Dua Gerbong di Yorkshire Akan Diubah Jadi Pengalaman Tidur di Atas Gerbong

Tidur di dalam sebuah gerbong yang masih berada di bentangan rel kereta? Sepertinya ini akan menjadi sesuatu yang unik dan bisa menjadi pilihan terbaru dibandingkan harus tidur di sebuah kamar hotel yang mewah dengan pemandangan yang sudah pasti menawan.

Baca juga: Tohoku Emotion, Kereta Tematik dengan Menu Restoran Bintang Lima

Hal ini akan bisa dirasakan karena awal tahun ini Mulgrave Estate mengajukan permohonan kepada Dewan Scarborough untuk menggunakan dua gerbong di rel bekas di Stasiun Sandsend di Lythe Bank sebagai akomodasi wisata. Nantinya jika disetujui, gerbong kereta itu akan diposisikan di bentangan rel kereta yang tidak digunakan dekat Whitby, Yorkshire di Inggris.

KabarPenumpang.com melansir laman yorkshirepost.co.uk (5/10/2020), sebelum ini terlaksana, Mulgrave Estate membuat dokumen permohonan yakni usulannya adalah untuk membersihkan semak yang ada dari situs dan berdiri dua gerbong kereta api di ujung bekas peron stasiun yang berdekatan dengan The Station House di Sandsend.

“Gerbong akan digunakan untuk akomodasi liburan yang akan melengkapi bisnis pondok liburan yang ada di Estate, dengan menyediakan bentuk akomodasi tambahan yang memberikan kesempatan unik untuk menikmati dan merayakan bekas peninggalan kereta api di situs,” kata Mulgrave Estate.

Mulgrave Estate menambahkan dalam dokumen perencanaan, bahwa gerbong tersebut akan digunakan bersamaan dan akan ada satu set tangga logam dan gantry pendek untuk aksesnya.

“Interior satu gerbong sudah diubah menjadi dua kamar tidur dan kamar mandi. Gerbong lain akan digunakan untuk penyimpanan (sepeda, koper, papan selancar, furnitur taman, dan lainnya) dan saat ini tidak diubah secara internal,“ tambah Mulgrave Estate.

Dua gerbong yang akan digunakan, pertama adalah gerbong penumpang model Pullman. Sedangkan gerbong kedua memiliki gaya yang berbeda dan dikenal sebagai truk papan. Sebab, secara tradisional digunakan untuk mengangkut batu dan batu bara. Untuk diketahui Stasion House sendiri letaknya di selatan situs dan dimiliki oleh Mulgrave Estate.

Baca juga: Gerbong dan Lokomotif Ini Disulap Menjadi Sebuah Penginapan Luxury!

Yang mana ini dibagi menjadi dua tempat tinggal dengan sebagian digunakan untuk pondok liburan dan bagian selatan bangunan digunakan sebagai tempat tinggal dan dikenal sebagai Station House. Stasiun Sandsend dibuka tahun 1883 sebagai bagian dari Whitby, Redcar dan Middlesbrough Union Railway tetapi ditutup pada tahun 1958.

Labirin Raksasa di Tokyo Gunakan Bus Pariwisata yang Tak Beroperasi

Ini merupakan tahun yang berat bagi bisnis, terutama yang terkait dengan industri pariwisata, karena pembatasan perjalanan internasional dan domestik yang diakibatkan oleh pandemi telah berdampak besar pada perputaran keuangan. Sehingga ini akan membuat bus berhenti beroperasi. Nah, bagaimana ketika bus tak bisa beroperasi secara penuh dan kemanakah mereka terparkir?

Baca juga: Layaknya Pohon Natal, Ini Alasan Bus AKAP Dihiasi Lampu Warna Warni

Sudah barang pasti ke pool atau tempat perhentian bus terakhir tempat bus tak beroperasi. Namun bagaimana jika bus-bus ini malah menjadi objek wisata dikala pandemi melanda?

Di Jepang, bus pariwisata yang tengah berhenti beroperasi memiliki ide baru dengan menyusun bus-bus ini menjadi sebuah labirin raksasa. Ide ini bertujuan untuk menarik pelancong dan kembali mendapatkan keuntungan.

Dilansir KabarPenumpan.com dari japantoday.com (28/9/2020), labirin raksasa ini tersusun dari 60 bus. Bus diparkir di halaman Stasiun Tokyo dan dibentuk dengan formasi rapat sehingga tercipta jalan yang sempit serta berliku layaknya sebuah labirin.

Kehadiran labirin ini pun kemudian dimasukkan dalam itinerary penumpang bus yang berangkat dari Stasiun Tokyo ke taman hiburan Small World di Ariake. Untuk menikmati labirin bus pengunjung bisa membeli tiket yang dibanderol 4.980 yen atau sekitar Rp705 ribu untuk dewasa dan 3.980 atau sekitar Rp564 ribu yen untuk anak-anak.

Tur labirin bus dibatasi untuk enam kelompok yang isinya sebanyak 30 orang. Labirin ini sendiri berlangsung di Tokyo 19 September dan selesai pada 22 September 2020 kemarin.

