Penumpang Tunanrungu Gunakan Masker Bertuliskan “Just Deaf, Not Rude”, Terluka Karena Dibilang Tuli

Seorang paramedis yang berbasis di Tampa, Amerika Serikat bernama Kelli Adrienne Duncan terbang ke Hartford pada awal bulan ini dan merasa terluka. Dia mengggunakan masker bertuliskan “Just Deaf, Not Rude”. Duncan yang tunarungu tersebut menggunakan bahasa isyarat ketika berbicara dengan orang lain dan menggunakan masker dengan tulisan itu untuk memberi tahu orang lain tentang kecacatannya.

Baca juga: Hari Ini, 73 Tahun Lalu, Rhulin A. Thomas Jadi Pilot Tuna Rungu Pertama Terbang Solo Jarak Jauh

KabarPenumpang.com melansir paddleyourownkanoo.com (25/10/2020), Duncan mengatakan setelah dia dan temannya naik ke pesawat serta mencari tahu kursi yang harus diduduki, mereka mendengar salah satu pramugari di belakang berkata dengan keras dan kasar bertanya, “Apakah kamu benar-benar tuli?”.

Duncan mengatakan, saat itu temannya memandang petugas dengan jijik dan meyakinkan mereka bahwa Duncan memang tuli. Temannya yang terlihat kesal menyuruh Duncan untuk terus bergerak dan akhirnya menjelaskan tentang kelakuan pramugari tersebut. Duncan mengaku sangat terluka akan perlakuan pramugari tersebut.

“Saya sangat senang sahabat saya ada di sana karena saya biasanya bepergian sendiri dan sering kesulitan berkomunikasi karena topeng,” kata Duncan.

Tetapi setelah mendengar tentang apa yang terjadi, saudara perempuan Kelli, pembawa acara ESPN Elle Duncan, menulis ke Twitter untuk mencaci Delta tentang cara pramugari memperlakukan penumpang tuli. Insiden itu terjadi pada 10 Oktober dan Delta dengan cepat bereaksi dan memperbaiki keadaan.

“Delta segera menghubunginya dan mengatakan mereka akan menyelidiki insiden itu. Mereka mengatakan kepadanya bahwa mereka akan meminta kru menghadiri pelatihan kepekaan dan akan mencari cara untuk menyediakan masker yang menunjukkan mulut sehingga orang yang tuli dan tuli dapat membaca bibir,” jelas Kelli.

Delta tidak dapat mengonfirmasi secara spesifik insiden tersebut dengan alasan masalah privasi tetapi dalam sebuah pernyataan, juru bicara maskapai mengatakan pihaknya mengharapkan semua “karyawannya untuk memperlakukan semua pelanggan dan satu sama lain dengan hormat, dan kami tidak mendiskriminasi pelanggan dengan alasan apa pun.

“Umpan balik yang kami terima akan dimasukkan dalam pesan kepada karyawan yang meningkatkan komunikasi dan kesadaran pelanggan dalam lingkungan yang unik di mana topeng dapat membatasi kemampuan orang untuk mengekspresikan diri dan dipahami,” pernyataan itu menyimpulkan.

Baca juga: Lantaran Tak Diberikan Kursi Roda, Penumpang Disabilitas Alami Patah Tulang Saat Ke Toilet

Duncan memuji Delta karena “sangat mendukung” dan berharap pengalamannya akan menjadi momen pengajaran yang akan membantu mencegah ketidaktahuan tentang disabilitas seseorang menjadi masalah di masa depan.

Belum Selesai Tiga Lorong, Pabrikan Asal AS Mau Buat Pesawat Komersial Empat Lorong

Inovasi di sektor dirgantara tak pernah berhenti. April lalu, entah apa yang merasuki para petinggi Airbus, pabrikan yang berbasis di Toulouse itu mengumumkan akan memproduksi sebuah pesawat baru, yakni Airbus A380 Ultra.

Baca juga: Airbus Umumkan Produksi A380Ultra, Pesawat Mewah Tiga Lantai

Tentu pengumuman tersebut disambut positif oleh para pecinta aviasi, travelers, dan pebisnis lintas negara untuk menjajal pesawat out of the box tersebut. Betapa tidak, saat maskapai global seragam mengatakan pesawat besar dengan empat mesin tak lagi relevan, Airbus justru malah membuat pesawat yang lebih besar. Bukankah itu out of the box? Atau mungkin lebih tepatnya think without box?

Sesuai namanya, Airbus A380 Ultra nantinya akan semakin mengukuhkan posisi pendahulunya sebagai raksasa atau raja sejati di langit dengan menawarkan triple-deck atau tiga lantai. Luar biasa, bukan? Bila Boeing punya armada 747-400 sebagai Queen of the Skies, mungkin A380 Ultra bisa dikatakan King of the Skies. Ada queen (ratu), tentu tak lengkap jika tidak ada king (raja).

