang dengan muatan penumpang rata-rata 75 persen.
Baca Juga: Mau Bawa atau Beli Makan di Kereta Cina? Simak yang Ini Dulu!
“Itu berarti 1,3 persen lebih tinggi dari kereta berkecepatan tinggi lainnya,” menurut pihak China Railway.
Guna meningkatkan performanya, Cina akan menyaksikan 850 kereta api berkecepatan tinggi Fuxing mulai beroperasi pada akhir tahun ini. Kita tunggu saja!
Mulai 15 Mei, Lion Air Buka Penerbangan Langsung Surabaya-Ambon
Maskapai berbiaya murah, Lion Air kembali membuka rute baru, kali ini yang disasar adalah rute di Indonesia Timur. Persisnya mulai 15 Mei 2019 akan meluncurkan rute baru Surabaya menuju Ambon. Rute Surabaya ke Ambon pergi pulang (PP) dioperasikan berdasarkan tingginya permintaan travelers yang mengharapkan tersedia penerbangan langsung dalam akses kemudahan perjalanan ke tujuan wisata dan pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Baca juga: Heboh Boarding Pass 2015 di Batik Air, Ternyata Hanya Penunjuk Waktu Keberangkatan
Untuk melayani rute baru tersebut, Lion Air terbang dengan frekuensi satu kali setiap hari. Untuk penerbangan perdana pada 15 Mei, Lion Air memiliki jadwal keberangkatan (schedule time departure/ STD) pada 07.35 WIB dari Bandar Udara Internasional Juanda, Surabaya (SUB) bernomor JT-890. Pesawat diperkirakan mendarat (schedule time arrival/ STA) pukul 12.05 WIT di Bandar Udara Internasional Pattimura, Ambon (AMQ). Penerbangan kembali, Lion Air nomor JT-889 lepas landas dari Ambon pukul 18.20 WIT, kemudian mendarat di Surabaya pada 18.50 WIB.
Untuk durasi penerbangan langsung dari Surabaya ke Ambon berkisar 1 jam 30 menit. Jenis pesawat yang disiapkan Lion Air adalah Boeing 737-800NG (189 kursi kelas ekonomi) dan Boeing 737-900ER (215 kursi kelas ekonomi).
Bersamaan pembukaan rute baru, Lion Air juga meningkatkan satu frekuensi penerbangan langsung Soekarno-Hatta ke Surabaya dan Ambon menuju Makassar. Penambahan frekuensi bernomor JT-890, berangkat dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang (CGK) pukul 04.30 WIB dan waktu mendarat di Surabaya pada 06.00 WIB. Untuk frekuensi sebaliknya, Lion Air JT-889 mengudara dari Surabaya pukul 20.10 WIB dan akan tiba pada 21.40 WIB.
Untuk sektor dari Ambon, Lion Air terbang pada 13.05 WIT menggunakan nomor JT-887. Pesawat diperkirakan tiba pada 13.50 WITA di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan (UPG). Sedangkan dari Makassar, Lion Air JT-886 lepas landas pukul 14.50 WITA dan memiliki jadwal kedatangan di Ambon pada 17.35 WIT.
Baca juga: Terbang Perdana 15 Mei, Lion Air Gantikan Batik Air Layani Penerbangan ke Bandara YIA
Layanan penerbangan non-stop tambahan tersebut menjadikan rute Soekarno-Hatta ke Surabaya 13 kali setiap hari dan Ambon ke Makassar tiga kali sehari.
Jatuh dari Tangga Pesawat, Eks Pramugari Qantas Tuntut Rp4,5 Miliar untuk Cidera Permanen
Keteledoran ketika bekerja memang kerap terjadi, apapun bidang pekerjaannya – tidak terkecuali bagi seorang awak kabin (pramugari). Namun kali ini yang dianggap teledor bukan sang pramugari, melainkan pihak maskapai. Seperti yang menimpa seorang pramugari dari maskapai asal Negeri Kangguru, Qantas, Margaret Chapman menuntut pihak maskapai karena telah menyebabkan dirinya terpeleset hingga menyebabkan cidera yang lumayan parah.