Wisata labirin bus ini meski baru tetapi langsung menarik perhatian publik dan banyak orang yang memesan tiket melalui telepon sebelum tiket terjual habis. Kepala departemen PR Hato Bus, Yusei Ishikawa, mengatakan kepada outlet berita bahwa mereka ingin menghilangkan kesalahpahaman umum bahwa bus tidak berventilasi sebaik kereta.

Baca juga: Snap Uji Coba Bus Wisata Double Decker Tak Beratap untuk Transportasi Pekerja London

Mencari cara untuk mengedukasi publik tentang sistem ventilasi yang digunakan di dalam bus mereka, mereka memutuskan untuk membuat tur khusus yang mencakup labirin dan pengalaman di dalam pesawat yang mendemonstrasikan bagaimana udara di dalam dipertukarkan dengan udara di luar setiap lima menit.

Keren, Boeing Sebar Virus Hidup di Pesawat untuk Uji Efektivitas Disinfeksi, Hasilnya Mencengangkan!

Boeing dilaporkan menyebar virus ke sebuah pesawat Boeing 737 sungguhan. Hal itu dilakukan untuk menguji efektivitas disinfeksi yang selama ini dilakukan pabrikan itu, mulai dari cairan disinfektan, electrostatic sprayers (penyemprot elektrostatis), antimicrobial coatings (lapisan antimikroba), dan tongkat ultraviolet Boeing. Hasilnya, seluruh teknologi disinfeksi tersebut terbukti efektif membasmi virus, tak terkecuali virus Corona.

Baca juga: Resmi Dapat Paten, Tongkat Ultraviolet Anti Corona Boeing Siap Diproduksi Massal

Dilansir Simple Flying, dalam kemitraan dengan Universitas Arizona ini, awalnya Boeing melepas jenis virus MS2 yang aman bagi manusia di mockup Boeing 737. Namun, setelah menunjukkan hasil positif, tim memberanikan diri untuk melanjutkan pengujian ke Boeing 737 asli di Boeing Field.

Menariknya lagi, Boeing tak hanya melakukan pengujian tersebut di darat saja, melainkan juga di udara. Boeing dan tim bermaksud untuk mengecek faktor lain yang mungkin membuat virus lebih tahan ataupun sebaliknya, sederet alat disinfeksi Boeing jadi tidak bekerja maksimal karena ketinggian, kelembaban, atau perubahan aliran udara.

Usai virus MS2 yang aman bagi manusia ditebar ke seat back atau tray table, petugas mendisinfeksi virus tersebut. Foto: Boeing

Para peneliti menempatkan satu hingga dua tetes MS2, virus hidup yang tidak berbahaya bagi manusia tadi, di area yang biasanya memiliki kemungkinan kontak tinggi, seperti meja lipat (tray table) atau disebut juga seat back, sandaran tangan (armrests), sandaran kepala di kursi, tempat penyimpanan barang atau kompartemen bagasi, kamar mandi, dan dapur.

Berbagai area di atas kemudian dibersihkan oleh tim disinfeksi lain (di luar tim penelitian) yang notabene tak tahu tentang proyek ini.

Usai diletakkan virus, didisinfeksi, area tersebut dilabeli seperti ini. Foto: Boeing

Tim tersebut menggunakan disinfeksi yang selama ini dilakukan produsen pesawat itu, mulai dari cairan disinfektan, electrostatic sprayers (penyemprot elektrostatis), antimicrobial coatings (lapisan antimikroba), dan tongkat ultraviolet Boeing. Namun, tidak semua metode atau alat disinfeksi digunakan di semua area, melainkan hanya yang dinilai paling cocok sajalah yang digunakan.

Usai didisinfeksi, tim dari University of Arizona menganalisis virus di berbagai area tempat dimana virus disebar. Hasilnya, seluruh produk atau metode disinfeksi, tanpa terkecuali, terbukti berhasil membunuh virus MS2.

Terkait pengujian ini, Ahli mikrobiologi Universitas Arizona, Dr. Charles Gerba mengungkapkan, “Studi ini memungkinkan kami untuk menguji dan memvalidasi, untuk pertama kalinya, bahwa cairan desinfektan (disinfektan) membunuh SARS-CoV-2 di pesawat terbang. Penting untuk disadari bahwa kami tidak hanya berbicara tentang SARS-CoV-2, tetapi juga virus dan mikroorganisme lainnya.”

Seorang petugas kebersihan tampak tengah mendisfeksi permukaan kursi pesawat dengan tongkat ultraviolet Boeing. Foto: Boeing via Simple Flying

Baca juga: “Confident Travel Initiative” Jadi Strategi Boeing Pastikan Penumpang Terbang Tanpa Ragu Selama dan Pasca Corona

Standar untuk memusnahkan virus itu sendiri adalah memusnahkan virus dan mikroorganisme lainnya dengan tingkat sterilisasi mencapai 99,99 persen. Untuk memastikan bahwa penelitian itu valid, Universitas Arizona mengulangi pengujian di lingkungan laboratorium dengan SARS-CoV-2 langsung (Covid-19) dan sampel material dari pesawat. Hasilnya pun mendukung apa yang didapat oleh penelitian MS2 di pesawat Boeing 737.