Airbus A380 Ultra diklaim mampu menampung hingga 1.060 penumpang. Kemudian, bila sebelumnya hanya mampu mengangkut maksimal 555 penumpang dalam tiga kelas, maka Airbus A380 Ultra mampu mengangkut 880 dalam sekali angkut.

Desain empat lorong Lockheed yang digadang mampu menampung 900 penumpang. Foto: Lockheed / NASA

Kendatipun memiliki tiga lantai, namun, tetap saja Airbus A380 Ultra hanya memiliki dua lorong. Tentu tak banyak pengalaman baru yang akan diperoleh penumpang. Namun, bisakah pesawat memiliki lebih dari uda lorong, tiga atau lebih? Jawaban dari itu mungkin tak mudah, namun bukan berarti mustahil. Sebab, teknologi terus berkembang dan memungkinkan apa yang sebelumnya mustahil.

Dilansir Simple Flying, Lockheed Martin diketahui telah membuat desain pesawat lebih dari dua lorong. Bukan tiga, produsen pesawat sipil dan militer asal Negeri Paman Sam ini bahkan membuat desain empat lorong. Sedang pesawat tiga lorong saja belum terwujud, Lockheed sudah menembus batas kewajaran dengan pesawat empat lorong.

Desain tersebut memungkinkan penumpang menikmati perjalanan dalam konfigurasi 3-4-3-4-3 atau 17 penumpang dalam satu baris, jauh lebih banyak dari Airbus A380 yang hanya menampung hingga 10 penumpang dengan konfigurasi 3-4-3. Bila desain ini berhasil terwujud, penumpang digadang-gadang bakal lebih nyaman dan proses keluar masuk penumpang, baik sebelum maupun sesudah penerbangan, akan lebih cepat.

Baca juga: Keren, Tesla Akan Buat Pesawat Supersonik Pengganti Concorde Bertenaga Listrik

Hanya saja, desain empat lorong yang diprediksi mampu mengangkut sekitar 900 penumpang dalam dua dek ini masih jauh dari kenyataan. Sebab, Lockheed masih harus membuktikan kepada FAA bahwa penumpang tetap bisa melarikan diri dengan cepat dalam keadaan darurat.

Sebelum desain empat lorong oleh Lockheed muncul, sebetulnya desain tiga lorong sudah lebih dahulu muncul melalui proyek pimpinan Valentin Klimov, kepala biro desain Tupolev. Proyek bernama Frigate Ecojet Rusia yang sudah dimulai sejak 1991 tersebut pertama kali dimulai lewat desain pesawat twinjet Tu-304. Pesawat itu diproyeksikan mampu mengangkut hingga 500 penumpang.

Bukan Kuala Lumpur-Singapura, Rute Singkat Seoul-Jeju Jadi yang Tersibuk di Dunia

Bukan Kuala Lumpur-Singapura, gelar rute tersibuk di dunia pada tahun 2019 rupanya jatuh ke tangan Korea Selatan, tepatnya rute Seoul-Jeju yang notabene hanya berjarak satu jam 10 menit. Sepanjang tahun lalu, rute Seoul-Jeju dilalui sekitar 85 ribu penerbangan dari delapan maskapai berbeda.

Baca juga: Rute Domestik Tersibuk di Dunia Ternyata Hanya 400 Km, Setara Jakarta-Semarang

Menurut analis Official Airline Guide (OAG), penerbangan antara Seoul (GMP) dan Jeju (CJU) melibatkan sekitar 17 juta kursi selama setahun. Lebih rinci lagi, itu berarti sekitar 48.000 kursi per hari dan sekitar 40 persen lebih banyak dari kapasitas rute tersibuk kedua di dunia, Sapporo-Tokyo.

Umumnya, perjalanan penumpang di rute-rute tersebut untuk tujuan wisata, bukan. Setiap tahunnya, ada sekitar 15 juta pengunjung tiba di Pulau Jeju. Seharusnya, bila penumpang tujuan wisata berhasil mendongkrak frekuensi penerbangan, rute-rute tersibuk di dunia justru melibatkan Perancis, Amerika Serikat, dan Spanyol, yang notabene selalu diserbu wisatawan mancanegara setiap tahun.

Dilansir Simple Flying, dalam kondisi normal (di luar pandemi Corona) penerbangan yang hanya berjarak 450 km ini memberangkatkan pesawat sekitar 10 menit sekali ke dan dari Jeju-Seoul. Dengan catatan tersebut, rute ini juga menjadi rute domestik yang paling kompetitif ke-10 dalam hal jumlah maskapai penerbangan yang beroperasi.

Sejauh ini, ada sekitar delapan maskapai penerbangan yang beroperasi di dua destinasi wisata favorit di Korea Selatan itu, seperti T’Way Air, Air Seoul, Jin Air, Jeju Air, Air Busan, dan Eastar Jet. Di luar enam maskapai kecil itu, Korean Air dan Asiana jadi dua maskapai besar yang juga mengambil keuntungan dari daya tarik rute tersebut. Ke delapan maskapai tersebut pada umumnya mengoperasikan beragam pesawat, seperti Airbus A330, Boeing 767, serta Boeing 777-200.