Baca Juga: Pesawat Diterjang Turbulensi, Awak Kabin American Airlines Alami Cedera
Seperti yang dilansir KabarPenumpang.com dari laman dailymail.co.uk (13/5/2019), wanita yang kini berusia 47 tahun tersebut sempat terjatuh ketika menggunakan mobile stairway (tangga pesawat portable) pepada sebuah penerbangan yang terjadi pada April 2015 silam. Kejadian ini sendiri terjadi di Brisbane Airport dan apa yang ada diingatan Margaret adalah kala itu cuaca tengah hujan.
Singkat cerita, Margaret jatuh dan ia mengalami cidera pada bagian leher, bahu, dan ibu jari. Tidak hanya sekedar cidera yang mampu pulih, namun cidera yang dialami oleh Margaret ini tergolong sebagai cidera permanen yang dimana secara tidak langsung akan mempengaruhi pola kehidupan Margaret ke depannya.
Berlandaskan cidera permanen yang diidap dirinya, Margaret lalu melayangkan gugatan terhadap pihak Qantas karena ia beranggapan bahwa pihak maskapai telah lalai dan menyebabkan Margaret cidera.
“Insiden itu sebenarnya bisa dihindari oleh Qantas jika telah menyediakan peralatan dan pelatihan yang tepat,” ujar Margaret.
Margaret mengatakan bahwa sebenarnya Qantas harus sudah paham betul bahwa apabila cuaca tengah hujan, maka penggunaan mobile stairway bisa dihindari guna meminimalisir risiko tergelincir.
Di sini, Margaret menggugat pihak Qantas senilai US$315.000 atau yang setara dengan Rp4,5 miliar.
Baca Juga: Adakah Yang Berbeda Antara Pramugari dan Awak Kabin?
“Tetapi karena kelalaian terdakwa (Qantas), penggugat (Margaret) jadi terpaksa menderita uka-luka tersebut,” ujar salah satu laporan yang diduga akan dibawa ke pihak pengadilan.
Sebagai bentuk pembelaan pihak maskapai, mereka mengatakan bahwa penggunaan mobile stairway dikarenakan bangunan terminal tempat pesawat terkait parkir sedang tidak memiliki garbarata (sky bridge) yang bisa digunakan, sehingga mereka lebih memilih untuk menggunakan mobile stairway.
Menurut Anda, siapa yang salah di sini?
Per 15 Mei, Tarif Batas Atas Turun 15 Persen untuk Penerbangan Full Service Rute Domestik
Lesunya demand pada penerbangan rupanya telah mengetuk ‘hati’ pemerintah, dimana imbas penurunan penerbangan mulai dirsakan ke banyak sektor. Pemerintah akhirnya telah memangkas tarif batas atas (TBA) tiket pesawat atau angkutan udara sebesar 12-16 persen untuk penerbangan dengan layanan penuh (full service) dan akan mulai resmi berlalu pada 15 Mei 2019. Hal itu diputuskan seusai rapat koordinasi (rakor) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Baca juga: Ikutan Menjerit Karena Harga Tiket Pesawat Mahal? Cek Dulu Penyebabnya!
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemangkasan rata-rata TBA sebesar 15 persen. “Penurunan tidak sama antara rute satu dengan yang lain, cuma rata-rata kita belum hitung 100 persen. Range-nya 12-16 persen. Kita harapkan dia akan dekat ke 15 persen turunnya” kata Darmin di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (13/5/2019).
Menurut Darmin, penurunan TBA ini merupakan tindak lanjut dari hasil Rakortas Tarif Tiket Pesawat yang sudah dilakukan pada 6 Mei 2019. Saat itu Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berjanji akan melakukan evaluasi.
“Sehingga sejak minggu lalu sudah ada kesepakatan pemerintah melalui Menhub akan melakukan penurunan pada TBA, tarif batas bawah (TBB) nggak usah,” ujar dia. Keputusan tersebut, lanjut Darmin, dikarenakan tarif tiket pesawat, khususnya penerbangan domestik, mengalami kenaikan cukup tinggi.
Darmin menyebut selama kuartal I-2019 telah terjadi kenaikan 11,4 persen di tingkat produsen. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan tarif angkutan darat yang sebesar 1,69 persen (bus), kereta api sebesar 2,44 persen, angkutan laut sebesar 2,01 persen, dan angkutan penyeberangan sebesar 1,69 persen.
“Jadi angka itu kemudian menunjukkan bahwa beban bagi konsumen yang mempengaruhi tentu saja pengeluaran rumah tangga itu cukup tinggi dan itu berarti konsumen dari angkutan udara bukan sekadar rumah tangga, ada sektor lain, seperti pariwisata,” ungkap dia.