Usai keberhasilan yang menjadi bagian dari “Confident Travel Initiative” ini, Boeing menekankan pentingnya berbagai pencegahan dan prosedur ketat, seperti disinfeksi secara berkala dan teliti serta melarang orang sakit terbang; termasuk berbagai inovasi di darat, seperti jaga jarak, memakai masker, self check-in tanpa sentuhan, mencuci tangan, cek suhu tubuh, dan surat bebas Covid-19.

Sisa Tsunami Jepang 2011, Muncul Misteri Penumpang Hantu di Taksi

Setelah Tsunami melanda Jepang pada 2011 ternyata banyak kejadian aneh yang menimpa para pengemudi taksi. Di mana mereka pernah melihat bahkan mengangkut penumpang hantu yang meminta diantarkan ke tempat yang terkena Tsunami.

Baca juga: Misteri Teror Hantu Pesawat Eastern Airlines dengan Nomor Penerbangan 401

Kota Ishinomaki di Prefektur Miyagi mengungkapkan rahasia mistisnya pada tahun 2016. Di mana mahasiswa Sosiologi, Yuka Kudo mulai bertanya kepada pengemudi taksi terkait kejadian aneh setelah gempa bumi dan Tsunami Tohoku lima tahun sebelumnya.

Dia melakukan penelitian untuk tesisnya di Universitas Thoku Gakuin, dan menanyakan kepada seratus pengemudi taksi dan dari semua itu hanya tujuh pengemudi yang menjawab pertanyaan Kudo. KabarPenumpang.com melansir thevintagenews.com (22/10/2020), para pengemudi yang menjawab hampir semua mengatakan hal yang mirip dan sama.

Seorang pengemudi berbicara tentang seorang wanita muda yang duduk di kursi belakang mengenakan mantel yang sangat tebal dimusim tersebut dan meminta diantarkan ke distrik Minamihama. Pengemudi bingung dan mengatakan kepada penumpang tersebut bahwa distrik itu hilang karena ombak.

Dia kemudian mendengar pertanyaan yang mungkin paling tidak terduga dari kehidupan kerjanya… “Apakah saya sudah mati?” Pada saat dia berbalik untuk mencoba dan menjawab, wanita itu telah menghilang. Dalam kasus lain, seorang pria muda menghilang dalam perjalanan ke Gunung Hiyoriyama, dan orang lain lenyap begitu jelas tujuan rumah mereka dihancurkan Tsunami.

Satu kesamaan yang dimiliki banyak penumpang hantu adalah masa muda mereka. Bagi penulis tesis Kudo detail ini sangat penting, di mana dia berpikir bahwa anak muda merasa “sangat kecewa” karena dipisahkan dari orang yang dicintai.

Menurutnya sangat masuk akal saat mereka ingin menyampaikan kesedihan dan kepahitan mereka dan memilih taksi yang terlihat seperti kamar pribadi sebagai media untuk melakukannya. Emosi yang kuat mengesampingkan segalanya termasuk mengingat untuk membayar tagihan dan ini membuat pengemudi taksi harus menanggung ongkos hantu tersebut.

Karena mereka menanggung biaya finansial perjalanan tersebut, Kudo cenderung mempercayai kejadian versi supir taksi. Untuk diketahui, Ishinomaki dan sekitarnya dilanda tsunami pada Maret 2011, dipicu oleh gempa berkekuatan 9 SR.

Baca juga: Video Garbarata Berhantu di Phuket Menjadi Viral di Media Sosial

Total sekitar 16 ribu orang tewas dalam bencana tersebut dan ini adalah gempa dengan peringkat terburuk di negara itu sehingga agak tidak menyenangkan serta berada di nomor 4 dalam daftar yang paling kuat di seluruh dunia.

Mengapa Pesawat Buang Bahan Bakar Saat di Udara? Simak Penjelasannya

Di beberapa artikel sebelumnya, redaksi KabarPenumpang.com sedikit banyaknya telah menyinggung bagaimana sebuah penerbangan bekerja. Mulai dari persiapan pra penerbangan oleh pilot, pihak terkait, hingga berbagai tantangan saat di udara. Di antara tantangan yang dimaksud, pesawat lebih sering terancam kehabisan bahan bakar sebelum sampai di bandara tujuan.

Baca juga: Ini Nih Yang Perlu Diketahui Seputar Tangki Bahan Bakar Pesawat!

Akan tetapi, bagaimana bila sebaliknya, dimana pesawat justru masih memuat bahan bakar berlebih saat sebelum landing atau turun landas? Tentu pesawat harus membuang bahan bakar agar proses pendaratan lebih minim risiko. Itulah mengapa terkadang pesawat terlihat seperti ‘kencing’ saat di udara beberapa mil sebelum mendarat.

Sebagian dari orang awam mungkin akan berpikir, bila pesawat membuang bahan bakar saat di udara, yang notabene bahan bakar tersebut berbentuk cair, tentu daratan di bawahnya akan dihujani oleh avtur. Padahal, kenyataannya tak selalu seperti itu.