Baca juga: Khusus ke Pulau Jeju, Bertandang ke Korea Selatan Memang Tak Perlu Visa

Di tengah pandemi Corona, rute Seoul-Jeju juga masih tergolong dalam kondisi baik. Tentu karena rute itu masuk dalam kategori rute domestik, sehingga memungkinkan orang-orang Korea Selatan menghabiskan waktu di destinasi wisata yang kerap disandingkan dengan Hawaii tersebut. Sejauh ini, masih ada sekitar 850 penerbangan per pekan, tergolong banyak dibanding rute domestik lainnya.

Akan tetapi, seiring membludaknya kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, Pulau Jeju mulai menghadapi masalah klasik yang tak terkait dengan penerbangan; sampah. Pengunjung asal Cina, Malaysia, Thailand dan Jepang yang setiap tahun angkanya terus membengkak juga menyebabkan kemacetan lalu lintas dan membuat pantai tercemar.

Keren, Tesla Akan Buat Pesawat Supersonik Pengganti Concorde Bertenaga Listrik

Tesla dikabarkan bakal segera membuat pesawat supersonik pengganti Concorde. Bukan hanya itu, pesawat supersonik buatan Tesla digadang-gadang bakal ditenagai listrik. Tentu, kabar yang cukup mengejutkan mengingat teknologi baterai untuk mendukung hal itu belum tersedia.

Baca juga: Prototipe Kedua Pesawat Listrik-Hybrid Terbesar di Dunia Ampaire Electric EEL Sukses Mengudara

Dilansir inverse.com, kejelasan Tesla akan membuat pesawat supersonik pengganti Concorde memang bukan datang dari rilis resmi perusahaan, melainkan dari CEO Tesla, Elon Musk, sebagai respon atas cuitan akun Twitter yang mengenang hari-hari terakhir Concorde.

Pada 24 Oktober 2003 silam, pesawat supersonik Concorde resmi pensiun dari jagat penerbangan dunia setelah pertama kali dipamerkan ke publik pada 21 Januari 1976. Memperingati hal itu, akun Twitter World of Engineering pun mengunggah kembali foto Concorde. Namun, siapa sangka, cuitan tersebut ditanggapi positif oleh Elon Musk dengan menyebut, “Harus ada jet supersonik baru (pengganti Concorde), kali ini (bertenaga) listrik).

Dirunut ke belakang, Elon Musk memang sudah sejak lama mengisyaratkan bakal mengembangkan pesawat listrik. Di beberapa momen di tahun 2008 dan 2010, ia kerap melontarkan isyarat tersebut, sekalipun memang belum pernah terus terang.

Setelah menunggu lama, kejelasan dari isyarat Elon Musk baru muncul pada Agustus 2020 lalu. Pada peringatan Tesla’s Battery Day, ia mengatakan bahwa kemungkinan besar baterai untuk pesawat akan hadir tiga atau empat tahun mendatang.

“400 Wh / kg dengan siklus hidup tinggi, volume yang diproduksi (bukan hanya pengujian di lab) tidak jauh. Mungkin 3 sampai 4 tahun,” tulis Elon Musk di Twitter.

Cuitan Elon Musk. Foto: Twitter

Perkataan tersebut tentu bukan angin lalu. Pada 2018 lalu, Elon Musk juga pernah mengungkap bahwa tantangan terbesar untuk mewujudkan pesawat listrik (tak menyebut supersonik) terletak pada baterai. Baterai pesawat listrik harus mempunyai kepadatan energi yang cukup untuk memungkinkan pesawat lepas landas. Bila ia berani mencuitkan hal di atas, itu berarti perlahan tantangan membuat baterai untuk pesawat listrik mulai membuahkan hasil.

Saat ini, Tesla Model 3 diketahui memiliki baterai sekitar 250 watt-jam per kilogram, masih tertinggal jauh di bawah perkiraan Elon Musk yang menyebut butuh sekitar 400 atau 500 watt-jam per kilogram untuk membuat kendaraan terbang lepas landas dan mendarat secara vertikal (eVTOL).

Baca juga: Gantikan Lithium Ion, Baterai Lithium-Sulfur Bikin Era Pesawat Listrik Semakin Dekat

Mengejar ketertinggalan itu, Tesla berencana memproduksi baterai sendiri yang mampu meningkatkan jarak tempuh kendaraan listrik hingga 54 persen dan penurunan harga baterai hingga 56 persen. Bila peningkatan terus terjadi, bukan tak mungkin kapasitas baterai perlahan cukup untuk membuat pesawat listrik komersial, layaknya pesawat jet bertenaga fosil yang bertebaran saat ini.