Baca juga: Klarifikasi INACA, “Harga Avtur Tidak Berpengaruh Langsung Pada Tingginya Harga Tiket Pesawat”
Dikutip dari cnbcindonesia.com (14/5), penyesuaian TBA ini hanya berlaku bagi maskapai full service, seperti Garuda dan Batik Air. Sedangkan untuk maskapai berbiaya murah atau low-cost carrier (LCC), seperti Lion Air dan Citilink, sifatnya hanya berupa imbauan agar menyesuaikan harga sekitar 50 persen dari TBA baru.
Ikuti Jejak Air France-KLM, Muncul Gagasan Merger Singapore dan Malaysia Airlines
Tingkat kompetisi dalam bisnis penerbangan kian tajam, tekanan biaya operasional tak hanya bisa dijawab dengan adopsi armada pesawat modern semata. Lebih dari itu merger dijalankan agar beban biaya dapat ditekan, sementara pangsa pasar tetap dapat dijaga. Setelah dimulai di segmen maskapai swasta, maskapai plat merah kini mulai melakukan merger. Sebut saja apa yang dilakukan Air France – KLM Royal Dutch dan British Airways – Iberia (IAG). Dan bergeser ke Asia Tenggara, muncul gagasan untuk melakukan merger antara Singapore Airlines dan Malaysia Airlines.
Baca juga: Salip IAG dan Air France-KLM, Lufthansa Kini Jadi Maskapai Terbesar di Eropa
Dilansir dari theedgemarkets.com (13/5), gagasan tersebut diutarakan Mohshin Aziz, analis penerbangan regional Maybank Kim Eng Holdings Ltd. Menurut Mohshin, langkah merger diantara kedua maskapai dapat menghapuskan banyak biaya dan menjadikan keduanya lebih efisien. Dengan mengambil contoh yang dilakukan Air France-KLM, setelah merger kedua maskapai tetap beroperasi dengan brand masing-masing, hanya pengelolaan keduanya saat ini di tangan satu perusahaan.
Moshin punya argumen, maskapai Malaysia dan Singapura dahulu pernah bersatu dalam label Malaysia-Singapore Airlines (MSA). Persisnya MSA adalah maskapai kebanggaan kedua negara sebelum akhirnya bubar pada tahun 1972. “Jika Singapore Airlines dan Malaysia Airlines bergabung maka akan ada perbaikan dalam penjadwalkan terbang. Selain itu relokasi aset kedua maskapai dapat dioptimalkan,” ujar Moshin yang juga menjabat associate director di Maybank Kim Eng Securities.
Untuk bisa mewujudkan gagasan di atas, krisis identitas nasional harus dilupakan, ini menjadi isu krusial dalam merger antara dua flag carrier. Operator penerbangan harus mampu melepaskan dari ego dan mentalitas bahwa ‘saya terbang mewakili negara saya.”
Contoh dalam hal ini adalah merger antara KLM Royal Dutch Airlines dan Air France. Kedua maskapai nasional memperoleh ‘penghematan luar biasa’ dalam waktu tiga tahun setelah merger. “Mereka menggabungkan sistem, mereka memberhentikan orang, mereka menghapus tumpang tindih, dan mereka menghemat banyak uang. Semua hal ini dicapai hanya dalam waktu tiga tahun, ”jelas Mohshin.
Air France mengambil alih KLM yang bermasalah pada tahun 2004, tetapi kedua maskapai terus beroperasi sebagai entitas terpisah dan memastikan Bandara Paris Charles de Gaulle dan Bandara Amsterdam Schipol tetap sebagai hub penting bagi grup. Namun belum lama ini, Pemerintah Belanda merasa khawatir terhadap masa depan Bandara Schipol dan KLM. Kemudian ini mendorong Pemerintah Belanda meningkatkan kepemilikannya di perusahaan induk Air France-KLM menjadi 14 persen pada awal tahun ini. Bagi pihak Perancis, hal tersebut adalah langkah yang digambarkan sebagai “tidak ramah.”