Dilansir Simple Flying, ritual pesawat membuang bahan bakar saat di udara, sesaat sebelum mendarat, tak dilakukan oleh seluruh pesawat. Pesawat narrowbody lebih condong terhindar dari hal demikian, sebaliknya, justru pesawat widebody atau berbadan lebarlah yang kerap kedapatan melakukan ritual tersebut.

Pilot pada dasarnya membuat skema penerbangan dengan memuat lebih banyak bahan bakar yang dibutuhkan dari perhitungan normal. Tentu faktor safety jadi alasan dibalik ini. Apalagi untuk rute jarak jauh. Namun, bila penerbangan berjalan normal tanpa ada kendala apapun, tentu bahan bakar akan tersisa banyak sesaat sebelum mendarat. Mau tak mau, pilot harus mengurangi beban berat pesawat dengan membuang bahan bakar.

Prosedur membuangnya pun tak asal-asalan. Petunjuk teknis dari Regulator Penerbangan Sipil Amerika Serikat (FAA), pesawat tidak diizinkan membuang bahan bakar di bawah ketinggian 2.000 kaki, nyaris setara dengan lantai teratas (163 lantai) gedung tertinggi di dunia, Burj Khalifa di Dubai, Uni Emirat Arab, atau kurang lebih setinggi 610 meter.

Pasalnya, bila pesawat membuang bahan bakar di bawah itu, daratan akan dihujani bahan bakar pesawat setara ribuan liter. Tak terbayang berapa banyak rumah yang akan dibuat basah karenanya. Tak terbayang pula efek samping yang dialami masyarakat ketika terkena avtur sekalipun berupa kristal layaknya hujan rintik-rintik.

Namun, bila pesawat membuang bahan bakar di atas itu, bahan bakar akan menguap menjadi gas dan memuai di udara. Artinya, bahan bakar cair yang dibuang tak berbentuk utuh hingga menghujani daratan.

Di samping tak diizinkan melakukan hal tersebut di bawah ketinggian 2.000 kaki, pesawat juga dilarang untuk membuang bahan bakar di area perkotaan ataupun di atas lautan atau area perairan lainnya.

Usai bahan bakar dibuang sesuai dengan prosedur yang berlaku, melalui nozel di ujung kedua sayap, dimana efeknya terkadang terlihat seperti condensation trail (contrail) saat pesawat melintasi langit, proses pendaratan jadi lebih aman.

Lain cerita bila pesawat dalam keadaan tak normal. Seperti yang pernah dialami oleh Delta Airlines. Januari lalu, sebuah pesawat Boeing 777 Delta, dalam perjalanan dari Los Angeles, AS, ke Shanghai, Cina, tiba-tiba mengalami kerusakan pada salah satu mesin sesaat setelah lepas landas. Alhasil, pesawat harus go around atau putar balik dengan kondisi bahan bakar masih dalam keadaan full tank.

Baca juga: Mengapa Jendela Belakang Airbus A340 Miring ke Atas?

Dalam kondisi tersebut, tentu pilot tak ingin mengambil risiko, di samping pesawat memang dirancang untuk terbang dengan kondisi tidak normal di bawah aturan ETOPS. Jadi, tak perlu tergesa-gesa. Karenanya, pilot pun menyempat untuk membuang sekitar 15 ribu galon bahan bakar di ketinggian lebih dari 2.000 kaki, seperti pada video di atas.

Sayangnya, pesawat membuang bahan bakar di atas langit perkotaan. Proses pemuaian bahan bakar di udara juga tak berjalan maksimal. Alhasil, 50 orang mengeluh mata seperti terbakar, kulit gatal, dan beberapa di antaranya mengalami masalah pernapasan. Beruntung, efek dari itu tak terlalu serius dan tidak menimbulkan korban jiwa.

Berapa Banyak Pesawat Boeing 737 All Series yang Masih Terbang dan dalam Pesanan?

Sukar dipungkiri bahwa penerbangan domestik dan internasional di seluruh dunia umumnya menggunakan pesawat narrow body. Jawaranya, siapa lagi kalau bukan Boeing 737. Selain tanpa pesaing, kehadiran Boeing 737 -yang notabene merupakan pengembangan versi murah dari Boeing 707 dan Boeing 727- dengan kapasitas dan jarak yang lebih rendah, dinilai cocok untuk memenuhi kebutuhan maskapai.

Baca juga: Boeing 737 Generasi Pertama vs Seri Klasik, Apa Perbedaannya?

Boeing pertama kali masuk ke layanan pada 28 Desember 1967. Kala itu, generasi pertama 737-100 tersebut dioperasikan Lufthansa, disusul oleh United Airlines pada keesokan harinya menggunakan seri yang lebih panjang, 737-200. Adapun seri klasik 737-300 dan -400 pertama kali terbang mulai Februari 1984, diikuti seri klasik berikutnya Boeing 737-500.

Setelah hampir 53 tahun mengudara, mungkin sebagian kalangan bertanya-tanya, berapa banyak pesawat dari jenis tersebut, termasuk seri teranyar Boeing 737 MAX, yang saat ini tersedia di pasaran ataupun masih dalam pemesanan?