Pesawat listrik sejak tahun 1970 sebetulnya sudah dikembangkan oleh banyak pabrikan di dunia. Namun demikian, lagi-lagi, ada konsekuensi besar yang harus dibayar. Bila menggunakan pesawat listrik, beban dan durasi penerbangan harus lebih kecil dari pesawat berbahan bakar cair atau fosil. Karenanya, teknologi baterai sebagai ruh kendaraan (pesawat listrik) harus memiliki kapasitas besar untuk bisa membawa pesawat melesat setara dengan pesawat bertenaga fosil atau bahkan melebihinya.

Tertabrak Koper dan Meninggal, Dua Minggu Kemudian Keluarga di Cina Tuntut 620 Ribu Yuan

Sebuah keluarga menuntut seorang berusia 63 tahun karena tidak sengaja menjegal ibu mereka yang sudah tua dengan kopernya dan meninggal dua minggu kemudian. Karena insiden ini keluarga Wang meminta kompensasi dari wanita berusia 63 tahun tersebut.

Baca juga: Demi Ambil Barang Jatuh, Wanita Ini Nekat Turun ke Rel Lewat Celah Antara Kereta dan Peron

Wanita bernama belakang Liu itu dituntut karena membuat nyonya Wang berusia 67 tahun terjatuh di stasiun kereta api barat Beijing pada 8 Maret tahun lalu. Dilansir KabarPenumpang.com dari yahoo.com (14/10/2020), insiden ini berawal ketika nyonya Wang dan putranya yang bukan penumpang hendak bepergian mencoba masuk stasiun dari pintu masuk lantai dua.

Karena tiket tidak valid, putra nyonya Wang diberitahu staf kereta untuk membeli tiket dari loket tiket di luar stasiun agar bisa masuk. Kemudian ibu dan anak berbalik berjalan keluar dan mendapati diri mereka harus berlawanan dengan arah lalu lintas penumpang. Putra nyonya Wang mengatakan pada saat itulah ibunya jatuh tersenggol koper Liu.

Insiden ini tidak menyebabkan nyonya Wang mengalami luka dan dia naik kereta. Tetapi saat di dalam kereta dirinya mengalami sakit kepala parah dan pusing selama perjalanan. Pada saat kereta tiba di Shijiazhuang, Wang tidak sadarkan diri dan dibawa dengan kursi roda.

Keponakannya yang menjemput membawa Wang ke rumah sakit dan dokter menemukan adanya pendarahan otak yang menyebabkannya meninggal dua minggu kemudian. Keluarga Wang membawa kasus mereka terhadap Liu ke Pengadilan Distrik Fengtai Beijing untuk mendorong tuntutan kompensasi mereka sekitar 620 ribu yuan (AU$128 ribu), yakin jatuhnya di stasiun kereta adalah yang menyebabkan pendarahan.

Dalam pembelaan, Liu berpendapat bahwa Wang telah berjalan dengan cepat melawan arus lalu lintas penumpang dalam upaya mengejar putranya. Liu menambahkan bahwa setelah jatuh, putra Wang mengizinkan ibunya untuk naik kereta alih-alih mencari perawatan medis segera.

Dia berpendapat penundaan ini sendiri bisa menyebabkan kematian Wang. Kamera pengintai menunjukkan bahwa Liu mencoba menyimpang dari jalan Wang, namun, Wang tampaknya sama sekali tidak menyadari kopernya. Karena itu, pengadilan membatalkan klaim Wang akhir bulan lalu, mengatakan bahwa baik Wang dan putranya seharusnya lebih berhati-hati karena merekalah yang berjalan berlawanan arah dengan lalu lintas penumpang.

Baca juga: Nekat Naik ke Kereta yang Melintas, Pria Ini ‘Berputar-Putar’ Pasrah di Peron

“Wang seharusnya mengambil tindakan pencegahan dan mengamati sekelilingnya dengan lebih hati-hati. Jika dia melakukannya, tabrakan bisa dihindari,” kata pengadilan.

Pengadilan menambahkan, bahwa bagasi tidak ditinggalkan tanpa pengawasan dan Liu tidak dapat melakukan sesuatu yang berbeda untuk mencegahnya kecelakaan.

Bayi Ditemukan di Toilet, Semua Penumpang Wanita di Bandara Doha Diperiksa

Bayi prematur ditemukan ditingalkan di kamar mandi Bandara Internasional Doha dan semua penumpang perempuan di bandara tersebut diperiksa secara paksa. Bahkan pemeriksaan paksa terhadap para penumpang wanita ini pun tidak dibantah oleh pejabat Bandara Doha.

Baca juga: Bayi Tewas di Bandara Manila dengan Leher Dilingkari Pakaian Dalam

Mereka justru mengatakan penumpang wanita diminta untuk membantu menemukan ibu dari bayi itu yang dikatakan masih hidup. KabarPenumpang.com melansir france24.com (26/10/2020), otoritas Qatar telah mengeluarkan seruan untuk melacak keluarga bayi tersebut.