Baca juga: Demi Efisiensi Grup, SilkAir Besar Kemungkinan Dilebur Ke Singapore Airlines
Kembali ke gagasan merger Singapore Airlines dan Malaysia Airlines, memang lebih mudah untuk dikatakan daripada dijalankan. “Ketika dia (PM Mahathir Mohamad) menjadi perdana menteri untuk pertama kalinya, Malaysia Airlines memiliki masalah. Saat ini, mereka masih memiliki masalah. Setelah bertahun-tahun, tidak ada perbedaan, ”kata Mohshin.
Namun yang jadi tantangan adalah bahwa setiap negara ingin memiliki maskapai nasional sendiri. Pemerintah adalah pemilik Malaysia Airlines, Singapore Airlines, Thai Airways, Vietnam Airlines, dan Garuda Indonesia, ”kata Mohshin.
Sambut Era New Midsize Airplane, Akankah Boeing 797 Jadi Suksesor 737?
Mari tinggalkan sejenak pemberitaan negatif tentang Boeing yang sejak beberapa bulan ke belakang terseok-seok akibat dua kecelakaan maut yang melibatkan dua pesawat berjenis 737 MAX 8 yang masing-masing milik Lion Air dan Ethiopian Airines. Kini perusahaan asli Negeri Paman Sam ini tengah berupaya untuk tidak kehilangan momen dalam mengembangkan pesawat yang berjenis New Midsize Airplane (NMA), dan rencananya Boeing akan menggunakan susunan angka 797 untuk penamaan pesawat ini kelak.
Baca Juga: Gunakan Sayap Lipat nan Unik, Akankah Boeing 777X Jadi Pesawat Paling Efisien?
Era NMA yang diperkirakan akan dimulai pada beberapa tahun mendatang ini tentu saja disambut antusias oleh berbagai kalangan – tidak terkecuali Boeing selaku salah satu penyedia armada sejenis. Kendati terseok akibat kasus 737 MAX 8, namun internal Boeing mengatakan bahwa hal tersebut sama sekali tidak menunda pengembangan dari 797. Satu faktor yang tidak boleh dilupakan dalam pengembangan pesawat adalah tingkat kehematan bahan bakar – dan sudah tidak perlu ditanyakan lagi apakah Boeing 797 mengadopsi fitur tersebut atau tidak, karena jawabannya sudah pasti iya.
Sebagaimana yang dilansir KabarPenumpang.com dari laman simpleflying.com (12/5/2019), dikabarkan pesawat ini nantinya tidak akan memiliki jendela, dan eksistensinya akan digantikan oleh sebuah layar dengan gambar yang diproyeksikan.
“Bayangkan sekarang ada sebuah pesawat yang ketika Anda lihat dari luar seperti tanpa jendela, tetapi ketika Anda masuk ke dalam, ternyata ada jendela … Sekarang Anda memiliki satu pesawat yang tidak memiliki kelemahan struktural karena jendela. Pesawat akan lebih ringan, pesawat bisa terbang lebih cepat, mereka akan membakar bahan bakar jauh lebih sedikit dan terbang lebih tinggi,” ujar Presiden maskapai Emirates, sir Tim Clark, dikutip dari artikel yang diterbitkan BBC pada tahun 2018 lalu.
Lebih ringan? Lebih cepat? Lebih struktural secara suara? Kedengarannya ini akan menjadi nilai jual yang bagus bagi Boeing 797. Namun aoa jadinya jika Boeing dihadapkan oleh para pengidap klaustrofobia (ketakutan terhadap ruang-ruang sempit)?
Baca Juga: Beberapa Hal Yang Terlupakan dari Nama Besar Boeing
Tidak menutup kemungkinan juga armada NMA ini kelak akan menjadi suksesor dari keluarga 737 yang seperti sudah disebutkan di atas, tengah tersandung masalah. Anda boleh berkhayal tentang bagaimana wujud dan kemampuan dari armada ini di masa yang akan datang, namun kembali lagi, hanya Boeing sajalah yang memiliki kendali penuh terhadap pesawat jenis ini.
Penumpang Sesak Nafas, Boeing 737-800 Garuda Indonesia Divet Flight ke Bandara Soekarno-Hatta
Boeing 737-800 dengan nomer penerbangan GA854 rute Surabaya – Singapura pada Minggu pagi, 15 Mei 2019, sontak harus melakukan pendaratan di Bandara Soekarno-Hatta. Aksi pengalihan pendaratan (divert flight) ini terpaksa dilakukan pilot lantaran ada penumpang yang mengalami sesak nafas sesaat pesawat tinggal landas dari Bandara Juanda, Surabaya.