Dari data Cirium, sebagaimana dikutip Simple Flying, setidaknya ada hampir 10 ribu pesawat dari jenis tersebut yang tersebar di seluruh dunia. Jumlah itu sudah termasuk pesawat yang masih dalam pesanan. Jika dirinci lebih mendetail, hingga Jumat 16 Oktober 2020, 54 pesawat Boeing 737-200 terpantau masih dalam pelayanan; dimana 36 milik maskapai penerbangan. Dari 54 pesawat, 40 unit di antaranya saat ini digrounded berkepanjangan, dengan 24 di antaranya milik maskapai.

Salah satu maskapai yang masih mengoperasikan jenis pesawat ini adalah Nolinor. Maskapai asal Kanada itu diketahui masih mengoperasikan Boeing 737-200 yang sudah berusia 46,5 tahun, dengan nomor registrasi C-GNLK.

Berbeda dengan seri klasik 737-200 (ataupun 737-100 yang bahkan sudah tak satu pun terbang), seri klasik lainnya, 737-300, 737-400, dan 737-500, populasinya lebih banyak. Tercatat, jenis tersebut memiliki total 957 pesawat, dimana 600 pesawat masih dalam pelayanan dan 357 sisanya dalam penyimpanan.

Boeing 737NG, singkatan dari Next Generation, yang terdiri dari empat varian pesawat, 737-600, -700, -800, dan -900, jumlahnya lebih banyak lagi. 737NG tercatat memiliki jumlah total armada di seluruh dunia berjumlah 6.878.

Dari jumlah tersebut, 5.620 pesawat masih aktif digunakan, 1.212 dalam penyimpanan, dan 46 dalam pemesanan. Untuk jenis ini, tak semua pesawat digunakan oleh sipil. Kurang lebih, ada 46 pesawat NG yang dioperasikan sebagai angkutan militer.

Sedangkan jenis terakhir, Boeing 737 MAX populasinya agak sedikit kacau. Meskipun sempat mencetak hasil gemilang di awal kemunculannya, menyandang sebagai pesawat dengan penjualan tercepat dalam sejarah Boeing, dimana ada sekitar 4.700 unit pesanan pesawat dari 100 pelanggan di seluruh dunia tak lama setelah diperkenalkan ke publik, jumlah total pesawat, baik yang sudah diproduksi maupun masih dalam pesanan, masih berada di bawah Boeing 737NG.

Baca juga: Boeing C-40, Varian Unik 737 yang Jarang Diketahui Publik

Sejauh ini, sebanyak 389 MAX telah dikirim ke pelanggan di seluruh dunia, dengan 375 di antaranya adalah maskapai penerbangan global. Jangan tanya berapa banyak yang terbang, sebab, sudah pasti semuanya masih digrounded, kendatipun belum lama ini MAX sudah diizinkan kembali terbang oleh EASA atau regulator Eropa.

Jumlah pesawat yang belum dikirim atau masih dalam pesanan totalnya cukup banyak. MAX dikabarkan memiliki 4.114 pesanan atau backlog pesawat, yang mana hanya 3.547 pesawat saja-lah yang kemungkinan besar benar-benar bisa teralisasi.

Gagal Beberapa Kali Tender, Proyek MRT Jakarta Fase 2 Digarap Siapa?

Fase 2 MRT Jakarta kembali didanai oleh pemerintah Jepang melalui Japan International Coorporation Agency atau JICA. Di mana mekanisme yang digunakan adalah STEP Load atau Tied Loan sehingga membuat proyek ini hanya bisa digarap oleh Jepang sebagai kontraktor utamanya.

Baca juga: Alami Kegagalan di Beberapa Tender, MRT Jakarta Fase 2 Bisa Tertunda Pengerjaannya

Namun meski begitu, nyatanya pada fase 2 ini, justru kontraktor Jepang minim terlibat bahkan kurang tertarik dengan penawaran paket proyek baik itu konstruksi hingga pengerjaan pengadaan kereta untuk MRT Jakarta. Hal ini terlihat dari beberapa paket proyek yang ditawarkan gagal untuk dilelang beberapa kali.

Tak hanya itu, Direktur Utama MRT Jakarta William Sabandar mengatakan, para kontraktor ini banyak yang tidak ikut lelang dikarenakan waktu pengerjaan yang ketat dan risiko proyek yang cukup tinggi di masa pandemi ini. Direktur Konstruksi MRT Jakarta Silvia Halim menjelaskan, sebenarnya bila ada kesempatan, perusahaan dari negara lain bisa rebutan proyek ini.

Bahkan saat ini, Silvia mengaku suda ada rayuan dari sejumlah negara untuk proyek fase 2 ini.

“Kita yakin kontraktor nasional itu akan berminat, karena sampai saat ini udah banyak nih kontraktor-kontraktor dari Cina, dari Korea ataupun dari negara lainnya yang udah nanya nanya, what is the next MRT project yang bisa masuk dan terlibat,” kata Silvia.