Mereka menurunkan agen keamanan untuk mengawal sejumlah wanita yang dirahasiakan termasuk 13 warga Australia dari pesawat di landasan Bandara Doha ke ambulans. Penumpang wanita ini akan diperiksa untuk tanda-tanda baru saja melahirkan.

“(Pejabat) memaksa wanita untuk menjalani pemeriksaan tubuh invasif pada dasarnya pap smear paksa,” kata seorang sumber di Doha tentang insiden itu, merujuk pada pemeriksaan internal serviks.

Bandara Internasional Hamad Doha mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “para profesional medis menyatakan keprihatinannya kepada para pejabat tentang kesehatan dan kesejahteraan seorang ibu yang baru saja melahirkan dan meminta agar dia ditempatkan sebelum berangkat”.

“Orang-orang yang memiliki akses ke area spesifik bandara tempat bayi yang baru lahir ditemukan diminta untuk membantu dalam pertanyaan tersebut,” kata pernyataan itu.

Tidak disebutkan apa yang ditanyakan kepada wanita tersebut atau berapa banyak yang terpengaruh. Ikut sertanya 13 wanita asalAustralia dalam pemeriksaan paksa tersebut membuat mereka menghubungi pemerintah Negeri Kanguru tersebut pada saat kejadian.

Hal ini dibenarkan oleh Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne di mana pemerintah Australia telah menangani masalah ini dengan Duta Besar Qatar. Dia mengatakan insiden luar biasa tersebut juga sudah dilaporkan ke Polisi Federal Australia.

“Ini sangat mengganggu, menyinggung, serangkaian peristiwa. Ini bukan sesuatu yang pernah saya dengar terjadi dalam hidup saya, dalam konteks apa pun. Kami telah membuat pandangan kami sangat jelas kepada pihak berwenang Qatar,” kata Payne.

Payne mengatakan, Pemerintah Australia mengharapkan untuk melihat laporan dari otoritas Qatar, yang masih menyelidiki insiden tersebut, pada akhir minggu ini. Dia mengatakan ada kekhawatiran yang signifikan atas persetujuan untuk pemeriksaan medis, menambahkan “ini adalah masalah pribadi dan sangat pribadi”.

Seorang juru bicara pemerintah Australia mengatakan negara itu “sangat prihatin atas perlakuan yang tidak dapat diterima” terhadap penumpang wanita.

“Nasihat yang telah diberikan menunjukkan bahwa perlakuan terhadap wanita yang bersangkutan adalah ofensif, sangat tidak pantas, dan di luar keadaan di mana wanita dapat memberikan persetujuan tanpa paksaan dan informasi,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Insiden itu, pertama kali dilaporkan terjadi pada 2 Oktober dan terungkap setelah sejumlah penumpang Australia yang terkena dampak angkat bicara. Salah satu penerbangan yang terlibat, penerbangan 2 Oktober Qatar Airways QR908 ke Sydney, terlambat empat jam meninggalkan Doha sebagai akibatnya.

Wanita dari beberapa negara lain dan penerbangan diketahui telah terpengaruh, tetapi jumlah dan kebangsaan mereka belum diketahui. Bandara Doha meluncurkan seruan pada Minggu malam agar ibu anak itu melapor, menunjukkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan pada saat itu tidak meyakinkan.

“Bayi yang baru lahir tetap tidak teridentifikasi, tetapi aman di bawah perawatan profesional pekerja medis dan sosial,” katanya dalam pernyataannya, dan meminta siapa pun yang memiliki informasi untuk melapor.

Menteri luar negeri Qatar diperkirakan akan menulis kepada mitranya dari Australia tentang insiden itu minggu ini. Juru bicara Australia mengatakan, pemerintah telah “secara resmi melaporkan keprihatinan serius terkait insiden tersebut dengan pihak berwenang Qatar”.

Baca juga: Buat Ibu Hamil, Tak Perlu Khawatir Janin Bermasalah Saat Lewati Pemindai Tubuh di Bandara

“Departemen Luar Negeri dan Perdagangan terlibat dalam masalah ini melalui saluran diplomatik,” katanya.

Qatar mempraktikkan bentuk hukum Islam yang ketat, dengan hukuman keras diterapkan kepada wanita yang hamil atau melahirkan anak di luar nikah.

Anak Muda Ini Jadi Orang Indonesia Pertama Gabung di Young Aviation Professional ICAO

Indonesia untuk pertama kalinya berhasil memiliki wakil pada gelaran Young Aviation Professional Program. Kepastian itu didapat setelah Kleopas Danang Bintoroyakti bergabung dan mengikuti prosesnya sejak Oktober 2016, dengan menyingkirkan 550 pelamar global.

Baca juga: Ada Keretakan di Boeing 737 NG, Kembali Ingatkan “Teori Habibie”

“Saya salah satu yang terpilih dari 3 tahun dan orang Indonesia pertama yang terpilih untuk program ini dari 550 pelamar global,” ungkap Danang, dikutip dari Antara.