Baca juga: Penumpang Lion Air JT-996 Rute Makassar-Kendari Melahirkan di Kabin Pesawat
Dikutip dari beberapa sumber, penumpang yang diketahui duduk di kursi kelas ekonomi nomer 22H mengalami sesak nafas. Direktur Operasi Garuda Indonesia, Capt Bambang Adisurya Angkasa mengungkapkan, pesawat rute Surabaya-Singapura itu terpaksa harus mengalihkan pendaratan di Jakarta karena alasan kemanusiaan.
Selanjutnya, awak kabin kemudian melaporkan peristiwa tersebut kepada pilot in command yang kemudian memutuskan melakukan divert flight ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Kota Tangerang. Pesawat pun berhasil mendarat tepat pada pukul 09.15 WIB.
Namun sayang, sesampainya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta tersebut, penumpang yang mengalami sesak nafas langsung mendapatkan pertolongan pertama dan dibawa ke KKP Pusat Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Penumpang tersebut meninggal dunia setelah mendapatkan pertolongan pertama di KKP Pusat Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Baca juga: Seorang Pria Oleskan Tinja di Dua Toilet, United Airlines Terpaksa Mendarat Darurat
Divert flight diputuskan dilakukan karena mempertimbangkan kondisi penumpang yang perlu mendapatkan pertolongan medis segera. Capt Bambang mengapresiasi putusan cepat sang pilot dan menjelaskan bahwa peristiwa divert flight tersebut merupakan wujud komitmen maskapai dalam mengedepankan keselamatan penumpang dalam ranah operasional penerbangan.
OAG Flightview: Garuda Indonesia Jadi Maskapai Paling On Time di Asia
Di tengah hangatnya berita tentang laporan laba perusahaan yang menuai kontroversi serta ancaman pemogokan dari pilot, maskapai nasional Garuda Indonesia kembali mempertahankan capaian tingkat ketepatan waktu terbaik dunia dengan catatan On Time Performance (OTP) sebesar 95.5 persen untuk kategori penerbangan global yang memiliki jumlah penerbangan di atas 10 ribu penerbangan versi OAG Flightview pada periode April 2019.
Baca juga: On Time Performace Terbaik, Garuda Indonesia Masuk 10 Besar Maskapai Global
Adapun predikat sebagai maskapai global dengan OTP terbaik tersebut berhasil dipertahankan perusahaan sejak Desember 2018 lalu serta menjadikan Garuda Indonesia sebagai satu-satunya maskapai asal Asia yang berhasil mempertahankan predikat tersebut selama lima bulan berturut-turut.
Direktur Operasi Garuda Indonesia Capt Bambang Adisurya Angkasa dalam catatan tertulis (11/5) mengungkapkan, “Keberhasilan pencapaian ini akan menjadi tantangan besar bagi Perusahaan terlebih jelang memasuki peak season Hari Raya Idulfitri, kami saat ini mempersiapkan secara matang dengan melakukan optimalisasi On-Time Performance melalui lini layanan operasional serta koordinasi intensif kepada para pemangku kepentingan kebandarudaraan untuk menjaga komitmen kami dalam memberikan layanan standar internasional bintang 5.”
Capt. Bambang menambahkan, “Kami terus menjaga performa ketepatan waktu penerbangan maskapai melalui pengecekan terhadap seluruh operasional penerbangan khususnya dari segi penerapan keamanan dan keselamatan sebagai komitmen kami dalam mengedepankan aspek “Operational Safety”, dengan demikian kami optimistis peak season Lebaran ini akan berjalan aman, tepat waktu, dan nyaman”.
Capt. Bambang menjelaskan keberhasilan Garuda Indonesia dalam mempertahankan capaian terbaik OTPnya tersebut adalah hasil kerja sama yang solid seluruh lini operasional Garuda Indonesia dalam memberikan pelayanan terbaik bagi para pelanggan.
Pencapaian ini tentunya akan menjadi dorongan bagi Perusahan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas kinerja operasional maskapai khususnya dalam hal ketepatan waktu penerbangan maskapai.
Baca juga: ‘On Time Performance’ Tak Cuma Milik Dunia Penerbangan
“Kami juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pengguna jasa yang turut mendukung kelancaran dan ketepatan waktu penerbangan Garuda Indonesia selama ini melalui proses check-in tepat waktu.”, tutup Capt. Bambang