Hanya saja, langkah ini belum diambil karena lagi-lagi masih terikat dengan mekanisme loan JICA. Opsi yang kini sedang dibahas adalah penunjukan langsung yang sedang digodok pemerintah Indonesia dan Jepang. William Sabandar menambahkan lagi bahwa tak hanya kontraktor Jepang yang mampu menggarap MRT. Kontraktor nasional juga punya kemampuan jika diberikan kesempatan.

Baca juga: Genjot Pendapatan di Masa Pandemi, MRT Jakarta Ingin Bangun Coworking Space dan Perbanyak Ruang Iklan

“Disebutkan misal Cina, Korea, negara-negara seperti Inggris yang minat. Tapi jangan lupa ada kontraktor nasional selama ini sudah mengerjakan baik paket 1 maupun paket 2. Kalau fisik itu kan kita sudah memiliki pengalaman di fase 1 ada Wijaya Karya, kemudian ada Hutama Karya, ada Jaya Konstruksi, Adhi Karya. Kalau sistem kereta kita punya INKA, jadi sebenarnya kita cukup teratasi ya,” bebernya.

Ride Hailing 99 di Brasil Bermitra dengan WhatsApp

Layanan ride hailing 99 di Brasil yang dikendalikan oleh Didi Chuxing Technology Co Ltd dari Cina telah bermitra dengan WhatsApp. Kemitraan ini untuk memudahkan menerima pesanan di platform obrolan yang dimiliki oleh Facebook dalam sebuah langkah yang memungkinkan pengguna memanggil mobil tanpa menggunakan aplikasi lain.

Baca juga: Hadirkan Kendaraan Listrik untuk Ride Hailing, Didi Bermitra dengan BYD

KabarPenumpang.com melansir dari laman caixinglobal.com (7/10/2020), ini adalah kemitraan yang pertama di dunia untuk Didi sebagai perusahaan ride hailing terbesar di Cina. Didi mengatakan, dengan hal tersebut dapat memberikan 99, keuntungan dalam bersaing dengan Uber Technologies Inc yang berbasis di Amerika Serikat.

Di Brasil, pengguna aktif WhatsApp ada 120 juta orang dan menjadikannya pasar aplikasi terbesar kedua setelah India. 99 memiliki sekitar 20 juta pelanggan terdaftar dengan aplikasinya dan lebih dari 750 ribu pengemudi aktif di seluruh Brasil. Layanan tersebut mulai di uji coba pada 15 Oktober di empat kota di negara bagian Sao Paulo.

Direktur operasi 99 Livia Pozzi mengatakan, layanan ini akan diperluas ke seluruh Brasil pada akhir tahun 2020. Dia mengatakan, ini adalah langkah maju yang besar dalam memperluas kehadiran mereka terutama di pinggiran kota di mana penggunaan aplikasi 99 tumbuh sebesar 54 persen.

“Ini akan memungkinkan akses ke layanan untuk semesta yang lebih luas dari orang-orang yang tidak lagi perlu mengunduh aplikasi kami untuk memesan tumpangan mereka,” kata Pozzi.

Pozzi menjelaskan, pada awalnya perjalanan yang dipesan melalui WhatsApp harus dibayar tunai, begitulah 70 persen pesanan melalui 99 saat ini dibayar. Tarifnya akan sama dengan tarif untuk perjalanan yang dipesan melalui 99 aplikasi.

Gabriela Comazzetto, direktur bisnis Facebook di Brasil mengatakan, di kemudian hari, WhatsApp akan mengizinkan pengguna untuk menggunakan sistem pembayaran instan barunya untuk membayar tumpangan di 99. Bank Sentral negara mengizinkan pembayaran melalui sistem WhatsApp sebagai uji coba.

Baca juga: Platform Didi Turunkan Usia Penumpang Taksinya Menjadi 16 Tahun

Untuk diketahui, pada 2018 lalu Didi membeli saham 99 dalam kesepakatan yang menandai investasi pertama perusahaan asal Cina itu ke Brasil. Didi juga beroperasi di negara lain di Amerika Latin termasuk Meksiko, Chili, dan Kolombia.

Catat, Mulai Hari Ini Garuda Indonesia Turunkan Harga Tiket di 10 Bandara

Mulai hari ini, Garuda Indonesia resmi menurunkan harga tiket penerbangan di 10 bandara. Hal itu terjadi menyusul penyesuaian tarif atas kebijakan stimulus subsidi penerbangan tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) oleh pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Baca juga: Tiket Pesawat Naik Sehari Setelah “Travel Bubble” Singapura-Hong Kong Diumumkan

10 bandara tersebut ialah Bandara Soekarno-Hatta (CGK), Bandara Hang Nadim (BTH), Bandara Kualanamu (KNO), Bandara I Gusti Ngurah Rai (DPS), Bandara Internasional Yogyakarta (YIA), Bandara Internasional Lombok Praya (LOP), Bandara Jenderal Ahmad Yani (SRG), Bandara Sam Ratulangi (MDC), Bandara Silangit (DTB), dan Bandara Banyuwangi (BWX).