Selain menjadi orang pertama di gelaran tersebut, anak muda dari pasangan pilot Garuda Indonesia, Petrus Tutuk Sri Sumasto dan Stella Maria Mimara Dita ini, juga berkesempatan tampil di podium Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) International Civil Aviation Organization (ICAO) Next Generation Aviation Professional (NGAP) Global Summit yang diadakan di Montreal, Kanada, pada 2017 lalu.

Dalam kesempatan itu, ia memaparkan tentang pentingnya komunikasi dan perubahan budaya guna menarik minat dan mempertahankan profesional muda industri aviasi. Selama 15 menit, forum yang dihadiri sekitar 500 peserta dari Direktur Biro Navigasi Udara (Air Navigation Bureau), perwakilan delegasi seluruh dunia, asosiasi profesi aviasi, serta profesional muda aviasi seluruh dunia sampai mahasiswa ini mendengarkan paparan dari Danang hasil penelitiannya sejak beberapa tahun silam.

Dalam penelitiannya tersebut, Indonesia tercatat memiliki sekitar 65 ribu pekerja di sektor penerbangan dalam berbagai posisi, baik teknikan maupun majaerial, serta memiliki sekitar 10 ribu pilot. Dari jumlah tersebut, hampir seluruhnya disebut ingin mengabdi di ICAO.

Selain itu, Danang juga membagikan pandangan serta proyeksinya tentang industri penerbangan internasional, khususnya dalam hal manfaat dan tantangan yang akan dihadapi seperti minimnya tenaga ahli penerbangan hingga 10 tahun mendatang.

“Industri ini membutuhkan lebih dari 255.000 pilot dan 180.000 kapten sampai tahun 2027,” lanjutnya.

ICAO Young Aviation Professional sendiri adalah program pembentukan pemimpin industri aviasi masa depan (leadership program) berdurasi 12 bulan yang dibentuk Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam hal ini Airport Council International (ACI) dan International Air Transport Association (IATA).

Program tersebut dicanangkan pada tahun 2013 lalu dan hanya mencari tiga kandidat setiap tahunnya untuk bekerja dengan ketentuan mampu menyajikan subjek pembicaraan kelas ahli bagi ICAO dalam menangani faktor keamanan, lingkungan hidup, dan pengembangan ekonomi. Itulah mengapa gelaran ini disebut spesial dan menariknya anak muda Indonesia berhasil menembus itu untuk pertama kalinya, sebuah capaian yang tentu saja sangat menginspirasi kaum muda di momen Hari Sumpah Pemuda.

Baca juga: Dari Bandung ke Paris, N250 Jadi Pesawat Buatan Asia Pertama yang Lakoni Ferry Flight Lintas Benua

Danang menjelaskan ICAO sebagai Agency United Nations yang berperan sebagai regulator industri penerbangan dunia. Hal ini berarti, seluruh peraturan di dunia penerbangan internasional dipegang oleh ICAO. Sementara itu, ACI adalah Trade Organization yang membawahi semua bandara yang ada di seluruh dunia, termasuk bandara-bandara di Indonesia yang dikelola Angkasa Pura 1 dan Angkasa Pura 2. Sedangkan IATA adalah Trade Organization yang membawahi semua maskapai penerbangan di seluruh dunia.

Sebelum mengikuti program ini, Danang sudah berpengalaman selama 7 tahun menjadi staf Hubungan Masyarakat (Humas) di salah satu maskapai penerbangan Indonesia. Karena kini menjadi salah satu tim analis kebijakan ekonomi penerbangan di seluruh dunia, karirnya sebagai staf Humas pun dilepasnya.

Boeing 747 British Airways Disulap Jadi Museum dan Bioskop

Sebuah pesawat Boeing 747 British Airways (BA) dikabarkan bakal segera disulap jadi bioskop. Tak hanya itu, pesawat dengan nomor registrasi G-CIVB tersebut nantinya juga bakal dijadikan berbagai fungsi, mulai dari tempat meeting, konferensi, agenda pribadi bersama keluarga, hingga museum, sebagai wadah pembelajaran atau pengenalan ke anak-anak tentang pesawat (edu wisata).

Baca juga: Keren, British Airways Manjakan Penumpang dengan Kursi Roda Otonom Keliling Bandara hingga Boarding

Dilansir aerotime.aero, untuk menandakan pesawat yang diputuskan pensiun gegara penerbangan sepi akibat pandemi Covid-19 ini, livery negus legendaris yang pernah digunakan pesawat supersonik Concorde mau tak mau akan ditanggalkan, diganti dengan corak lain yang lebih relevan dengan fungsi baru pesawat.

Boeing 747 G-CIVB BA merupakan satu dari empat pesawat yang dicat livery negus. Selain itu, G-CIVB British Airways juga menjadi salah satu dari dua Boeing 747 yang melakukan penerbangan terakhir secara simbolis di Bandara Heathrow (LHR) pada 8 Oktober 2020 lalu, sekalipun pada akhirnya perayaan prestisius menandakan 50 tahun Boeing 747 bersama BA harus berantakan akibat hujan deras disertai angin kencang.

Boeing 747 G-CIVB British Airways nantinya akan ditempatkan secara permanen di Bandara Cotswold (GBA) di Gloucestershire, sebelah Barat London, Inggris. Pesawat tersebut untuk sementara waktu berada di bawah pengawasan pihak bandara, sambil disulap oleh pihak ketiga, bekerjasama dengan pihak bandara.

Setelah interior selesai disulap, pesawat akan dijadikan museum sebagai wadah wisata edukasi untuk anak-anak. Tak hanya itu, Boeing 747 BA juga akan dijadikan sebagai ruang konferensi, meeting, bioskop, dan private room.

Menariknya, sebagian besar uang masuk dari hasil bisnis di atas akan disumbangkan untuk kesuksesan airport‘s aviation-related scholarship program for students, program khusus untuk mengenalkan anak-anak dengan dunia penerbangan. Tujuannya, tentu saja agar dunia penerbangan terus diminati di masa mendatang dan terus berlangsung untuk mendukung kelangsungan hidup banyak orang.

Baca juga: Usai Keliling Dunia, Bagaimanakah Nasib Ed Force One Boeing 747 Iron Maiden?

“Ini adalah berita bagus bagi penduduk lokal dan pengunjung yang akan dapat melihat dan merasakan salah satu pesawat penumpang paling ikonik pada masanya,” kata Suzannah Harvey, CEO Bandara Cotswold.

Meskipun belum ada kepastian tanggal kapan museum pesawat Boeing 747 British Airways di Inggris bakal dibuka, pihak bandara memperkirakan hal itu akan dimulai pada musim semi 2021 mendatang, atau sekitar akhir Maret – Juni.

Turkish Airlines Punya 171 Pesawat Airbus dari Total 315 Armada, Yakin Erdogan Mau Boikot Perancis?

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memerintahkan seluruh penduduknya untuk tidak lagi membeli barang-barang berlabel Perancis. Pernyatannya ini menanggapi sikap Presiden Perancis Emmanuel Macron yang telah membela penerbitan kartun Nabi Muhammad SAW dan mendorong munculnya Islamofobia.

Baca juga: Erdogan dan Negara Islam Mau Boikot Perancis, Bagaimana dengan Pesawat Airbus?

Akan tetapi, bagaimana dengan produk Perancis berupa pesawat komersial Airbus? Selain tak banyak produsen pesawat komersial berkualitas di dunia, lagi pula saat ini maskapai nasional mereka, Turkish Airlines, bisa dibilang masih berpangku tangan dengan Perancis (Airbus).

Dari data planespotters.net, maskapai yang pertama kali berdiri pada tahun 1933 ini tercatat memiliki 171 pesawat Airbus berbagai jenis, seperti A319, A320, A321, A330, dan A350 XWB pertama yang notabene baru saja bergabung dalam barisan armada Turkish Airlines, tak lama setelah Erdogan menyerukan boikot produk Perancis.

Populasi pesawat Airbus di tubuh maskapai yang digadang-gadang sebagai maskapai dengan destinasi penerbangan paling banyak di dunia ini mencapai sekitar 60 persen lebih dari total pesawat sebesar 315 unit. Sisanya, Turkish Airlines mengandalkan Boeing 737, B777, dan Boeing 787 Dreamliner.

Di tengah pandemi Corona seperti sekarang ini, jumlah pesawat aktif Airbus juga cukup banyak, mencapai 91 unit, tak lebih banyak memang dibanding Boeing dengan 105 pesawat. Namun, dengan total 971 rute di 103 kota di luar negeri dan 30 di Turki, melayani total 136 bandara, di Eropa, Asia, Afrika dan Amerika Serikat, tentu populasi 91 pesawat aktif dan total 171 kepemilikan pesawat, Turkish Airlines bisa dibilang tak bisa lepas dari Airbus dalam waktu dekat.

Selain harus melalui proses pengadaan, pembiayaan, atur ulang strategi atau rute dengan menyesuaikan pesawat, memilih pesawat pengganti, promosi ulang, Turkish Airlines juga harus menunggu proses produksi oleh pabrikan serta penyesuaian dengan armada baru (bila pesawat Airbus sungguh mau diboikot). Hal itu tentu tak bisa terjadi dalam waktu sekejap. Butuh proses bertahun-tahun.

Baca juga: Bermula Dari DC-9, Inilah Rentetan Fakta Unik Seputar Turkish Airlines

Lagi pula, bilapun langkah tersebut akan diambil, taruhannya adalah reputasi. Muara dari itu, tentu maskapai yang pernah menampilkan Lionel Messi dan Kobe Bryant di salah satu iklannya ini bisa ditinggal pelanggannya yang bukan tak mungkin berasal dari kalangan Airbus lovers.