Penumpang untuk keberangkatan dari dan ke bandara tersebut akan menikmati penurunan harga tiket Garuda Indonesia. Adapun persentase penurunannya mengikuti penghapusan biaya PJP2U di 10 bandara di atas. Untuk Soekarno Hatta, misalnya, terminal 2 penurunan harga tiketnya sebesar Rp85.000 per penumpang. Selanjutnya untuk terminal III sebesar Rp130.000 per penumpang. Bandara Internasional Kuala Namu Garuda akan menurunkan tiket sebesar Rp100.000 per penumpang.

Penurunan harga tiket Garuda Indonesia ini bisa terus dinikmati hingga 31 Desember 2020. Diharapkan, penyesuaian harga tiket ini nantinya dapat mendorong pertumbuhan atau pergerakan jumlah penumpang, terutama di momen libur panjang seperti 28 Oktober – 1 November mendatang dan momen libur panjang lainnya.

“Ditengah tantangan kinerja industri penerbangan pada masa pandemi virus Corona ini, hadirnya stimulus PJP2U ini tentunya menjadi langkah signifikan yang kami harapkan dapat mendukung upaya pemulihan kinerja maskapai penerbangan khususnya guna meningkatkan minat masyarakat untuk kembali menggunakan layanan transportasi udara,” jelas Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, dalam rilis resmi yang diterima KabarPenumpang.com.

“Kami tentunya berharap kebijakan stimulus ini dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan tren pergerakan penumpang pada penerbangan domestik. Kami percaya melalui sinergi ekosistem industri penerbangan yang solid ini bersama dengan regulator dan stakeholder penerbangan lainnya, menjadi pondasi fundamental dalam mendukung keberlangsungan usaha yang lebih optimal bagi industri penerbangan nasional ditengah Pandemi Covid-19 ini,” tambahnya.

“Kami juga telah memastikan kesiapan infrastruktur pendukung dalam mengimplementasikan penyesuaian tarif tiket pesawat yang akan kami berlakukan secara menyeluruh pada seluruh kanal penjualan tiket Garuda Indonesia sesuai dengan kebijakan yang diatur mengenai stimulus PJP2U oleh Kementerian Perhubungan RI tersebut,” tutupnya.

Dilihat peraturan perundang-undangan, sebetulnya, narasi “stimulus” PJP2U tidak tepat. Sebab, PSC sendiri, menurut Keppres No. 59 tahun 2015, ditinjau setiap dua tahun sekali. Terakhir kali PJP2U naik pada 1 Desember lalu. Sebelum kenaikan tersebut, PSC atau retribusi bandara terakhir kali naik pada 1 Maret 2018.

Sejak 1 Desember 2018 lalu, PT. Angkasa Pura II (Persero) resmi menaikan PJ2PU atau PSC di enam bandara, yakni, Bandara Kualanamu di Deli Serdang, Bandara Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru, Bandara Supadio di Pontianak, Bandara Silangit di Siborong-borong, Bandara Depati Amir di Bangka Belitung, dan Bandara Internasional Kertajati di Jawa Barat.

Khusus Bandara Supadio, kenaikan hanya terjadi pada rute internasional. Dari adanya kenaikan tersebut, diharapkan, berbagai fasilitas penunjang keselamatan dan kenyaman di bandara dapat segera diperbaiki dan ditambah, seperti fasilitas parkir, fasilitas ruang gerak penumpang, luas bandara, hingga ekspansi terminal bandara.

Dengan begitu, seharusnya penurunan tarif PJP2U memang sudah semestinya. Sudah menjadi keniscayaan, bukan merupakan stimulus sebagaimana narasi Kemenhub. Disebut keniscayaan, sebab, akhir 2020 memang sudah seharusnya PJP2U ditinjau ulang sebagaimana amanat Keppres No. 59 tahun 2015. Selain itu, dalam proses peninjauan tarif PJP2U, pemerintah harus mempertimbangkan daya beli masyarakat.

Baca juga: Siap-siap, Tarif Tiket Pesawat Turun 15 Persen

Dengan terpuruknya ekonomi saat ini, termasuk daya beli masyarakat, akibat pandemi Covid-19, maka tak salah jika penurunan tarif PJP2U adalah sebuah keniscayaan. Setidaknya, itulah pandangan dari pengamat penerbangan, Alvin Lie.

Sebagai informasi, karena PJP2U ini dikenakan oleh seluruh penumpang maskapai penerbangan, seharusnya bukan hanya Garuda Indonesia saja yang menurunkan tiket, melainkan juga Lion Air dan Batik Air atau Lion Group, Citilink, dan seluruh maskapai lainnya selama beroperasi di 10 bandara di atas, ditambah tiga bandara lainnya yang juga diberbaskan dari PJP2U, yakni Bandara Internasional Adi Sucipto, Yogyakarta (JOG), Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta (HLP), dan Bandara Internasional Labuan Bajo (LBJ).

JR Central Luncurkan Maglev di Jalur Eksperimental dengan Kecepatan 500 Km Per Jam

Kereta peluru Maglev mulai diluncurkan JR Central pada 19 Oktober dan awak media mencobanya di sepanjang jalur eksperimental dengan kecepatan hingga 500 km per jam. Meski begitu, pengerjaan masih terus berlanjut di jalur Chuo Shinkansen yang akan menghubungkan Tokyo dengan Nagoya.