Lebih dari pada itu, pabrikan pesawat pengganti yang ditunjuk Turkish Airlines, katakanlah Boeing, harus menyediakan jalur produksi atau suplai chain lebih besar dari sebelum-sebelumnya. Proses tersebut tak bisa terjadi dalam waktu singkat, terlebih rantai pasokan bahan baku dunia masih belum benar-benar stabil akibat wabah virus Corona. Jika sudah begini, akankah Erdogan memboikot Airbus? Atau sebaliknya, Airbus memboikot Turki? Menarik ditunggu.

Positif Negatif Menjadi Pramugari, Gaji Rendah hingga Jadi ‘Pemain’ Cadangan

Sekilas, kehidupan pramugari tampak sangat glamor dan menyenangkan ketika berkeliling dunia, mengunjungi tempat-tempat eksotis, dan menikmati pengalaman baru. Namun, dibalik semua itu, ada harga mahal yang harus ‘dibayar’ oleh para bidadari angkasa tersebut.

Baca juga: Inilah 20 Syarat ‘Tak Resmi’ untuk Jadi Pramugari, Nomor Dua Agak Aneh

Selain kerja keras, pramugari sering kali terpaksa meninggalkan banyak agenda pribadi, seperti datang ke resepsi pernikahan sahabat, keluarga, bahkan menghadiri prosesi pemakaman orang tua, karena tidak mendapat cuti ataupun sedang bertugas di luar negeri.

Pada intinya, profesi pramugari juga mempunyai sisi positif dan negatif layaknya profesi lain. Namun, apa saja sisi positif dan negatifnya? Dikutip dari Simple Flying, berikut daftar sisi positif dan negatif menjadi pramugari.

Positif

1. Jalan-jalan Keliling Negeri dan Dunia

Sebagian orang yang sudah maupun ingin menjadi pramugari mungkin didasari oleh alasan tersebut, keliling dalam dan luar negeri gratis. Tentu mengikuti rute-rute dari maskapai itu sendiri. Jalan-jalan gratis di dalam dan luar negeri memang dimungkinkan untuk pramugari dengan kebijakan layover.

Tak hanya itu, di beberapa maskapai pramugari dimungkinkan untuk jalan-jalan ke luar negeri secara gratis beserta keluarga atau orang terkasih. Sekalipun tak sampai gratis, banyak maskapai paling tidak menerapkan harga khusus untuk pramugari dan keluarga bilamana ingin bepergian ke luar negeri.

2. Fleksibel

Tidak terikat waktu atau kerja setiap hari, layaknya pekerja kantoran, jadi keuntungan lain menjadi seorang pramugari. Dalam kondisi tertentu, misalnya di peak season, pramugari bukan tak mungkin akan bekerja setiap hari sampai peak season berakhir. Namun, hal itu tentu sejalan dengan take home pay yang dibawa pulang. Di luar itu, atau dalam kondisi normal, pramugari bisa dengan leluasa mengatur jadwal terbang mereka dari jadwal yang sudah diatur semula.

3. Bertemu Banyak Orang Baru

Bagi seseorang yang senang bertemu dengan orang baru, profesi pramugari sangat cocok untuk digeluti. Setiap hari, pramugari bertemu dengan banyak orang dari berbagai latar belakang budaya, agama, bahasa, suku, dan bangsa di berbagai tempat, seperti hotel, pesawat, bandara, dan berbagai tempat lainnya yang dihampirinya.

Negatif

1. Upah Kecil

Bila disandingkan dengan tugas dan tanggung jawab mereka, pramugari tergolong mendapat gaji relatif rendah; terlebih, untuk pramugari junior atau newbie yang baru saja bergabung. Hal itu setidaknya akan terus berlangsung selama 15 tahun sebelum akhirnya bisa mendapat gaji yang layak.

Baca juga: Sembunyikan Heroin di Celana Dalam dan Bra, Pramugari Asal Malaysia Dipenjara di Melbourne

2. Pramugari Cadangan

Di beberapa maskapai, pramugari newbie hanya diplot sebagai ‘pemain’ cadangan. Pada periode ini, pramugari diminta menunggu di rumah atau di bandara sampai penjelasan lebih lanjut. Jika ada jadwal terbang, pramugari juga diminta untuk melapor dua jam sebelumnya.

3. Jauh dari Keluarga

Pramugari senior mungkin bisa dengan leluasa memilih jadwal terbang, sekalipun pada umumnya masing-masing maskapai berbeda dalam memperlakukan pramugari senior. Namun, bagi pramugari pada umumnya, mereka harus patuh dengan penugasan yang kadang kala lebih sering keluar kota atau negeri. Bagi yang sudah berkeluarga, mungkin jauh dari rumah akan jadi mimpi buruk.