Baca juga: Beroperasi di 2027, JR Central Batasi Kecepatan SCMaglev ‘Hanya’ 500 Km Per Jam!

Perjalanan ini akan memakan waktu lebih singkat yakni 40 menit. Dilansir dari mainichi.jp (22/10/2020), disebutkan Maglev ini meluncur di jalur eksperimental sepanjang 42,8 km yang membentang antara Uenohara di Prefektur Yamanashi dan Fuefuki di Jepang tengah.

JR Central berharap untuk memulai operasi maglev komersial pada tahun 2027 dan untuk tujuan itu, ia telah menempuh total sekitar 3,19 juta km atau sekitar 80 kali keliling Bumi di jalur uji coba sejak selesai pada tahun 1997. Teknologi Maglev sendiri sudah siap sejak 2017, tetapi perusahaan melakukan perbaikan untuk meningkatkan kenyamanan kereta.

Mereka telah menguji gerbong kereta terbaru sejak Agustus tahun ini. Kereta yang meluncur ini merupakan model seri L dengan angka 0 yang menunjukkan bahwa ini adalah generasi pertama. Model terbaru maglev memiliki hidung yang lebih bulat, sehingga menurunkan hambatan angin sekitar 13 persen dari model sebelumnya.

Adanya perubahan tersebut menghemat daya dan mengurangi kebisingan. Untuk konfigurasi kursi masih tetap sama dua kiri dan dua di kanan. Kereta tujuh gerbong menjalankan demonstrasi tersebut yang mana mobil depan dan tengah merupakan tipe yang ditingkatkan, sedangkan sisanya adalah versi seri L0 sebelumnya.

Kereta tengah memimiliki jok yang diklaim mampu memecah tekanan bodi dan lebih lebar 22 mm dengan kedalaman 40 mm dari model sebelumnya, serta terasa nyaman. Selain rak overhead, terdapat juga ruang penyimpanan di kaki jok yang cukup besar untuk wadah kecil. Semua kursi memiliki port USB, menghapus kekhawatiran ponsel Anda kehabisan daya.

Ketika mulai bergerak, monitor menunjukkan kecepatan 300 km per jam kemudian meningkat menjadi 350, lalu 400. Dalam waktu kurang dari tiga menit, kecepatannya mencapai 500 km per jam dan ini merupakan kecepatan operasi komersial tertinggi.

Penumpang yang ikut mencoba menempatkan botol minuman plastik di tempat minuman untuk memeriksa getaran di dalam gerbong. Itu bergerak sedikit, tetapi pada dasarnya tetap stabil. Sekitar 80 persen dari lintasan eksperimental berjalan melalui terowongan, sehingga mata para awak media terpaku pada monitor yang menampilkan kecepatan dan pemandangan dari gerbong kereta saat meluncur melalui terowongan dan itu seperti adegan warp di film.

Saat kereta mendekati ujung lintasan dan melambat hingga sekitar 150 km per jam dan tiba-tiba merasakan getaran. Ini adalah momen saat kereta beralih dari lari terapung, digantung sekitar 10 cm di udara dengan magnet yang kuat, menjadi berjalan di atas roda. Akselerasi dan deselerasi terasa lebih mirip dengan pesawat daripada kereta peluru biasa.

Secara keseluruhan, hanya butuh delapan menit untuk menempuh 42,8 kilometer dari lintasan percobaan. Hiroshi Oshima dari pusat pengujian maglev Yamanashi dengan percaya diri mengatakan kepada wartawan setelah uji coba, “Kami pikir ini adalah mobil terbaik yang bisa kami hasilkan sekarang.”

Namun, masih belum jelas apakah operasi komersial akan dapat dimulai pada tahun 2027, sesuai rencana JR Central, karena pemerintah daerah di Prefektur Shizuoka, yang melaluinya rute yang direncanakan, belum memberikan izin agar konstruksi dapat dilanjutkan.

Pihak prefektur mengatakan bahwa pekerjaan tersebut dapat mengurangi tingkat air di Sungai Oi setempat, dan sejauh ini belum ada terobosan. Selain itu, JR Central mengalami kerugian finansial karena virus korona baru, dengan jatuhnya jumlah penumpang di Tokaido Shinkansen yang menjadi pilar utama pendapatannya.

Penumpang di jalur kereta peluru pada bulan September hanya mencapai 38 persen dari pada bulan yang sama tahun sebelumnya. JR Central mengatakan bahwa penjualan konsolidasi untuk kuartal keuangan April-Juni mencapai 128,7 miliar yen, turun 72,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca juga: Prototipe Maglev Hasilkan Daya dengan Teknologi yang Sama dengan Ponsel Pintar

Laporan laba-rugi mengungkapkan 83,6 miliar yen tinta merah untuk kuartal tersebut, turun dari laba 206,2 miliar yen untuk periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, JR Central telah menerima investasi dan pinjaman pemerintah terkait dengan proyek maglev senilai tiga triliun yen. Presiden Pusat JR Shin Kaneko berkomentar bahwa sumber keuangan untuk proyek maglev telah diperoleh secara terpisah, dan situasi saat ini tidak akan mempengaruhi operasi.